Korelasi Konsumsi Antihipertensi dengan Demensia

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Bukti ilmiah terkait korelasi konsumsi obat antihipertensi dengan demensia menunjukkan hasil berbeda-beda. Sebagian penelitian mendukung adanya hubungan antara penggunaan antihipertensi dengan peningkatan risiko demensia, tetapi ada pula yang tidak mendukung.

Hipertensi diketahui memiliki dampak negatif terhadap fungsi kognitif, termasuk fungsi psikomotor. Fluktuasi tekanan darah dalam jangka waktu yang panjang juga dilaporkan dapat meningkatkan intensitas white matter, memengaruhi ketebalan tunika intima-media, dan menyebabkan aterosklerosis pada arteri karotis.[1,2]

shutterstock_674844589-min

Selain itu, hipertensi juga dilaporkan sebagai faktor risiko utama vascular cognitive impairment (VCI), yaitu istilah yang menggambarkan spektrum defisit neurologis akibat gangguan vaskular. Salah satu manifestasi VCI yang parah adalah demensia vaskular. Hipertensi juga telah dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko demensia Alzheimer.[3,4]

Dugaan Efek Obat Antihipertensi Terhadap Demensia

Sistem renin-angiotensin diduga berperan dalam progresivitas demensia Alzheimer dengan meningkatkan vasokonstriksi, menurunkan aliran darah serebral, meningkatkan degradasi â-amiloid, menghambat pelepasan asetilkolin, dan meningkatkan produksi sitokin proinflamasi.[5]

Fluktuasi dari tekanan darah yang terjadi berkepanjangan akibat hipertensi juga akan menyebabkan disfungsi pada mikrovaskular, seperti mikroinfark atau mikrohemoragik. Gangguan fungsi kognitif juga dapat terjadi akibat menurunnya perfusi serebral dan jejas iskemik yang terjadi di otak, di mana hal ini menjadi dasar hipotesis bahwa obat antihipertensi memiliki efek protektif terhadap demensia.[4]

Proses transduksi sinyal terkait kalsium di neuron, yaitu yang terkait hiperfosforilasi dan apoptosis, akan dihambat dengan pemberian penyekat kanal kalsium, sehingga diduga berperan dalam efek protektif terhadap demensia. Obat penyekat kanal kalsium juga diduga mampu menghambat onset penyakit Alzheimer dengan memblokade peningkatan transport transmembran yang tidak seharusnya.[6,7]

Selain itu, loop diuretic diduga dapat menurunkan risiko terjadinya demensia melalui mekanisme pasif, yaitu meningkatkan konsentrasi asam urat yang dapat menurunkan risiko gangguan kognitif dan demensia, serta adanya efek vasodilatasi sistemik. Torasemid, suatu loop diuretic, juga telah terbukti dapat menurunkan edema serebri pada model hewan coba.[8,9]

Korelasi Obat Antihipertensi dan Demensia

Hingga saat ini, beberapa studi terdahulu telah melaporkan korelasi antara pemberian obat antihipertensi dengan demensia, gangguan kognitif, maupun penyakit Alzheimer. Namun, terbatasnya jumlah penelitian dan hasil penelitian yang masih bervariasi membuat hubungan antara keduanya inkonklusif.[10]

Studi yang Mendukung

Penelitian kohort prospektif dilakukan di Perancis oleh Tully et al. (2016), dengan melibatkan 6.537 pasien usia ≥65 tahun. Penelitian ini menemukan bahwa risiko demensia lebih rendah pada kelompok yang mengonsumsi non-dihydropyridine calcium antagonists (contoh verapamil dan diltiazem) dan loop diuretic (contoh furosemide).[6]

Meta analisis oleh Xu et al menunjukkan hasil serupa. Studi ini menganalisis 10 kohort prospektif dengan total sampel 30.895 subjek, dan menemukan bahwa pemberian obat antihipertensi dapat menurunkan insidensi demensia (RR 0,86). Namun, obat antihipertensi tidak menurunkan insidensi demensia Alzheimer dan gangguan kognitif.[10]

Penelitian oleh Yasar et al (2013), yang melibatkan 2.248 subjek, melaporkan bahwa diuretik, angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi, contoh captopril dan ramipril), dan angiotensin II receptor blocker (ARB, contoh valsartan dan irbesartan) berhubungan dengan penurunan risiko penyakit Alzheimer.[11]

Namun, interpretasi hasil penelitian ini harus dilakukan dengan hati-hati karena sebagian besar subjek telah memiliki berbagai komorbid metabolik, seperti diabetes melitus dan penyakit jantung koroner.[11]

Meta analisis oleh den Brok et al (2021) merekomendasikan calcium channel blocker (CCB) atau ARB sebagai pilihan pengobatan antihipertensi lini pertama, karena kedua golongan obat ini secara signifikan mengurangi risiko demensia.[14]

Studi Yang Tidak Mendukung

Tidak semua penelitian melaporkan korelasi yang baik antara obat antihipertensi dengan demensia. Peters et al melakukan uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 3336 partisipan dengan tujuan untuk mengevaluasi manfaat dan risiko dari terapi antihipertensi terhadap fungsi kognitif.[12]

Dalam studi ini, pasien dirandomisasi untuk mendapatkan 1,5 mg indapamide lepas lambat, 2-4 mg perindopril, atau plasebo. Peneliti melaporkan bahwa pemberian terapi antihipertensi pada populasi usia lanjut tidak menurunkan risiko terjadinya demensia.[12]

Hasil uji klinis Peters et al ini mendukung uji klinis terdahulu yaitu studi systolic hypertension in the elderly program (SHEP). Pada studi SHEP, efek obat antihipertensi terhadap demensia diteliti sebagai luaran sekunder. Dalam studi ini, tidak ditemukan perbedaan bermakna terkait angka kejadian demensia pada pasien yang mendapat obat antihipertensi (12,5–25 mg/hari chlorthalidone atau 25–50 mg/hari atenolol) dengan kelompok plasebo.[13]

Kesimpulan

Pemberian obat antihipertensi diduga dapat menurunkan risiko terjadinya demensia melalui mekanisme pengaturan homeostasis kalsium, peningkatan asam urat secara pasif, pencegahan fluktuasi tekanan darah, dan pencegahan gangguan perfusi pada otak.

Telah banyak studi terdahulu yang menunjukkan bahwa obat antihipertensi memiliki efek protektif terhadap demensia. Namun, terdapat uji klinis yang tidak mendukung hal ini. Uji klinis acak terkontrol dengan jumlah sampel yang besar diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih pasti dapat ditarik.

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi