Epidemiologi Disfagia
Data epidemiologi menunjukkan bahwa disfagia memiliki angka kejadian yang meningkat seiring bertambahnya usia. Disfagia juga telah ditemukan berkaitan erat dengan gastroesophageal reflux disease (GERD), hipertensi, dan gejala psikologis seperti kecemasan dan depresi.[1,17]
Global
Prevalensi disfagia berkisar antara 7% hingga 20% pada populasi umum. Kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Disfagia lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.[6,8,9]
Pada pasien lansia, kejadian disfagia biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit neuromuskular dengan stroke sebagai penyebab terbanyak. Pada pasien usia muda, disfagia lebih banyak disebabkan gastroesophageal reflux disease (GERD), esofagitis eosinofilik, atau penyakit sistemik seperti kelainan autoimun.[5,8-9]
Indonesia
Sampai saat ini, belum didapatkan data epidemiologi disfagia di Indonesia. Sebuah studi potong lintang di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo mengevaluasi 19 pasien anak dengan disfagia. Studi ini melaporkan bahwa penyakit penyerta terbanyak ditemukan pada pasien anak dengan disfagia adalah cerebral palsy, global developmental delay, hipertrofi tonsil dan adenoid, serta ensefalopati.[18]
Mortalitas
Pada lansia, risiko terjadinya komplikasi dari disfagia lebih tinggi dibandingkan dengan pasien usia muda sehingga lansia memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi. Disfagia terjadi pada 29% hingga 64% pasien stroke dan 20% di antaranya meninggal akibat pneumonia aspirasi dalam kurun waktu 1 tahun setelah mengalami stroke. Angka mortalitas dari pneumonia aspirasi secara keseluruhan berkisar antara 20% sampai 65% pada pasien berusia lebih dari 65 tahun.[8]