Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Kejang Demam kirti 2022-09-14T09:58:38+07:00 2022-09-14T09:58:38+07:00
Kejang Demam
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Kejang Demam

Oleh :
dr. Ferdinand Sukher
Share To Social Media:

Diagnosis kejang demam merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosis banding yang mungkin dapat menjadi penyebab kejang. Pada kondisi kejang demam, tidak didapatkan keterlibatan gangguan neurologis lainnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada penyebab kejang di intrakranial.[3,14,15]

Klasifikasi Kejang Demam

Berdasarkan derajat keparahannya, kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:

  • Kejang demam sederhana: durasi <15 menit dan umumnya berhenti sendiri. Kejang dapat berupa kejang umum (tonik dan/atau klonik) dengan maksimal 1 bangkitan kejang dalam 24 jam
  • Kejang demam kompleks: durasi >15 menit atau berulang lebih dari 2 kali, dan ada fase tidak sadar di antara 2 bangkitan kejang. Kejang dapat berupa kejang fokal/parsial atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Bangkitan kejang lebih dari 1 kali dalam 24 jam[1]

Anamnesis

Orang tua yang datang membawa anak dengan kejang demam perlu dianamnesis lebih lanjut untuk menentukan penyebab kejang dan keterlibatan sistem saraf lainnya. Beberapa pertanyaan adalah riwayat kejang atau kejang demam sebelumnya, riwayat gangguan neurologis, riwayat tumbuh kembang, dan riwayat penyakit lain sejak lahir yang dapat menjadi faktor risiko kejang demam. Selain itu, ditanyakan juga riwayat gangguan neurologis dan kejang demam pada keluarga.

Informasi terkait kejang dan demam yang perlu digali adalah:

  • Bentuk kejang umum atau fokal untuk menentukan klasifikasi kejang demam
  • Durasi dan frekuensi kejang
  • Kelainan neurologis sebelum dan setelah kejang, seperti penurunan kesadaran, gangguan motorik, atau gangguan sensorik
  • Suhu demam yang memicu kejang, untuk menentukan faktor risiko kejang demam berulang

  • Penyebab demam, untuk memberikan tata laksana yang[3,14,15]

Pemeriksaan Fisik

Selain peningkatan suhu, biasanya pemeriksaan fisik anak dengan kejang demam normal. Kondisi anak setelah kejang biasanya akan kembali sadar tanpa gangguan neurologis.

Gejala dan tanda lain dapat ditemukan sesuai dengan penyebab demam, misalnya ronki paru pada bronkopneumonia. Untuk menyingkirkan diagnosis banding, penting untuk melihat tanda meningitis dan ensefalitis berikut:

  • Meningitis: kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif, dengan/tanpa gejala neurologis fokal (tanda-tanda ini jarang terlihat pada bayi baru lahir dengan meningitis)

  • Ensefalitis: gangguan kesadaran, perubahan tingkah laku, penemuan neurologis fokal (hemiparesis, kejang fokal, disfungsi otonom), gangguan motorik, ataksia, gangguan saraf kranial, disfagia, meningismus, atau disfungsi sensorimotor unilateral[4,11,14]

Diagnosis Banding

Gejala dan tanda kejang pada anak harus didiagnosis banding dengan meningitis, ensefalitis, ensefalopati, epilepsi, dan breath-holding spells.

Meningitis Bakterial Akut

Pasien tampak lebih letargis dan gelisah, yang disertai gangguan kesadaran setelah kejang, ruam kulit, fontanel membonjol, dan kaku kuduk. Hasil pungsi lumbal akan tidak normal, dengan hasil kultur liquor cerebrospinalis (LCS) tumbuh bakteri.[11,14]

Meningitis Viral

Pasien mengalami kaku kuduk positif. Hasil pungsi lumbal tidak normal, tetapi kultur bakteri LCS negatif. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) kemungkinan positif.[11,14]

