Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Patofisiologi Erupsi Obat general_alomedika 2021-04-09T13:32:42+07:00 2021-04-09T13:32:42+07:00
Erupsi Obat
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Erupsi Obat

Oleh :
dr. Monik Alamanda
Share To Social Media:

Patofisiologi erupsi obat dapat dibagi menjadi reaksi imun dan reaksi non-imun.

Reaksi Imun

Reaksi imun pada erupsi obat dikategorikan seperti reaksi hipersensitivitas. Coombs dan Gell mengklasifikasikan reaksi imun pada erupsi obat dalam empat kategori.[5]

Tipe I

Patofisiologi tipe I dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE) dengan manifestasi berupa urtikaria, angioedema, dan anafilaksis. Insulin merupakan salah satu contoh obat yang dapat menyebabkan reaksi tipe ini.[5]

Tipe II

Reaksi imun tipe II ditandai dengan reaksi sitotoksik yang bermanifestasi sebagai hemolisis dan purpura. Beberapa contoh obat yang dapat menyebabkan reaksi imun tipe ini adalah penicillin, sefalosporin, sulfonamid, dan rifampicin.[5]

Tipe III

Reaksi imun tipe III terjadi akibat pembentukan kompleks imun yang terdeposit pada kulit dan pembuluh darah kecil dengan manifestasi sebagai vaskulitis dan urtikaria. Contoh obat yang dapat menyebabkan tipe ini adalah quinin, aspirin, klorpromazin, dan sulfonamid.[2,5]

Tipe IV

Reaksi imun tipe IV merupakan mekanisme penyebab tersering dari erupsi obat. Tipe ini merupakan reaksi tipe lambat yang dimediasi oleh sel T. Saat sel T yang telah tersensitisasi terpapar kembali pada suatu antigen, akan terjadi pelepasan sitokin yang mengaktivasi monosit dan makrofag.

Manifestasi yang muncul dapat menyerupai dermatitis kontak, reaksi eksantematosa, reaksi fotoalergi, hingga manifestasi berat seperti Sindroma Stevens Johnson (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN). Tipe ini tidak bergantung pada dosis dan muncul 7-20 hari setelah pengobatan dimulai.[2,5]

Reaksi Non-Imun

Reaksi non-imun pada erupsi obat dapat dibagi menjadi akumulasi, efek samping, pelepasan mediator sel mast secara langsung, reaksi idiosinkratik, intoleransi, dan fenomena Jarisch-Herxheimer.[5]

Akumulasi

Contoh akumulasi adalah argyria yaitu perubahan warna biru keabuan pada kulit dan kuku jari pada penggunaan semprot hidung perak nitrat.[5]

Efek Samping

Meskipun tidak diinginkan, efek samping obat bersifat normal dan diprediksi muncul pada penggunaan obat. Contohnya adalah kerontokan rambut akibat penggunaan agen kemoterapeutik seperti siklofosfamid.[5]

Pelepasan Mediator Sel Mast

Pelepasan mediator sel mast bergantung pada dosis. Misalnya, konsumsi aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) lainnya dapat mengganggu produksi leukotriene, sehingga menginduksi pelepasan histamin dan mediator sel mast lain. Contoh obat lain yang dapat menyebabkan reaksi ini adalah kontras radiografi, alkohol, opium, quinin, atropin, dan vancomycin.[5]

Reaksi Idiosinkratik

Reaksi idiosinkratik tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dijelaskan oleh properti farmakologi dari obat tersebut. Contohnya adalah pasien mononukleosis yang mengalami ruam setelah mengonsumsi penicillin.[5]

Ketidakseimbangan Flora Normal

Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menekan tumbuhnya flora normal dalam tubuh yang memungkinkan spesies lain tumbuh tidak terkendali. Contohnya adalah kandidiasis pada penggunaan antibiotik.[5]

Intoleransi

Intoleransi disebabkan variasi individu yang menurunkan toleransinya terhadap beberapa obat tertentu. Contohnya, individu dengan enzim N-asetiltransferase yang bekerja lebih lambat cenderung lebih rentan mengalami lupus akibat obat setelah mengonsumsi procainamide. [5]

Fenomena Jarisch-Herxheimer

Fenomena ini disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap berbagai endotoksin dan antigen bakteri lainnya yang dilepaskan oleh bakteri saat mengalami kehancuran atau lisis. Reaksi yang mungkin muncul adalah demam, limfadenopati, erupsi makula atau urtikaria, dan eksaserbasi lesi kulit yang sudah ada sebelumnya.

Munculnya reaksi ini bukan indikasi untuk menghentikan terapi. Seiring dengan penggunaan obat dan berkurangnya antigen bakteri, reaksi ini juga akan mengalami perbaikan. Contoh obat yang dapat menyebabkan fenomena ini adalah terapi penicillin pada sifilis, pengobatan lepra, pengobatan antijamur pada infeksi dermatofita, dan terapi dietilkabaramazin pada onkosersiasis.[5]

Referensi

2. Ahmed AM, Pritchard S, Reichenberg J. A Review of Cutaneous Drug Eruptions. Clinics in Geriatric Medicine. 2013 May;29(2):527–45.
5. Blume JE. Drug Eruptions: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Medscape, 2020. https://emedicine.medscape.com/article/1049474-overview

Pendahuluan Erupsi Obat
Etiologi Erupsi Obat

Artikel Terkait

  • Antibiotic Skin Test Bukan Prediktor yang Tepat untuk Reaksi Alergi
    Antibiotic Skin Test Bukan Prediktor yang Tepat untuk Reaksi Alergi
Diskusi Terbaru
Anonymous
Kemarin, 20:43
Bolehkah imunisasi MMR diberikan pada anak dengan TB Kelenjar dalam pengobatan? Atau ditunda dulu?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dok,Apakah boleh memberikan imunisasi MMR pada anak dengan TB Kelenjar dalam pengobatan?
Anonymous
1 hari yang lalu
Rekrutmen Relawan Dokter & Perawat Vaksinator COVID-19 Wilayah Sumatera Utara
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alodokter!   Tim proyek EpiC Indonesia - FHI 360, sedang melakukan rekrutmen relawan dokter dan perawat tim vaksinasi COVID-19 dan Tenaga Data Entry PCare...
Anonymous
1 hari yang lalu
lansia dg pegal seluruh badan
Oleh: Anonymous
1 Balasan
mohon info ibu saya 3 hari ini mengeluh seluruh badannya pegal dan linu semua.. ada riwayat gastritis dan hipertensi.. obat atau vitamin apa yg sesuai...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.