Epidemiologi Erupsi Obat
Epidemiologi erupsi obat sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena variasi manifestasi lesi yang muncul dan variasi kriteria inklusi pada berbagai penelitian. Dalam beberapa penelitian, produk darah dimasukkan sebagai salah satu penyebab, sedangkan pada penelitian lain tidak.
Global
Secara umum, menurut berbagai penelitian prevalensi erupsi obat bervariasi antara 0,7-3% pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit.
Angka kejadian erupsi obat ditemukan lebih tinggi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pasien dengan HIV, lupus eritematosus sistemik, dan limfoma. Pasien dengan HIV memiliki risiko 8,7 kali lebih tinggi mengalami reaksi erupsi obat dibanding populasi pada umumnya.[2]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi erupsi obat secara keseluruhan di Indonesia. Penelitian oleh Purwanti dan Hidayat tahun 2011-2013 di department kulit sebuah rumah sakit di Malang menunjukkan kasus erupsi kulit akibat obat selama tiga tahun sebesar 0,91% dengan pasien perempuan lebih banyak dibanding pria. Manifestasi klinis tersering adalah fixed drug eruption dengan obat penyebab tersering adalah paracetamol, asam mefenamat, kotrimoksazol, obat antituberkulosis, dan carbamazepine.[6]