Pendahuluan Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah keadaan gawat darurat obstetri, di mana dinding uteri terpisah dengan jaringan serosa, disertai ekstrusi bagian fetus atau cairan amnion ke kavum peritoneum. Penyakit ini bersifat fatal bagi ibu dan janin bila penatalaksanaan terlambat. Namun, ruptur uteri merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui antenatal care yang baik dengan tenaga kesehatan yang kompeten. [1-5]
Penyebab ruptur uteri secara persis masih belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor risiko seperti riwayat sectio caesarea atau sikatriks pada uteri, grande multipara, penggunaan oxytocin dan misoprostol, placenta percreta, dan malpresentasi. [1,3,6]
Diagnosis ruptur uteri memiliki tantangan sendiri, karena penyakit ini memiliki fitur klinis yang tidak spesifik, dan waktu deteksi dan penatalaksanaan penting untuk mencegah terjadi morbiditas dan mortalitas. Pasien dengan ruptur uteri dapat datang dengan temuan bradikardia fetus saja, atau disertai tanda gawat janin, partus tidak maju, nyeri perut, dan perdarahan pervaginam. [4]
Penatalaksanaan ruptur uteri dimulai dari stabilisasi kondisi umum pasien. Bila pasien ditemukan dalam kondisi syok, maka perlu dilakukan resusitasi terlebih dahulu. Setelah kondisi pasien stabil, maka pasien segera dibawa ke ruang operasi. Prosedur operasi yang dapat dilakukan yaitu repair ruptur, serta histerektomi subtotal dan total [3,7,8]