Efek Terapi Testosterone terhadap Sistem Kardiovaskular – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan

Cardiovascular Safety of Testosterone-Replacement Therapy

Lincoff AM, Bhasin S, Flevaris P, Mitchell LM, Basaria S, Boden WE, Cunningham GR, Granger CB, Khera M, Thompson Jr IM, Wang Q. Cardiovascular Safety of Testosterone-Replacement Therapy. New England Journal of Medicine. 2023. PMID: 37326322

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Keamanan kardiovaskular pada terapi sulih hormon testosterone pada laki-laki paruh baya dan lanjut usia belum diketahui.

Metode: Uji klinis acak terkontrol, buta ganda, noninferioritas, dan melibatkan beberapa pusat studi ini mengikutsertakan 5.246 laki-laki usia 45-80 tahun dengan riwayat atau risiko tinggi penyakit kardiovaskular, gejala hipogonadisme, dan kadar testosterone puasa kurang dari 300 ng/dL dalam 2 kali pemeriksaan sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian terbagi menjadi dua grup, yang menerima gel testosteron 1,62% transdermal (pengaturan dosis untuk menjaga kadar testosteron pada 350-750 ng/dL) atau gel plasebo.

Luaran primer mengenai keamanan terkait kardiovaskular adalah peristiwa pertama dari kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard nonfatal, atau stroke nonfatal, dinilai berdasarkan analisis time-to-event. Luaran sekunder mengenai keamanan terkait kardiovaskular adalah peristiwa pertama dari kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard nonfatal, atau stroke nonfatal, serta adanya prosedur revaskularisasi koroner.

Noninferioritas membutuhkan batas atas hazard ratio kurang dari 1,5 untuk 95% confidence interval pada subjek penelitian yang menerima setidaknya satu dosis testosteron atau plasebo.

Hasil: Rerata durasi terapi sebesar 21,7±14,1 bulan dan rerata pemantauan sebesar 33,0±12,1 bulan. Luaran primer terkait keamanan kardiovaskular terjadi pada 182 (7,0%) subjek grup testosterone dan 190 (7,3%) subjek grup plasebo (Hazard ratio 0,96; 95% CI 0,78 - 1,17; p<0,001 bagi noninferioritas). Insiden luaran sekunder terkait keamanan kardiovaskular ditemukan serupa pada kedua grup. Ditemukan insiden atrial fibrilasi, acute kidney injury, dan emboli paru yang lebih tinggi pada grup testosterone.

Kesimpulan: Pada pasien laki-laki dengan hipogonadisme dan risiko tinggi penyakit kardiovaskular, terapi pengganti testosterone tidak inferior mengenai insiden major adverse cardiac events bila dibandingkan dengan plasebo.

TerapiTestosteroneKardiovaskular

Ulasan Alomedika

Jurnal ini meneliti keamanan terapi pengganti testosterone dari segi kardiovaskular. Berbagai studi kohort telah dilakukan untuk mengetahui efek kardiovaskular dari terapi pengganti testosterone, namun hasil studi-studi tersebut berbeda-beda, dengan sebagian menunjukkan peningkatan risiko kardiovaskular dan lainnya menemukan penurunan risiko.

Uji klinis acak terkontrol ini dilakukan untuk mengetahui efek terapi pengganti testosterone terhadap kejadian kardiovaskular pada pasien hipogonadisme dengan risiko tinggi.

Ulasan Metode Penelitian

Uji ini dilakukan dengan melibatkan laki-laki usia 45 sampai 80 tahun dengan riwayat penyakit kardiovaskular atau peningkatan risiko kardiovaskular. Partisipan yang diikutkan mengalami setidaknya satu gejala hipogonadisme dan memiliki kadar testosteron serum puasa kurang dari 300 ng/dL dari sampel darah pukul 5 dan 11.

Penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, atau penyakit arteri perifer. Peningkatan risiko kardiovaskular mencakup hipertensi, dislipidemia, perokok, penyakit ginjal kronik setidaknya stadium 3, peningkatan kadar C-reactive protein, usia setidaknya 65 tahun, atau skor Agatston coronary calcium melebihi persentil 75.

