Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Furosemide
Penggunaan furosemide pada kehamilan masuk dalam kategori FDA C. Penggunaan furosemide pada menyusui diduga tidak terlalu berpengaruh pada bayi, namun dapat menurunkan produksi ASI.
Penggunaan pada Kehamilan
Furosemide terkadang diberikan pada kasus edema dan preeklampsia.
Keamanan obat furosemide pada kehamilan termasuk kategori C, artinya studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. [3]
FDA mengkategorikan C berdasarkan studi pada kelinci. Hasil studi menunjukkan pemberian furosemide dengan dosis 25 mg/hari (2 kali lipat dosis furosemide oral yang direkomendasikan untuk manusia), 50 mg/hari, serta 100 mg/hari mengakibatkan kematian maternal dan aborsi. Selain itu studi juga menunjukan peningkatan risiko hidronefrosis pada fetus tikus dan kelinci yang mendapat terapi furosemide dibandingkan grup kontrol. [3]
Akan tetapi studi surveilan pada ibu yang mendapat terapi furosemide pada trimester pertama menunjukan dari total 350 bayi yang terpapar, 5,1% (18 bayi) mengalami defek kelainan kongenital major. Walaupun banyak faktor yang mungkin terlibat, seperti penyakit ibu, obat lainnya, serta faktor genetik, hasil studi ini menunjukan adanya asosiasi antara furosemide dan defek kongenital (hipospadia). Terapi furosemide pada trimester 2 dan 3 tidak menunjukan efek samping pada fetus maupun neonatus. [9]
Penggunaan pada Menyusui
Studi menunjukan rasio konsentrasi furosemide dalam ASI dibandingkan plasma ibu (milk:plasma ratio) yakni 0,5-0,82. Tidak ada laporan kasus terkait efek samping pada bayi.
Kadar furosemide sangat rendah dalam ASI sehingga diduga tidak menimbulkan efek samping pada bayi. Akan tetapi furosemide dosis tinggi dapat mengurangi produksi ASI [9]