Kolkisin: Lebih Dari Sekedar Obat Gout

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Kolkisin sedang dipelajari manfaatnya untuk berbagai penyakit kardiovaskular, seperti atrial fibrilasi, penyakit arteri koroner, dan perikarditis. Kolkisin merupakan obat antiinflamasi yang digunakan pada serangan gout dan familial mediterranean fever (FMF). Meski demikian, obat ini juga digunakan secara off label untuk terapi antiinflamasi pada kasus seperti calcium pyrophosphate disease dan sindrom Adamantiades-Behcet.[1-6]

Studi terkini telah menunjukkan bahwa inflamasi berkontribusi signifikan pada banyak patologi penyakit, lebih banyak dari yang diketahui sebelumnya, termasuk untuk penyakit kardiovaskuler seperti aterosklerosis dan atrial fibrilasi. Salah satu bukti kuat yang mendasari hal ini ditunjukkan oleh studi CANTOS (Canakinumab Anti-Inflammatory Thrombosis Outcomes Study).[7-9]

Kolkisin Lebih Dari Sekedar Obat Gout-min

Studi CANTOS melaporkan bahwa inhibisi interleukin-1ß melalui injeksi antibodi canakinumab mampu mengurangi angka kejadian kardiovaskuler hingga 15%. Oleh karenanya, strategi antiinflamasi mulai serius dipertimbangkan dalam tata kelola penyakit kardiovaskuler. Canakinumab injeksi masih amat mahal dan kurang tersedia, sedangkan kolkisin diberikan secara oral, murah, dan tersedia luas.[8-10]

Mekanisme Antiinflamasi Kolkisin

Kolkisin berikatan dengan tubulin dan menginhibisi polimerisasi tubulin, dengan demikian akan mendisrupsi aktivitas selular cytoskeleton, mitosis, dan transpor intrasel. Kolkisin akan terakumulasi di neutrofil dan akan mengganggu aktivitas neutrofil. Dengan begitu, kolkisin akan menginhibisi migrasi langsung neutrofil ke situs inflamasi (kemotaksis) dan sekaligus mengurangi adhesi neutrofil pada endotel yang mengalami inflamasi melalui penurunan kuantitatif ekspresi surface L-selectin adhesion molecule.

Lebih lanjut, kolkisin akan menginhibisi pula adhesi leukosit pada endotel terinflamasi dengan mengurangi ekspresi kualitatif E-selectin adhesion molecule, downregulation tumor necrosis factor receptor pada makrofag dan sel endotelial, serta mengurangi sekresi tumor necrosis factor alpha pada monosit.

Kolkisin telah diperlihatkan pula mampu mensupresi fosforilasi protein tirosin pada neutrofil yang mana berperan dalam proses inhibisi mobilisasi intrasel maupun pelepasan enzim granuler ekstrasel, seperti matriks metaloproteinase, elastase neutrofil, dan alfa-defensin yang berperan pada proses inflamasi.[2,7,8]

Studi juga menunjukkan bahwa kolkisin dapat supresi aktivasi NLR family pyrin domain containing 3 inflammasome (NLRP3) sehingga mampu menurunkan produksi inflammasome-mediated interleukin(IL) seperti IL-1ß  dan IL-18. Kedua interleukin proinflamasi ini akan diaktivasi di ekstrasel melalui enzim neutrofil yang mana diinhibisi pula oleh kolkisin. Proses inhibisi tersebut akan berujung pada penurunan produksi IL-6 dan C-reactive protein (CRP).[7,8]

Efikasi Kolkisin Untuk Penyakit Selain dari Gout

Sudah banyak bukti ilmiah yang menyokong manfaat pemberian kolkisin pada penyakit inflamasi selain dari gout. Ini mencakup perikarditis, atrial fibrilasi, penyakit pembuluh darah arteri koroner, dan penyakit serebrovaskular.

Peran Kolkisin pada Penyakit Perikardial

Sejumlah percobaan klinis telah dilaksanakan baik untuk perikarditis akut maupun rekuren, dengan menggunakan dosis awal kolkisin 1-2 mg yang diikuti oleh 0,5-1 mg setiap hari untuk terapi rumatan dengan durasi bervariasi. Meskipun semua studi tersebut masih memiliki partisipan yang sedikit, hasil temuannya mengindikasikan manfaat pemberian kolkisin.[2,8]

Manfaat kolkisin untuk pencegahan sindrom post perikardiotomi (PPS) telah dievaluasi melalui 3 uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 859 pasien. Uji klinis tersebut menggunakan dosis total kolkisin mulai dari 0,5 hingga 1,5 mg setiap hari selama satu bulan post operasi. Satu studi (n=163) menunjukkan adanya angka kejadian PPS lebih rendah untuk keunggulan kolkisin meski belum bermakna secara statistik. Sementara itu, 2 studi lain menunjukkan manfaat bermakna kolkisin daripada plasebo.[8]

