Pengawasan Klinis Moxifloxacin
Pengawasan klinis moxifloxacin diperlukan pada pasien yang berisiko mengalami efek samping berbahaya, seperti pemanjangan interval QT.
Penggunaan Moxifloxacin dosis tunggal per oral hingga 2,8 gram tidak berhubungan dengan efek samping serius apapun. Namun, bila terjadi overdosis, pertolongan pertama dapat dilakukan dengan pengosongan lambung dan hidrasi yang adekuat pada pasien.
Pemantauan dengan EKG perlu dilakukan untuk melihat ada tidaknya pemanjangan interval QT. Pemberian karbon aktif segera setelah kejadian overdosis terbukti dapat mengurangi eksposur metabolit moxifloxacin secara sistemik.
Pada pasien yang mengonsumsi warfarin dan derivatnya, moxifloxacin dan golongan quinolone lainnya dapat meningkatkan efek antikoagulan. Sehingga perlu dilakukan pemantauan dengan pemeriksaan prothrombin time, International Normalized Ratio (INR), dan metode pemeriksaan lainnya yang sesuai. [3]
Penggunaan moxifloxacin pada pasien dengan penyakit radang panggul komplikata (contohnya abses pelvis atau tuboovarium) lebih direkomendasikan secara intravena. Namun, perlu diingat bahwa penyakit radang panggul dapat disebabkan oleh fluoroquinolone-resistant Neisseria gonorrhoeae, sehingga pemberian sebagai terapi tunggal sebaiknya dihindari. Pasien dapat diberikan antibiotik kombinasi quinolone dan golongan sefalosforin. [7]