Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Methadone
Penggunaan methadone pada kehamilan dikategorikan oleh FDA sebagai kategori C. Pada ibu menyusui, methadone diekskresikan melalui ASI.
Penggunaan Methadone pada Ibu Hamil
Kategori C (FDA): Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[7,8]
Penelitian methadone pada wanita hamil menyatakan hasil yang tidak konsisten dan belum ditemukan hubungan yang jelas antara methadone dan efeknya pada fetal. Hal yang dapat terjadi pada kehamilan diantaranya adalah peningkatan risiko prematur, intrauterine growth retardation (IUGR), dan mortalitas fetal. Observasi klinis in utero juga menunjukkan penurunan aktivitas janin, respirasi, dan denyut jantung janin pada ibu hamil konsumsi methadone oral setiap hari dibandingkan wanita hamil normal. [7]
Jika dibandingkan dengan adiksi heroin, penggunaan methadone pada wanita hamil menghasilkan keluaran yang lebih baik. Pada trimester ketiga konsumsi methadone dosis tinggi berhubungan dengan semakin baiknya pertumbuhan janin dibandingkan wanita hamil adiksi heroin yang tidak diobati.[7]
Selain itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti toksisitas akibat methadone pada fetal, namun dapat terjadi NAS (Neonatal Abstinence Syndrome) dan efek postnatal methadone. NAS terjadi pada 60-90% neonatal pada wanita hamil dependensi opioid yang mendapat methadone management therapy (MMT) disebabkan karena penarikan dari methadone pada hari-hari pertama kehidupan neonatus (48-72 jam). Gejalanya berupa tangisan melengking, hiperrefleks, tremor, hipertonik, konvulsi, regurgitasi, diare, dehidrasi, hidrosis, demam, takipnea, abrasi kulit, nafsu makan buruk, hidung tersumbat (Finnegan scale).[7]
Keluaran postnatal yang terekspos oleh methadone adalah penurunan lingkar kepala, tinggi, dan kenaikan berat badan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak hingga usia 5.5 tahun. Selain itu methadone juga meningkatkan risiko terjadinya mortalitas, mikrosefali, strabismus, dan gangguan perilaku (mood, kognitif, dan atensi).
Penggunaan Methadone pada Ibu Menyusui
Methadone juga diekskresikan dalam ASI sehingga bayi terekspos methadone. Rasio ASI:plasma methadone bervariasi antara 0.05-1.89, rata-rata per harinya infant hanya terekspos 0.01 – 0.1 mg/hari. Eliminasi methadone pada bayi lebih lama (32.5 jam) daripada dewasa (24 jam) sehingga terdapat potensi toksisitas methadone pada infant. Edukasi ibu untuk mengenali tanda-tanda toksisitas seperti peningkatan rasa kantuk, kesulitan menyusu, kesulitan bernapas, atau lemas.
Laktasi merupakan salah satu cara untuk mengatasi NAS. Bayi terus mendapat methadone dalam dosis minimal yang berfungsi sebagai analgesik gejala penarikan (withdrawal). Tidak hanya mengatasi NAS, menyusui juga akan membantu ibu untuk membangun ikatan emosional dengan anak sehingga ibu menyusui yang mendapat MMT harus diedukasi untuk tetap menyusui.[7,9,10]