Vaksinasi COVID-19 pada Wanita Hamil dan Menyusui

Oleh :
dr. Nurul Falah

Efektivitas dan keamanan vaksinasi COVID-19 pada wanita hamil dan menyusui masih menjadi topik yang sering ditanyakan. Saat ini Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) telah merekomendasikan wanita hamil untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19. Selain itu, CDC juga telah menyatakan bahwa ibu hamil dan ibu menyusui dapat menerima vaksinasi COVID-19. Akan tetapi, rekomendasi KEMENKES RI hanya memperbolehkan ibu menyusui untuk divaksin.[1-3]

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Hal ini tentu menjadi dilema bagi dokter dan pasien. Apalagi, wanita hamil dilaporkan memiliki risiko lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil untuk mengalami COVID-19 yang parah. Diperlukan suatu metode pencegahan COVID-19 yang efektif pada wanita hamil karena COVID-19 yang parah pada populasi ini dapat meningkatkan risiko persalinan preterm, keguguran, hingga kematian.[4-6]

Bukti Terkini tentang Dampak COVID-19 pada Wanita Hamil

Studi terhadap 240–427 wanita hamil yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 menunjukkan bahwa risiko persalinan preterm akibat COVID-19 adalah 10–25% dan dapat mencapai 60% pada wanita dengan penyakit berat.[5,7]

shutterstock_1865844430-min

 

Selain itu, analisis data surveilans nasional yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 409.462 wanita dengan COVID-19 simtomatik juga menunjukkan bahwa wanita hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk dirawat di intensive care unit (ICU), untuk dipasang ventilasi mekanik, dan untuk mengalami kematian. Adjusted risk ratio untuk setiap parameter tersebut adalah 3.0, 2.9, dan 1.7 secara berurutan.[5,8]

Hingga saat ini, belum diketahui apakah respons imun maternal terhadap COVID-19 dapat ikut melindungi janin. Namun, IgG SARS-CoV-2 dilaporkan dapat ditemukan pada neonatus yang memiliki hasil IgM SARS-CoV-2 negatif dan hasil polymerase chain reaction (PCR) negatif. Antibodi spesifik SARS-CoV-2 terlihat dapat melewati plasenta meskipun secara kurang efisien bila dibandingkan antibodi influenza dan pertusis.[5,9]

Bukti Terkini tentang Dampak COVID-19 pada Wanita Menyusui

Hingga saat ini, belum ada laporan tentang deteksi SARS-CoV-2 dalam ASI dan belum ada bukti tentang penularan virus ini melalui ASI. Kejadian COVID-19 pada neonatus juga sangat jarang ditemukan. Selain itu, dalam suatu studi yang melibatkan 116 wanita menyusui dengan COVID-19, semua bayi dilaporkan negatif infeksi SARS-CoV-2 dan tidak memiliki gejala apa pun.[5,10]

Vaksinasi pada Wanita Hamil dan Menyusui Secara Umum

Vaksinasi saat hamil bertujuan untuk mencegah morbiditas maternal dan melindungi janin dari penyakit infeksi sebelum imunisasi primer dapat dilengkapi. Contoh vaksinasi yang direkomendasikan pada wanita hamil adalah vaksin influenza dan pertusis yang merupakan jenis vaksin inactivated.

Selama beberapa dekade terakhir, vaksin tipe inactivated telah dilaporkan aman untuk wanita hamil. Suatu uji klinis vaksin influenza inactivated di Nepal terhadap 3.693 wanita hamil menunjukkan bahwa vaksin ini berhubungan dengan penurunan relatif insidensi flu-like syndrome sebesar 19%, penurunan relatif berat badan lahir rendah sebesar 15%, dan penurunan relatif influenza bayi sebesar 30%.[5,11,12]

Efikasi dan Keamanan Vaksin COVID-19 pada Wanita Hamil dan Menyusui

Saat ini data efikasi dan keamanan vaksin COVID-19 pada wanita hamil dan menyusui masih terbatas karena alasan etik membuat studi yang ada tidak melibatkan populasi ini. Hal ini menyebabkan mayoritas asosiasi medis kesulitan menentukan rekomendasi vaksinasi untuk populasi ibu hamil dan menyusui.

