Etiologi Bruxism
Etiologi bruxism bersifat multifaktorial yang dapat dikelompokkan menjadi faktor perifer (morfologis), sentral (patofisiologis), dan psikososial. Berbagai studi juga mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan sebagai etiologi bruxism dan berbagai faktor risiko yang memperburuk kondisi bruxism.
Meskipun bukti ilmiah yang adekuat belum tersedia, bruxism kerap kali dihubungkan dengan stres psikologis. Pasien dengan bruxism dilaporkan lebih cenderung mengalami masalah mental, seperti depresi, ansietas, dan pikiran paranoid.[1-5,8]
Faktor Sentral
Arousal response merupakan perubahan mendadak dalam tingkat kedalaman atau kenyenyakan tidur, dimana individu mengalami tahap lighter sleep atau terbangun. Respon ini disertai gerakan tubuh kasar, peningkatan denyut jantung, perubahan pernapasan, dan peningkatan aktivitas otot. Sebuah studi menunjukkan bahwa 86% episode bruxism berhubungan dengan arousal response bersamaan dengan gerakan kaki involunter.
Etiologi bruxism juga diduga berkaitan dengan gangguan pada sistem neurotransmitter sentral. Dihipotesiskan bahwa terjadi ketidakseimbangan pada jalur langsung dan tidak langsung dari ganglia basal pada penderita bruxism.
Dopamine diduga dapat menghambat aktivitas bruxism, sementara adrenalin dan noradrenalin merupakan aktivator. Serotonin, gamma-aminobutyric acid (GABA), cholecystokinin, dan orexin diduga berperan sebagai modulator rhythmic masticatory muscles activity (RMMA).
Beberapa studi juga mengindikasikan faktor genetik sebagai etiologi dari bruxism. Namun, model pewarisan atau penanda genetik pastinya masih belum diketahui.[2-5]
Faktor Psikososial
Bruxism telah sangat banyak dikaitkan dengan stres psikologis. Pasien dengan bruxism telah dilaporkan lebih cenderung mengalami ansietas, depresi, fobia sosial, dan ideasi paranoid. Meski demikian, belum ada studi yang secara sahih dan jelas menunjukkan hubungan sebab-akibat antara stres psikologis dengan bruxism.[2-5,8]
Faktor Perifer
Studi terdahulu mengatakan bahwa bruxism memiliki hubungan dengan deviasi pada oklusi dan artikulasi gigi. Namun, studi lebih baru mengindikasikan bahwa tidak ada keterkaitan antara bruxism dan faktor perifer tersebut.[2-5]
Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat memperburuk aktivitas bruxism, terutama sleep bruxism, antara lain:
-
Gangguan tidur: obstructive sleep apnea (OSA), parasomnia, kebiasaan mendengkur keras, posisi tidur tengkurap
- Gaya hidup: konsumsi alkohol berat, kafein, tembakau, perokok pasif
-
Obat-obatan: amphetamine, antipsikotik seperti quetiapine, antidepresan seperti fluoxetine, dan obat yang memiliki efek katekolaminergik seperti cocaine dan ekstasi
- Faktor psikologi: stress, kecemasan dan sifat khas individu
- Riwayat masa kanak-kanak: GERD, polimorfik genetik, anak laki-laki dengan kebiasaan menggigit kuku, bibir, dan benda
-
Kelainan neuropsikiatri: Down syndrome, sindrom Rett, cerebral palsy, dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), Pallister-Killian
- Genetik: reseptor serotonin dan dopamine yaitu 5-HTR2A dan DRD1, matrix enzim metalloproteinase 9 (MMP-9)
-
Kondisi medis: gangguan sendi temporomandibula dan gastroesophageal reflux disease (GERD)[1,5,10,20]