Teknik Biopsi Hepar
da beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melakukan biopsi hepar, yaitu melalui rute perkutan, transvena, bedah/laparoskopi dan plugged biopsy. Pemilihan teknik didasarkan pada komorbiditas pasien, sikap pasien dan preferensi operator.
Persiapan Pasien
Sebelum melakukan tindakan biopsi hepar, persiapan pasien dilakukan dengan:
- Melakukan anamnesis terkait riwayat medis pasien
- Obat-obatan yang dikonsumsi dalam 10 hari terakhir termasuk antiplatelet penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide, tirofiban), NSAID, dan antikoagulan
- Obat-obatan lain yang dikonsumsi seperti antihipertensi, obat-obatan imunosupresif, insulin atau agen antidiabetes lainnya
- Riwayat penyakit yang berpotensi meningkatkan resiko komplikasi dari biopsi seperti ensefalopati, ascites, koagulopati, atau penyakit jantung kongestif
- Melakukan pemeriksaan fisik termasuk tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan melakukan pemeriksaan fisik terkait hepar dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
- Mengambil persetujuan secara tertulis (informed consent) sebelum melakukan tindakan biopsi yang mencakup risiko, manfaat, dan alternatif
- Menjelaskan kondisi pasien saat ini, prosedur tindakan biopsi yang akan dilakukan, dan komplikasi yang mungkin terjadi serta antisipasi dari pihak operator[1–4,7]
Beberapa pengobatan rutin pasien mungkin perlu dimodifikasi sebelum tindakan biopsi, namun tetap menimbang baik buruknya dan ditinjau per kasus (case-by-case). Antiplatelet sebaiknya dihentikan 10 hari sebelumnya, warfarin 5 hari, dan heparin 12-24 jam sebelumnya. Obat antiplatelet dapat dilanjutkan pemberiannya 48-72 jam pasca prosedur. Sedangkan warfarin dapat diberikan keesokan harinya setelah prosedur dilakukan.[2]
Peralatan
Peralatan yang digunakan utamanya:
Suction needle (Jamshidi, Klatskin, Menghini)
Cutting needle (Tru-cut, Vim-Silverman)
Spring-loaded cutting needle[2,4,7]
Adapun peralatan lain yang harus disiapkan preprosedural:
- Sarung tangan steril
- Jarum inti biopsi, 16 G, 11,5 cm
- Lidocaine 1-2%
- Pena penanda (marker)
- Larutan povidone-iodine
- Botol berisi formalin (kontainer untuk specimen)
- Jarum suntik, 21 G, 3,75 cm
- Jarum suntik, 25 G, 2,5 cm
- Kain duk bolong steril
- Larutan salin (0,9%), ampul 10 mL
- Pisau bedah
- Kassa steril, ukuran 7,5 x 7,5 cm[7]
Posisi Pasien
Pasien diposisikan supine atau terlentang dengan nyaman. Lengan dan tangan kanan diletakkan di belakang kepala dengan nyaman. Boleh diberikan medikasi sedatif secara selektif untuk mengurangi ansietas dan mengurangi nyeri pascaoperasi. Penggunaan sedatif ringan cukup aman dan tidak meningkatkan resiko operasi.[2,7]
Prosedural
- Perkusi area pada trunkus dekstra hingga terdengar dullness maksimal pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya pada garis midaksilaris pada spasium interkostalis ke-2 atau 3 di atas batas costae. Tandai lokasi ini dengan pena penanda (marker)
- Bisa juga menggunakan metode pencitraan seperti USG atau CT-Scan
- Lakukan prosedur steril. Persiapkan area operasi dengan larutan povidone iodin dan lampirkan duk bolong steril
- Bius lokal dengan lidokain 1% pada superfisial dan profundal
- Setelah obat bius bekerja, buat luka sedikit pada titik penanda dengan pisau bedah untuk memudahkan masuknya jarum biopsi
- Masukkan jarum biopsi pada titik yang sudah ditandai dengan memerhatikan pernafasan pasien, yaitu pada titik siklus respirasi yang sama dengan ketika memasukkan jarum bius yang sebelumnya untuk memastikan jarum biopsi mengenai area yang telah dianestesi