Data studi lain di tahun 2015 dengan 197 partisipan melaporkan bahwa penundaan pemberian kolkisin 7 hingga 30 hari setelah operasi tidak mengurangi ukuran, jumlah efusi, ataupun mencegah cardiac tamponade. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa pemberian kolkisin sedini mungkin post operasi berperan penting untuk pencegahan PPS.[11]

Peran Kolkisin Pada Atrial Fibrilasi

Studi menemukan bahwa ada peningkatan inflammatory cytokine signaling beserta aktivasi NRRP3 inflammasome pada atrial fibrilasi. Peningkatan sitokin inflamasi tidak hanya memicu ectopic firing atrium tetapi juga menstimulasi myocyte remodeling dan fibrosis yang dapat mengakibatkan status permanen dari kejadian aritmia.[12,13]

Meta analisis terhadap 3 uji klinis menginvestigasi peran kolkisin pada pencegahan atrial fibrilasi post operatif pada 912 pasien. Studi ini menemukan bahwa pemberian kolkisin perioperatif dapat menurunkan insidensi atrial fibrilasi sebesar 35% selama periode pengamatan mulai dari 1 hingga 6 bulan post operatif. Namun, ada studi lain yang tidak menunjukkan hasil serupa meskipun studi tersebut memiliki kelemahan pada desain studinya, seperti desain label terbuka dan jumlah partisipan yang terlalu kecil.[8,14]

Data telah memperlihatkan adanya kejadian berulangnya atrial fibrilasi setelah menjalani prosedur catheter-based radiofrequency ablation pulmonary vein isolation (RFA PVI). Efikasi kolkisin untuk pencegahan atrial fibrilasi pada kondisi ini baru dievaluasi oleh 1 uji klinis yang diamati pada periode 3 bulan (n=161) dan ekstensi hingga 12 bulan (n=223). Studi ini melaporkan bahwa kolkisin 0,5 mg 2 kali sehari selama 3 bulan berhubungan dengan penurunan rekurensi atrial fibrilasi post prosedur pada pengamatan 3 dan 12 bulan.[15,16]

Kolkisin pada Penyakit Arteri Koroner

Pada kondisi normal, endotel arteri koroner relatif resisten terhadap adhesi dari leukosit sirkulasi. Namun, tidak demikian saat sudah terjadi proses inflamasi pada aterokslerosis. Proses adhesi akan diikuti oleh aktivasi dan selanjutnya terjadi pelepasan enzim granuler neutrofil matriks metalloproteinase yang menimbulkan kerentanan plak aterosklerotik.[2,8]

Bukti uji klinis yang menginvestigasi efek kolkisin pada penyakit arteri koroner stabil (Stable CAD) diawali oleh studi Low-Dose Colchicine (LoDoCo) dengan 532 partisipan yang terdiagnosis melalui angiografi dan stabil dengan terapi medis optimal. Dengan median 3 tahun masa follow-up, ditemukan bahwa ada penurunan signifikan sindrom koroner akut (ACS), out-of-hospital cardiac arrest, dan non-cardioembolic ischemic stroke pada grup kolkisin.[17]

Dengan keterbatasan pada jumlah sampel dan kontrol plasebo, maka studi tersebut diikuti oleh percobaan LoDoCo2 yang melibatkan 5522 pasien stable CAD. Dengan median follow up 29 bulan, hasil studi ini menemukan bahwa kolkisin mampu menurunkan risiko composite cardiovascular end point yang mencakup kematian kardiovaskuler, infark miokard, stroke iskemik ataupun ischemia-driven coronary revascularization hingga 31% jika dibandingkan plasebo.[18]

Bukti Ilmiah yang Tidak Menunjukkan Manfaat Kolkisin pada Penyakit Arteri Koroner:

Pada populasi pasien ACS, studi pilot Low-Dose Colchicine After Myocardial Infarction belum menemukan perbedaan bermakna. Studi ini melibatkan 237 pasien yang dirawat inap karena infark miokard dan mendapat kolkisin dosis 0,5 mg setiap hari.[19]

Hasil studi tersebut ditindaklanjuti oleh percobaan Colchicine in Patients with Acute Coronary Syndrome (COPS) yang melibatkan 795 partisipan ACS yang mendapat 0,5 mg kolkisin 2 kali sehari vs plasebo. Hasil analisis awal melaporkan tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kolkisin dan grup kontrol pada mortalitas semua sebab, ACS, ischemia-driven urgent revascularization, dan noncardioembolic ischemic stroke setelah 12 bulan terapi kolkisin.[19]