Ensefalitis Viral

Gejala prodromal meliputi gejala infeksi saluran napas atas (ISPA) akut, yang diikuti nyeri kepala, kaku kuduk, dan kejang. Ruam kulit mungkin timbul. Pemeriksaan pungsi lumbal dan kultur bakteri LCS tidak spesifik, karena dapat menunjukkan hasil yang normal. Pemeriksaan virus dapat ditemukan positif, seperti herpes simpleks.[11,14]

Ensefalopati Akut

Gejala prodromal seperti gejala pada infeksi virus, di mana kejang diikuti dengan gangguan kesadaran. Kondisi ini dapat disebabkan oleh zat beracun, termasuk pada sindrom Reye. Pemeriksaan pungsi lumbal dapat menunjukkan:

  • Tekanan LCS meningkat
  • Hitung sel dan protein meningkat
  • Rasio albumin LCS/serum meningkat, yang mengindikasikan adanya gangguan sawar otak dan menjadi tanda awal dari ensefalopati akibat virus yang akut
  • Enzim liver dan kadar amonia di dalam darah meningkat
  • Gula/glukosa darah dapat menurun[11,14]

Hasil pemeriksaan penunjang di antaranya elektroensefalografi (EEG) yang terganggu, MRI otak dapat normal atau tidak normal (nekrosis thalamus bilateral, edema otak), serta pemeriksaan virus dapat ditemukan positif virus influenza A.[11,14]

Epilepsi

Pada epilepsi, kejang tidak disertai dengan demam. Hasil EEG pada epilepsi dapat menunjukkan gelombang epileptiform, seperti gelombang spike and slow. Terdapat beberapa jenis epilepsi yang dapat menjadi diagnosis banding kejang demam, yaitu:

  • Generalized epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+), adalah sebuah penyakit akibat gangguan genetik autosomal dominan. Ditemukan riwayat kejang demam yang terjadi lebih dari 5 tahun dan riwayat bangkitan kejang tanpa demam

  • Sindrom Dravet atau severe myoclonic epilepsy of infancy (SMEI), merupakan penyakit mutasi genetik. Ditandai dengan epilepsi yang tidak kunjung membaik, tampak seperti kejang demam pada tahun pertama. Kejang onset dini, berulang dan tipe kejang yang sering terjadi adalah kejang fokal dan klonik[11,14]

Breath-Holding Spells

Breath-holding spells adalah bayi afebris yang mengalami apnea, sianosis, dan gerakan menghentak-hentak pada ekstremitas setelah menangis. Kondisi ini juga dapat terjadi setelah stimulasi vagal yang tidak disengaja. Breath-holding spells biasanya terjadi pada anak berusia 6−18 bulan.[11,14]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk meyakini bahwa anak kejang disebabkan oleh demam, bukan karena kelainan organik dalam otak.

Pungsi Lumbal

Pungsi Lumbal tidak rutin dilakukan pada saat terjadi kejang demam, kecuali bila ada tanda dan gejala meningitis. Indikasi pemeriksaan pungsi lumbal pada anak dengan kejang demam adalah:

  • Anak memiliki tanda dan gejala meningitis, seperti kaku kuduk, tanda Kernig, dan Brudzinski, atau anak dengan riwayat dan pemeriksaan yang mengarah ke meningitis atau infeksi intrakranial
  • Bayi usia 6−12 bulan yang belum menerima vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HiB) atau vaksin Streptococcus pneumoniae, atau bayi dengan status imunisasi yang tidak jelas
  • Anak sudah menerima antibiotik sebelumnya, yang dapat memudarkan tanda dan gejala meningitis
  • Pasca kejang demam kompleks untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, karena kemungkinan tanda dan gejala meningitis menjadi sulit untuk dievaluasi[3,4]

Elektroensefalografi (EEG)

Elektroensefalografi (EEG) rutin tidak disarankan pada kejang demam sederhana, karena tidak efektif biaya dan berpotensi menimbulkan kecemasan orang tua. Tidak ada studi yang kuat yang menyimpulkan EEG bisa memprediksi kemungkinan risiko epilepsi.

