Prognosis Preeklampsia
Prognosis preeklampsia pada ibu dikaitkan dengan diagnosis dan pengobatan dini. Jika penderita tidak terlambat mendapatkan penanganan sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan akan tampak jelas setelah persalinan/terminasi.
Komplikasi
Komplikasi preeklampsia yang sering terjadi adalah perkembangannya menjadi eklampsia yang ditandai dengan timbulnya kejang grand mal (tonik-klonik). Komplikasi yang lain yang mungkin timbul adalah sindroma hellp.
Sindrom HELLP
Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelets) dapat menjadi salah satu komplikasi dari preeklampsia berat. Namun, banyak juga ahli yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan di antara keduanya, masing-masingnya berdiri sendiri, karena Sindrom HELLP ini dapat timbul tanpa hipertensi dan tanpa proteinuria. Sama dengan preeklampsia, penyebab dan mekanisme pasti terjadinya Sindrom HELLP sampai saat ini belum diketahui. Namun, dipercayai bahwa sindrom ini merupakan akibat dari kerusakan/disfungsi aktivasi sel endotelial.
Gejala yang dapat timbul bervariasi dan tidak spesifik mulai dari lemas, mual-muntah, nyeri epigastrium, hingga sesak napas. Sementara tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik di antaranya hipertensi, takikardia, takipnea, nyeri tekan epigastrium, ikterus, dan ronki dari pemeriksaan auskultasi jika terjadi edema paru.
Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium Sindrom HELLP yakni Klasifikasi Mississippi dan Klasifikasi Tennesse. Klasifikasi Mississippi membagi Sindrom HELLP menjadi 3 kelas berdasarkan jumlah trombosit, level AST atau ALT, dan level LDH:
- Kelas 1 : trombosit <50.000/μL, level AST/ALT >70 IU/L, dan level LDH >600 IU/L (13% insidens perdarahan)
- Kelas 2 : trombosit 50.000-100.000/μL, level AST/ALT >70 IU/L, dan level LDH >600 IU/L (8% insidens perdarahan)
- Kelas 3 : trombosit 100.000-150.000/μL, level AST/ALT >40 IU/L, dan level LDH >600 IU/L (tidak ada risiko perdarahan)
Sementara Klasifikasi Tennessee membagi Sindrom HELLP menjadi dua yakni komplit dan parsial:
- Sindrom HELPP Komplit :
- Trombosit ≤000/Μl
- Level AST/ALT ≥70 IU/L
- Level LDH ≥600 IU/L atau Kadar Bilirubin ≥2mg/dL
- Sindrom HELLP Parsial :
- ELLP : Peningkatan level enzim hati, trombositopenia, tanpa hemolisis
- EL : Peningkatan level enzim hati yang ringan, tanpa trombositopenia, tanpa hemolisis
- LP : Trombositopenia, tanpa hemolisis, level enzim hati normal
- HEL : Hemolisis, disfungsi liver, tanpa trombositopenia
Penatalaksanaan Sindrom HELLP terdiri dari penatalaksanaan kegawatdaruratan dan lanjutan. Penatalaksanaan kegawatdaruratan memakai prinsip ABCD (airway, breathing, circulation, drug) untuk stabilisasi. Pemasangan akses IV disertai dengan pemberian terapi cairan dan transfusi darah jika diperlukan. Obat yang digunakan adalah antihipertensi, antikejang, dan kortikosteroid. Untuk penatalaksanaan lanjutan, pada pasien Sindrom HELLP yang usia gestasinya belum viabel, terminasi direkomendasikan tidak lama setelah pasien stabil. Pada pasien Sindrom HELLP yang usia gestasinya ≥34 minggu, terminasi direkomendasikan segera setelah pasien stabil. Pada pasien Sindrom HELLP yang usia gestasinya sudah viabel sampai ≥36 minggu, persalinan direkomendasikan ditunda 24-48 jam untuk melakukan pemberian kortikosteroid. Walaupun belum terbukti memperbaiki keluaran kehamilan (pregnancy outcome) pada ibu dan janin, pada beberapa studi, selain bermanfaat untuk pematangan paru janin, kortikosteroid juga terbukti bermanfaat untuk meningkatkan jumlah trombosit. [11,12,13]