Studi lanjutan Colchicine for Left Ventricular Infarct Size reduction in Acute Myocardial Infarction (COVERT-MI) menginvestigasi efek kolkisin pada reperfusion injury ACS. 192 pasien yang rawat inap untuk intervensi koroner perkutan (PCI) setelah episode pertama infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) mendapat kolkisin dosis tinggi (2 mg dosis awal kemudian 0,5 mg 2 kali sehari) atau plasebo. Studi ini tidak menemukan perbedaan bermakna antar kedua grup dalam hal ukuran infark, penanda inflamasi, ataupun cedera miokardium pada follow-up 6, 24, dan 48 jam pasca PCI.[20]

Kolkisin Pada Penyakit Serebrovaskuler

Proses aterosklerosis dan inflamasi berperan pula pada perkembangan penyakit serebrovaskuler seperti stroke iskemik. Data awal manfaat kolkisin untuk risiko stroke telah diperlihatkan oleh studi Colchicine Cardiovascular Outcomes (COLCOT) pada 4745 pasien, dimana kolkisin ditemukan mampu mengurangi risiko stroke secara signifikan.[8,21]

Sebuah meta analisis di tahun 2020 yang mengevaluasi data gabungan dari 9 percobaan acak terkontrol (n= 6630 pasien) menemukan bahwa pemberian kolkisin menurunkan insiden stroke secara bermakna jika dibandingkan dengan plasebo (OR 0,33). Hasil serupa dilaporkan pula oleh 2 meta analisis lain pada populasi pasien dengan penyakit arteri koroner.[22-24]

Data studi retrospektif terbaru di tahun 2022 terhadap pasien diabetes mellitus dengan atau tanpa gout, membandingkan antara kohort kolkisin (n=8761) dan non-kolkisin (n=8761) dengan menggunakan propensity score matching. Studi ini menunjukkan bahwa insidensi stroke lebih rendah secara signifikan pada kohort kolkisin. Meski demikian, analisis pada sub distribution hazard model memperlihatkan bahwa kolkisin tidak berhubungan dengan penurunan insiden stroke hemoragik pada pasien diabetes yang tidak menderita gout.[25]

Posisi Kolkisin pada Pedoman Klinis di Luar Kasus Gout

Beberapa pedoman klinis telah memasukkan kolkisin dalam panduan penanganan berbagai penyakit selain gout, seperti perikarditis.

Pedoman Penanganan Perikarditis

Kolkisin sudah menjadi terapi standar pada pedoman terapi perikarditis. Pedoman European Society of Cardiology (ESC) telah merekomendasi kolkisin sebagai terapi lini pertama, baik untuk perikarditis akut maupun rekuren. Kolkisin dapat diberikan bersamaan dengan regimen antiinflamasi konvensional seperti aspirin atau obat antiinflamasi non-steroid (OAINS).

Kolkisin diberikan selama 1 hingga 3 bulan pada perikarditis akut dan sedikitnya 6 bulan pada perikarditis rekuren dengan dosis 0,5 mg 2 kali sehari untuk berat badan> 70 kg dan 0,5 mg sekali sehari untuk berat badan <70kg.[6,8]

Pedoman Penanganan Sindrom Dressler

Untuk kasus sindrom Dressler, pedoman ESC juga sudah merekomendasikan kolkisin dikombinasikan dengan aspirin dalam dosis yang serupa untuk kasus perikarditis.[6,8]

Pedoman Pencegahan Sindrom Post Perikardiotomi (PPS)

Untuk kasus PPS, pedoman ESC merekomendasikan untuk mempertimbangkan kolkisin pada pencegahan PPS. Kolkisin diberikan selama 1 bulan setelah bedah jantung.[6,8]

Kolkisin pada Penanganan Berbagai Kondisi Lainnya

Belum ada rekomendasi pedoman klinis untuk penggunaan kolkisin pada tujuan pencegahan atrial fibrilasi setelah tindakan catheter-based radiofrequency ablation pulmonary vein isolation (RFA PVI).[26]

Hingga saat ini juga belum ada rekomendasi khusus terkait penggunaan kolkisin sebagai terapi secondary prevention pada kasus pasien kardiovaskuler maupun penyakit serebrovaskuler. Namun, dengan banyaknya sokongan data klinis valid yang sudah ada maupun penelitian yang masih berjalan, besar kemungkinan rekomendasi bersangkutan bisa diumumkan dalam waktu dekat.[8]

Kesimpulan

Berbagai data ilmiah telah menunjukkan manfaat kolkisin sebagai antiinflamasi pada kasus selain gout. Uji klinis telah menyokong penggunaan kolkisin dalam penanganan perikarditis, sindrom Dressler, pencegahan sindrom post perikardiotomi, atrial fibrilasi, dan juga penyakit arteri koroner.

Referensi