Intervensi dan Luaran:

Subjek penelitian terbagi menjadi dua grup, yaitu grup yang menerima gel testosterone 1,62% transdermal dan grup plasebo. Luaran primer mengenai keamanan kardiovaskular adalah peristiwa pertama dari kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard nonfatal, atau stroke nonfatal, dinilai berdasarkan analisis time-to-event. Luaran sekunder adalah luaran primer ditambah prosedur revaskularisasi koroner. Analisis dilakukan menggunakan regresi Cox proportional-hazard.

Ulasan Hasil Penelitian

Terdapat 5.204 pasien yang terlibat sebagai subjek penelitian, di mana 2.601 subjek masuk dalam grup testosterone dan 2.603 subjek masuk dalam grup plasebo. Pada grup testosterone, rerata terapi berada pada 21,8±14,2 bulan, sedangkan pemantauan dilakukan dalam rerata 33,1±12,0 bulan. Pada grup plasebo, rerata terapi dan pemantauan masing-masing 21,6±14,0 dan 32,9±12,1 bulan.

Luaran primer terjadi pada 7% subjek grup testosteron dan 7,3% subjek grup plasebo, dengan hazard ratio (HR) 0,96. Kejadian luaran primer di luar data >365 hari setelah dosis pertama terjadi pada 5,9% subjek grup testosterone dan 5,8% subjek grup plasebo.

Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada luaran sekunder. Namun, pada analisis efek samping, subjek grup testosterone mengalami insidensi yang sedikit lebih tinggi terhadap kejadian kanker prostat, peningkatan kadar Prostate Specific Antigen (PSA) serum, peningkatan tekanan darah sistolik, kejadian atrial fibrilasi, dan kejadian acute kidney injury.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kejadian luaran keamanan kardiovaskular pada kedua grup. Terapi sulih hormon testosterone tidak inferior dibandingkan plasebo dalam keamanan kardiovaskular. Namun, efek samping non-kardiovaskular tetap perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan terapi testosterone.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan utama penelitian ini adalah desain yang digunakan. Penelitian ini menggunakan desain acak terkontrol buta ganda yang dapat meminimalisir bias pada hasil penelitian. Penelitian ini juga melibatkan berbagai pusat studi, sehingga jumlah sampel yang diteliti cukup besar. Desain penelitian dan jumlah sampel pada jurnal ini meningkatkan kualitas hasil dan menurunkan risiko bias.

Selain itu, pemilihan luaran pada penelitian ini menggambarkan tujuan penelitian dengan baik. Di luar dari tujuan mengenai keamanan kardiovaskular, penelitian ini juga melakukan analisis terhadap efek samping non-kardiovaskular. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini dapat diandalkan sebagai bahan pertimbangan klinisi dalam pemberian terapi pengganti testosterone kepada pasien hipogonadisme dengan risiko kardiovaskular yang tinggi.

Limitasi Penelitian

Limitasi dari penelitian ini adalah pemilihan gel testosterone transdermal sebagai intervensi dalam penelitian. Pemakaian gel secara mandiri oleh pasien dapat menyebabkan variasi terhadap dosis testosterone yang diterima oleh masing-masing subjek penelitian bila dibandingkan dengan testosterone sediaan dosis tetap per oral, sublingual, injeksi intramuskular, hingga implan subkutan. Variasi dosis dapat terjadi akibat penggunaan gel dengan jumlah, cara pemakaian, dan lokasi kulit yang berbeda.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini dapat direplikasi dan diterapkan di Indonesia. Hipogonadisme juga terjadi pada populasi laki-laki Indonesia, meskipun belum ada data epidemiologis yang menggambarkan insiden penyakit ini. Terapi pengganti testosterone dalam berbagai sediaan juga tersedia di Indonesia. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi klinisi dalam memberikan testosterone kepada pasien dengan risiko kardiovaskular tinggi.

Referensi