Primary Care Dermatology Society (PCDS) mempublikasikan pedoman penanganan kerontokan rambut di fasilitas kesehatan primer pada tahun 2025. Pedoman ini menjelaskan mengenai cara membedakan antara alopesia sikatriksial (scarring) dan non-sikatriksial (non-scarring).
Pedoman PCDS juga menjelaskan pertimbangan utama bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien dengan keluhan rambut rontok serta menyediakan beberapa pertanyaan sederhana untuk konsultasi awal. Pedoman ini menjelaskan tentang rekomendasi pemeriksaan penunjang awal dan anjuran agar klinisi bersikap sensitif dalam melakukan anamnesis.[1]
Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini
Penyakit | Kerontokan Rambut |
Tipe | Penatalaksanaan |
Yang Merumuskan | Primary Care Dermatology Society |
Tahun | 2025 |
Negara Asal | Eropa |
Dokter Sasaran | Dokter Umum, Dokter Layanan Primer, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin |
Penentuan Tingkat Bukti
Panel ahli memberikan masukan mengenai kondisi kulit yang umum dan penting dibahas untuk praktik sehari-hari. Panel ini terdiri dari spesialis yang kaya akan pengalaman kerja baik di fasilitas kesehatan primer dan sekunder. Panel dan anggota PCDS menghimpun berbagai macam sumber, termasuk pedoman tata laksana dari berbagai negara. Metode penentuan tingkat bukti ataupun level rekomendasi tidak dijelaskan secara spesifik oleh PCDS.[1]
Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda
Pedoman PCDS tentang konsultasi kerontokan rambut menekankan bahwa proses anamnesis dan pemeriksaan harus dilakukan dengan sensitif, karena kondisi ini sering berdampak besar secara psikologis.[1]
Penggalian Riwayat dan Pemeriksaan Fisik
Rekomendasi terkait anamnesis:
- Riwayat yang perlu digali mencakup keluhan utama (rambut rontok, menipis, patah), distribusi, dan pola kerontokan.
- Gali mengenai gejala kulit kepala (gatal, nyeri, bersisik, berkerak), riwayat perawatan rambut, gaya rambut, penggunaan helm atau headwear lain, kondisi medis dan stresor baru-baru ini, obat-obatan, serta riwayat keluarga.
- Penting juga mengeksplorasi keyakinan, kekhawatiran, serta dampak emosional pasien terhadap kerontokan rambut.
Rekomendasi terkait pemeriksaan fisik:
- Evaluasi pola kerontokan (lokal, difus, atau fokal)
- Kondisi kulit kepala (apakah ada jaringan parut, inflamasi, pustul, atau perubahan pigmen)
- Pemeriksaan kuku dan limfadenopati kepala-leher.
- Dermoskopi sangat dianjurkan untuk membedakan alopesia sikatriksial vs non-sikatriksial.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dasar yang direkomendasikan meliputi pemeriksaan ferritin binding capacity (FBC), status zat besi (feritin), urinalisis, vitamin D, dan fungsi tiroid. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat meliputi pengukuran kadar zinc, asam folat, dan vitamin B12 jika terdapat masalah pola makan.
Serologi sifilis juga bisa diperiksakan jika dicurigai penyebab yang mendasari adalah sifilis. Pemeriksaan lain yang bisa dipilih sesuai kecurigaan klinis adalah antibody antinuclear (ANA), kadar testosteron, indeks androgen bebas, dan kadar sex hormone binding globulin (SHBG).
Jika terlihat pustula, pemeriksaan usap bakteri dapat membantu. Jika terlihat skuama atau diduga etiologic jamur, lakukan kerokan dari tepi skuama dan pencabutan rambut untuk pemeriksaan mikologi.[1]
Rekomendasi Tata Laksana
Prinsip dasar penanganan kerontokan rambut adalah:
- Rujukan ke spesialis diperlukan bila diagnosis meragukan, dicurigai alopesia sikatriks, kerontokan progresif/luas, tidak ada perbaikan setelah 3–6 bulan, atau bila pasien mengalami distress psikologis berat.
- Prinsip tata laksana harus disesuaikan dengan preferensi pasien.
- Realistis dalam memberikan harapan.
- Pertimbangkan dukungan psikologis dan opsi kosmetik (misalnya wig).
- Lakukan optimalisasi nutrisi.
Untuk alopesia non-sikatriksial, beberapa bentuk yang sering ditemui adalah:
- Telogen effluvium: biasanya timbul 2–6 bulan setelah pemicu (infeksi, stres, persalinan, penurunan berat badan, obat) dan dapat pulih dalam 6–9 bulan bila faktor pencetus diatasi.
- Alopesia androgenetik: progresif, dengan pola khas pada pria maupun wanita. Terapi bisa menggunakan obat bebas, atau rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder.
Alopesia areata: penyakit autoimun yang bisa patchy hingga totalis/universalis. Terapi awal berupa steroid topikal poten 3–6 bulan. Bila refrakter atau cepat progresif, dirujuk untuk terapi lanjutan.
Tinea kapitis: infeksi jamur pada kulit kepala. Butuh terapi antijamur oral.
Traction alopecia: akibat gaya rambut dengan tarikan kronis. Penanganan utama adalah edukasi dan perubahan gaya rambut untuk menurunkan risiko tarikan.
Untuk alopesia sikatriksial, tujuan terapi adalah menghentikan progresi kerontokan, karena folikel yang sudah rusak tidak dapat dipulihkan. Tipe ini memerlukan rujukan cepat dengan dokumentasi foto yang baik untuk mendapat terapi yang tepat di spesialis atau fasilitas kesehatan sekunder.[1]
Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia
Pedoman klinis yang digunakan di Indonesia merujuk pada Panduan Praktik Klinis yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski). Menurut pedoman ini, telogen effluvium dan alopesia androgenetik butuh rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Untuk alopesia areata, selain steroid topikal, bisa digunakan minoxidil topikal selama 3 bulan.
Menurut pedoman Perdoski, pengobatan tinea kapitis, terutama tipe kerion, harus segera dilakukan di fasilitas kesehatan primer agar mencegah terjadinya alopesia sikatriksial. Terdapat banyak preparat anti jamur yang dapat digunakan, seperti griseofulvin dan terbinafine. Terapi topikal tidak boleh diberikan tunggal, harus sebagai adjuvan terapi sistemik.[2,3]
Kesimpulan
Panduan penanganan kerontokan rambut di layanan kesehatan primer diterbitkan oleh Primary Care Dermatology Society (PCDS) pada tahun 2025. Beberapa rekomendasi penting dalam pedoman ini yang perlu diperhatikan untuk praktik klinis adalah:
- Anamnesis pada kasus kerontokan rambut harus dilakukan dengan sensitif, mengingat kondisi ini sering berdampak signifikan secara psikologis.
- Dermoskopi perlu dilakukan untuk membedakan alopesia sikatriksial vs non-sikatriksial.
- Kasus alopesia sikatriksial memerlukan rujukan ke spesialis atau ke fasilitas kesehatan sekunder.