Vaksin Inactivated COVID-19

Di Indonesia, vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech adalah vaksin inactivated COVID-19 pertama yang telah mendapat Emergency Use Authorization (EUA) setelah menjalani uji klinis fase 3. Vaksin inactivated dibuat dari mikroorganisme yang telah dimatikan, sehingga diharapkan lebih aman daripada vaksin hidup yang dilemahkan.

Pada populasi umum, efek samping vaksin inactivated COVID-19 berdasarkan studi adalah demam, mialgia, nyeri kepala, mual, fatigue, dan kemerahan atau nyeri pada area suntikan. Oleh karena itu, secara umum, vaksin inactivated COVID-19 sebenarnya memiliki profil keamanan yang baik. Namun, data untuk ibu hamil masih terbatas.[4,5]

Vaksin mRNA COVID-19

Selain vaksin inactivated, terdapat pula vaksin COVID-19 jenis mRNA yang diduga bersifat lebih aman untuk wanita hamil dan menyusui. Hal ini dikarenakan vaksin mRNA tidak mengandung virus tetapi hanya mengandung komponen genetik yang dirancang untuk menyerupai materi genetik virus. Setelah vaksin mRNA berhasil membentuk antibodi, komponen genetik mRNA tersebut akan musnah.[5,13]

Vaksin mRNA diperkirakan tidak menembus plasenta meskipun antibodi yang terbentuk dapat menembus plasenta dan memberikan janin kekebalan. Selain itu, saat menyusui, lipid vaksin mRNA diduga tidak mencapai jaringan payudara meskipun antibodi dan sel-T yang distimulasi oleh vaksin dapat mencapai ASI.

Efek samping vaksin ini juga dilaporkan ringan, yakni nyeri ringan-sedang pada area suntikan, fatigue, dan sakit kepala. Namun, studi langsung terhadap populasi ibu hamil dan menyusui juga belum dilakukan. Selain itu, vaksin mRNA merupakan teknologi yang lebih baru daripada vaksin inactivated, sehingga riset jangka panjang tentang profil keamanannya pada wanita hamil belum tersedia.[5,14,15]

Rekomendasi Vaksinasi COVID-19 untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Mayoritas organisasi kesehatan telah merekomendasikan vaksinasi COVID-19 untuk ibu hamil dan menyusui. Namun, keputusan ini masih bisa bervariasi antar organisasi dan masih mungkin berubah di kemudian hari sesuai perkembangan ilmu COVID-19.

Rekomendasi World Health Organization (WHO)

Awalnya WHO tidak menganjurkan vaksinasi COVID-19 untuk ibu hamil. Namun, WHO kemudian merevisi pernyataannya dan memperbolehkan wanita hamil untuk menerima vaksin COVID-19, terutama bila wanita tersebut termasuk dalam kelompok yang rentan seperti tenaga kesehatan.

WHO telah menganjurkan pemberian vaksin CoronaVac Sinovac, Oxford/AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer BioNTech untuk ibu hamil dan ibu menyusui apabila manfaat dinilai lebih besar dari risiko, misalnya pada kelompok yang rentan.[13,16-18]

WHO juga menyatakan bahwa meskipun data tentang penggunaan vaksin COVID-19 pada ibu hamil masih terbatas, vaksin tipe inactivated untuk penyakit lain seperti hepatitis B dan tetanus selama ini dapat digunakan dengan aman pada ibu hamil.[16]

Rekomendasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

Berdasarkan rekomendasi CDC, wanita hamil dan menyusui dapat menerima vaksin COVID-19, terutama bila wanita tersebut termasuk dalam kelompok rentan. Namun, hal ini perlu disertai konseling yang memadai terkait manfaat dan risiko vaksin. Anamnesis menyeluruh diperlukan untuk memastikan pasien tidak memiliki komorbiditas lain.[2,5]