Walaupun EEG yang abnomal terus menerus memiliki nilai prediksi yang lebih tinggi, tetapi masih membutuhkan studi lanjutan. Oleh karena itu, tidak banyak studi yang bisa menyimpulkan apakah EEG efektif dilakukan untuk pasien kejang demam kompleks.[11,15,16]

Pencitraan

CT-Scan kepala (computed tomography scan) dan MRI otak (magnetic resonance imaging) tidak dianjurkan untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana, karena risiko tidak sebanding dengan keuntungan. Pemeriksaan pencitraan dapat mendeteksi gangguan struktural di dalam otak, tetapi memiliki efek samping.

Efek samping CT-Scan adalah paparan radiasi yang besar, sedangkan MRI di antaranya efek obat-obatan sedatif yang biasa diberikan sebelum prosedur dilakukan. CT Scan dan MRI dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding dari kejang demam. Kecurigaan akan diagnosa banding muncul saat terdapat gangguan neurologis sebelum dan setelah kejang.[4,14]

Pemeriksaan Laboratorium

Tujuan utama pemeriksaan penunjang pada kasus kejang demam adalah mencari sumber infeksi yang menyebabkan demam, bukan untuk menegakkan diagnosis kejang demam. Namun, jika penyebab demam sudah diketahui pasti, misalnya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), maka diagnosis klinik sudah cukup adekuat. Serum elektrolit jarang ditemukan bermanfaat pada evaluasi kejang demam.[3,4]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Nathania Sutisna

Referensi

1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, et al. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016.
3. Dustin. S, Kerry.P. S, Molly. B. Febrile Seizures: Risks, Evaluation, and Prognosis. Am Fam Physician 2019; 99: 445–450.
4. Xixis K, Samanta D, Keenaghan M. Febrile Seizure. StatPearls. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448123/
11. Baumann RJ. Pediatric Febrile Seizures. Medscape. 2018.https://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview.
13. Renda R, Yüksel D, Gürer YKY. Evaluation of Patients with Febrile Seizure: Risk Factors, Reccurence, Treatment and Prognosis. Pediatr Emerg Care 2020; 36: 173–177.
15. Aslan M. Evaluation of Patients Presenting With First Febrile Seizure. Cureus 2021; 42: 13–16.
16. Cappellari AM, Brizio C, Mazzoni MB, et al. Predictive value of EEG for febrile seizure recurrence. Brain Dev 2018; 40: 311–315.
17. Laino D, Mencaroni E, Esposito S. Management of pediatric febrile seizures. Int J Environ Res Public Health; 15. Epub ahead of print 2018. DOI: 10.3390/ijerph15102232.

Epidemiologi Kejang Demam
Penatalaksanaan Kejang Demam

Artikel Terkait

  • Profilaksis Kejang Demam pada Anak
    Profilaksis Kejang Demam pada Anak
  • Konsekuensi Jangka Panjang Akibat Kejang Demam Berulang
    Konsekuensi Jangka Panjang Akibat Kejang Demam Berulang
Diskusi Terkait
Anonymous
03 Februari 2023
Terapi untuk anak kejang demam tanpa rawat inap
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, mohon berdiskusi....apakah anak dg kejang demam harus di rawat inap? Kadang org tua tdk tahu beda kejang dan menggigil....adakah pedoman terapi...
Anonymous
13 Desember 2022
Pemeriksaan lab selama terapi antikejang pada anak usia <18 bulan
Oleh: Anonymous
7 Balasan
Alo Dokter, izin bertanya dan sharingnya, jika anak <18 bulan dg diagnosis kejang demam komplek dan diberikan terapi asam valproat 1 tahun, apakah selama...
Anonymous
23 November 2022
Perlukah tetap diberikan diazepam jika kejang demam sudah berhenti?
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Alo dok jika kejang demam anak durasi kurang dari 5 menit, kejang baru pertama kali, sebelum diberikan diazepam rektal kejang sudah berhenti, perlukah tetap...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.