Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
Penatalaksanaan anemia defisiensi besi (ADB) dilakukan berdasarkan derajat keparahan dan gejala penyerta, meliputi:
- Modifikasi Diet
- Penanganan kondisi penyerta
- Terapi besi oral
- Terapi besi parenteral
- Transfusi darah
Keberhasilan terapi ADB ditandai dengan peningkatan hemoglobin sebanyak 2 g/dL dalam 3 minggu. Pengobatan harus dilanjutkan selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan persediaan besi dalam darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi. [4,5,7]
Modifikasi Diet
Defisiensi besi sering kali terjadi karena kurangnya asupan besi. Modifikasi diet dapat membantu untuk mencegah rekurensi ADB dan dapat diterapkan bersamaan dengan terapi besi. Makanan seperti roti, teh, atau susu sering kali menghambat penyerapan besi. Pasien dengan pica juga harus dilakukan edukasi dan konseling untuk modifikasi diet.[4]
Terapi Kondisi Penyerta
Terapi anemia harus meliputi penanganan kondisi yang menyebabkan. Penyakit yang sering kali menyertai ADB adalah:
- Gangguan haid
- Perdarahan gastrointestinal
- Perdarahan saluran kemih
- Infeksi cacing
- Gangguan ginjal
Pengobatan dilakukan sesuai dengan masing-masing kondisi tersebut. Bila kondisi penyerta tidak dapat ditangani, pikirkan untuk merujuk pasien. [4,6,13]
Terapi Besi Oral
Terapi oral zat besi merupakan terapi yang efektif dan paling terjangkau untuk ADB. Dosis rekomendasi asupan besi untuk ADB adalah besi elemental 150 – 200 mg per hari. Sediaan yang ada antara lain:
Besi elemental (garam besi) : Dapat diberikan dengan dosis 50-65 mg sebanyak 3-4 kali sehari pada dewasa. Pada anak dapat diberikan 3 mg/kgBB sebelum makan atau 5 mg/kgBB setelah makan. Tablet besi harus disimpan dengan baik agar jauh dari jangkauan anak-anak, karena satu tablet dewasa dapat mengakibatkan kematian pada anak.
Sulfas ferrosus : Sulfas ferrosus merupakan terapi pilihan pada ADB. Diberikan 3x sehari dengan tablet 325 mg yang mengandung 65 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferrosus harus dilanjutkan sampai 2 bulan setelah koreksi Hb untuk membuat persediaan besi normal kembali.
Ferrous fumarat : Dapat diberikan 2–3 kali sehari. Setiap tablet ferrous fumarat mengandung 106 mg besi elemental.
Ferrous glukonat : Dapat diberikan 3 kali sehari. Setiap tablet ferrous glukonat mengandung 28–36 mg besi elemental.
Konsumsi zat besi oral sebaiknya dilakukan sebelum makan untuk penyerapan yang lebih baik dan diminum dengan jus jeruk. Penambahan vitamin C 500 Unit atau 100 gram sekali sehari dapat membantu penyerapan besi.
Terapi zat besi sering kali menimbulkan efek samping, sehingga perlu edukasi pasien tentang tata cara konsumsi besi oral yang baik. Efek samping yang sering timbul antara lain:
- Mual
- Muntah
- Diare
- Konstipasi
- Nyeri epigastrik
-
Heartburn
- Buang air besar kehitaman
- Alergi
Terapi zat besi oral sering kali mengalami kegagalan. Kegagalan terapi besi oral dapat terjadi pada:
- Diagnosis ADB tidak tepat, misalnya terdapat talasemia, sindrom myelodisplasia, dll
- Kepatuhan minum obat pasien rendah
- Terdapat penyakit lain yang menyertai atau terapi lain yang mengganggu terapi besi, seperti gagal ginjal, kemoterapi, dll
- Gangguan penyerapan obat, misalnya penggunaan antasida, konsumsi susu, dll
- Terdapat perdarahan melebihi asupan besi, misalnya perdarahan gastrointestinal, pasien dialisis, dll
- Penyakit kelainan darah bawaan atau herediter
-
Anemia defisiensi besi refrakter besi/iron-refractory iron deficiency anemia (IRIDA) [4,7,13]
Berbagai studi juga telah mempelajari bagaimana cara pemberian suplementasi zat besi pada ibu hamil yang tepat.
Terapi Besi Parenteral
Besi parenteral dapat diberikan apabila pasien mengalami kegagalan terapi oral atau memiliki kondisi berikut: (1) Perdarahan berlebih, (2) Gangguan ginjal kronis, (3) Penyakit radang usus/inflammatory bowel disease, dan (4) Pasien kanker.
Obat yang dapat digunakan antara lain adalah:
Besi dekstran : Dapat diberikan intramuskuler ataupun intravena dengan dosisi 1000 mg dalam 1 jam.
Besi sukrosa : Dapat diberikan injeksi intravena dengan bolus lambat (dosis <300 mg) atau infus (500 mg dalam beberapa jam)
- Kompleks ferik-glukonat (tidak tersedia di Indonesia)
- Besi karboksilmatosa (tidak tersedia di Indonesia)
Pemberian besi parenteral harus dibawah pengawasan dokter spesialis. Penggunaan besi parenteral ini terkadang kurang dilakukan karena resiko efek samping alergi yang cukup tinggi, seperti anafilaksis, syok, hingga kematian. [4,7]
Transfusi Darah
Transfusi darah diindikasikan pada pasien dengan Hb < 6-8 g/dL, terutama pada pada ibu hamil dengan gawat janin atau gawat ibu, hemodinamik tidak stabil, perdarahan aktif, iskemia organ karena ADB berat. Transfusi dilakukan dengan packed red cell 300 ml 2 unit. Pasien yang memerlukan transfusi harus dirujuk. [5,7,13]
Kriteria Rujukan
Tidak semua pasien ADB dapat ditangani di fasilitas layanan kesehatan (faskes) primer. Pasien perlu dirujuk apabila mengalami:
- Anemia gravis
- Gagal terapi besi oral
- Memerlukan terapi besi parenteral
- Indikasi transfusi darah
- Memerlukan modalitas diagnostik tambahan
- Komplikasi anemia
- Penyakit penyerta yang bukan kompetensi dokter umum atau faskes primer
- Tipe anemia yang bukan kompetensi dokter umum atau faskes primer [4,5,7,13]
Follow-Up
Pasien-pasien ADB disarankan untuk melakukan pengecekan darah kembali setiap 3 bulan selama 1 tahun setelah diagnosis, apabila hasil didapatkan normal tes darah diulang 1 kali setelah 12 bulan.[14]