Menurut CDC, meskipun data tentang penggunaan vaksin COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui masih terbatas, data preliminary yang ada saat ini tidak menemukan efek berbahaya bagi ibu maupun janin.[2]

Rekomendasi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)

Pedoman terbaru POGI yang dipublikasikan di bulan Juli 2021 merekomendasikan agar vaksinasi COVID-19 dilakukan pada ibu hamil dengan usia kehamilan >12 minggu dan paling lambat pada usia kehamilan 33 minggu. Vaksin COVID-19 yang diperbolehkan oleh POGI adalah vaksin dari Pfizer, Moderna, AstraZeneca, Sinovac, dan Sinopharm.

Kelompok ibu hamil yang disarankan untuk divaksin adalah sebagai berikut:

  • Risiko tinggi: ibu hamil yang berusia >35 tahun, yang mengalami obesitas, dan yang memiliki komorbid seperti diabetes dan hipertensi

  • Risiko rendah: ibu hamil yang berisiko rendah tetapi memilih untuk divaksin setelah konseling dengan tenaga medis[3]

Rekomendasi Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

Rekomendasi PAPDI yang dirilis bulan Januari 2021 dan infografis yang dirilis bulan Maret 2021 belum menganjurkan vaksinasi COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui karena data yang ada mengenai penggunaan pada populasi ini masih terbatas. PAPDI menyatakan bahwa untuk sementara ini data lebih lanjut masih ditunggu.[19,20]

Rekomendasi Kementerian Kesehatan Indonesia (KEMENKES)

Berdasarkan Surat Edaran KEMENKES RI nomor HK.02.02/I/368/2021, ibu menyusui bisa diberikan vaksinasi COVID-19 tetapi ibu hamil belum disarankan untuk diberikan vaksinasi ini. Surat Penyesuaian Teknis Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 yang dirilis bulan April 2021 juga masih masih menyebutkan kehamilan sebagai salah satu alasan penundaan vaksin. Peraturan ini masih mungkin berubah mengingat rekomendasi POGI yang terbaru telah menyarankan vaksinasi pada ibu hamil.[1,21]

Rekomendasi Umum untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Hendak Vaksinasi COVID-19

Pasien harus membuat informed decision setelah mendapatkan informasi yang adekuat tentang vaksin, termasuk bukti efikasi dan risiko vaksin mikroorganisme lain yang sudah pernah diuji pada ibu hamil atau menyusui. Selain itu, pasien dianjurkan tetap menjalani protokol kesehatan, seperti physical distancing, mengenakan masker, dan mencuci tangan. Wanita menyusui dapat didukung untuk melanjutkan pemberian ASI.[2,5]

Kesimpulan

Wanita hamil termasuk kelompok yang rentan mengalami COVID-19 yang lebih parah. Selain itu, wanita hamil yang terkena COVID-19 yang parah juga berisiko mengalami persalinan preterm, keguguran, hingga kematian.

Data efikasi dan keamanan vaksin COVID-19 jenis inactivated, mRNA, maupun vektor viral pada populasi ibu hamil dan menyusui saat ini masih terbatas. Namun, menilik data studi vaksin inactivated untuk mikroorganisme lain, vaksin jenis ini dinilai cukup aman untuk ibu hamil dan menyusui. Vaksin mRNA merupakan teknologi yang lebih baru, sehingga studi profil keamanan jangka panjangnya pada ibu hamil belum tersedia.

Mayoritas organisasi kesehatan seperti CDC dan WHO telah menganjurkan vaksinasi COVID-19 pada wanita hamil dan menyusui, terutama bila wanita tersebut tergolong rentan. Di Indonesia, POGI juga telah menganjurkan vaksinasi untuk ibu hamil. Namun, vaksinasi ini harus disertai konseling dengan tenaga medis terkait manfaat dan risiko vaksin berdasarkan bukti yang ada saat ini.

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi