Etiologi Ruptur Uteri
Banyak kondisi medis dikaitkan sebagai etiologi ruptur uteri. Beberapa di antaranya adalah riwayat insisi klasik pada uterus dan stimulasi uterus yang berlebihan.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko terjadi ruptur uteri antara lain kondisi uterus, kondisi kehamilan, kondisi persalinan, penanganan obstetrik, dan trauma.
Kondisi Uterus
Kondisi uterus yang dapat meningkatkan risiko ruptur uteri adalah kondisi scarred uterus. Uterus dianggap scarred bila terdapat riwayat perlukaan sebelumnya. Misalnya sebagai akibat sectio caesarea, miomektomi, tindakan kuretase, atau segala penyebab perforasi uterus. Dilaporkan bahwa riwayat miomektomi berkaitan dengan peningkatan risiko ruptur uteri sebanyak 3%. [3,4]
Kondisi Kehamilan
Kondisi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadi ruptur uteri yaitu usia maternal >35 tahun, grande multipara, plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, kehamilan kornual, overdistention pregnancy (misal gestasi multipel dan polihidramnion), distosia, dan mola hidatidosa atau koriokarsinoma. [3,9,10]
Selain daripada itu, sebuah studi kohort retrospektif menemukan bahwa interval persalinan <18 bulan juga meningkatkan risiko ruptur uteri. [11]
Kondisi Persalinan
Kondisi persalinan yang dapat meningkatkan risiko untuk terjadi ruptur uteri yaitu pasien yang akan dilakukan vaginal birth after caesarean section (VABC), partus lama atau terhambat, dan penggunaan uterotonika seperti oxytocin dan misoprostol. [3,10,12]
Penanganan Obstetrik
Penanganan obstetrik menggunakan instrumen seperti forceps, manipulasi intrauterin (misalnya versi eksternal pada presentasi bokong), dan pemberian tekanan fundal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko ruptur uteri. [3,10]
Trauma uteri
Trauma terhadap uteri secara langsung dapat menyebabkan terjadinya ruptur. Trauma uteri bisa disebabkan oleh pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tembak, atau trauma tumpul abdomen. [4]