- Saat jarum biopsi mulai masuk, akan ada beberapa kali suara ‘pop’ seperti menembus sesuatu. Keluarkan cairan salin yang ada pada jarum hingga ujung jarum menemui tahanan. Tahanan ini adalah organ hepar yang dituju
- Selanjutnya, tarik jarum perlahan dan keluarkan cairan salin lagi untuk menghilangkan debris. Mulai menghisap dan minta pasien untuk mengeluarkan nafas lalu menahannya. Ini akan mengerutkan paru-paru dan meminimalkan resiko tusukan pada kandung empedu dan semakin mendekatkan organ hepar ke dinding toraks
- Ambil sampel biopsi yang adekuat, yaitu dengan ukuran panjang 1,5 cm dan diameter 1,2-2 mm. Lalu tarik jarum
- Tekan area operasi lalu tempelkan perban
- Setelah biopsi dilakukan, pasien beristirahat dan dimonitor tanda vital setiap 15 menit dalam 1 jam pertama. Lalu setiap 30 menit dalam 1 jam berikutnya[2,4,7]
Biopsi Perkutan
Metode ini dapat dilakukan melalui 3 cara: dipandu dengan palpasi/perkusi, image guided atau real-time image guided. Tindakan biopsi tanpa panduan gambar tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin.[2,11]
Biopsi Transvena (Transjugular atau Transfemoral)
Teknik ini dipertimbangkan pada pasien dengan asites, gangguan hemostatis, sirosis hepatis, obesitas morbid dan pasien yang memerlukan data pengukuran tekanan vena hepatika. Biopsi transvena cukup aman pada pasien dengan resiko perdarahan tinggi, dan biopsi multipel, namun cukup sulit dilakukan pada pasien anak-anak [2,3,11–13]
Pada biopsi transjugularis, memasukkan jarum ke vena jugularis interna dekstra lebih dipilih dibanding vena jugularis interna sinistra, maupun vena cava inferior. Pemilihan lokasi tusukan sebaiknya ditentukan dengan pencitraan USG, namun jika tidak tersedia, lakukan pada vena jugularis sinistra setinggi 3-5 cm di atas klavikula. Entri masuk jarum melalui vena hepatika dekstra lebih direkomendasikan karena jaringan hepar yang didapat lebih banyak dan jarum lebih mudah dimanuver.[12,14]
Biopsi Bedah/Laparoskopis
Teknik ini dilakukan bilamana telah dicurigai adanya kelainan pada hepar atau ditemukannya kelainan hepar durante operasi. Teknik ini bisa lebih akurat dibanding teknik perkutan karena dapat melihat organ hepar secara langsung serta dengan memantau organ hepar dan sekitarnya, maka perdarahan dan kebocoran bilier (bile leakage) yang mungkin terjadi dapat diminimalisasi.[1–3]
Plugged biopsy
Teknik ini dilansir lebih aman dibanding teknik perkutan biasa pada pasien tertentu dengan gangguan koagulasi. Teknik ini adalah modifikasi dari teknik perkutan, di mana jalur masuknya jarum akan disumbat dengan kolagen atau trombin seiring dengan ditariknya jarum keluar hepar. Teknik ini dipertimbangkan bila tidak tersedia teknik transvena.[2,8]
Follow up
Follow up pasca tindakan biopsi dipengaruhi dari hasil analisis histopatologi. Interpretasinya menggunakan sistem skoring yang berbeda-beda. Terdapat sistem skoring yang kompleks dan sederhana. Dalam praktik klinis, lebih direkomendasikan untuk menggunakan sistem skoring yang lebih sederhana seperti yang dibuat oleh International Association for Study of the Liver (IASL), Batts-Ludwig, atau Metavir.[2]
Berikut perbandingan antara masing-masing sistem skoring:
Tabel 2. Perbedaan Setiap Sistem Skoring
IASL | Metavir | Batts-Ludwig |
Grade (Aktivitas, Inflamasi) | ||
| A1 | Grade 1 |
| A1 | Grade 2 |
| A2 | Grade 3 |
| A3 | Grade 4 |
Stage (Fibrosis) | ||
| F1 | Stage 1 |
| F1 | Stage 2 |
| F2 | Stage 3 |
| F3 | Stage 3 |
F4 | Stage 4 |
Sumber: dr. Bianda, 2020.