Red Flag Nyeri Kepala Pada Anak

Oleh :
dr. Virly Isella

Adanya red flag atau tanda bahaya nyeri kepala pada anak menandakan kemungkinan penyebab serius, seperti meningitis atau space occupying lesion. Nyeri kepala merupakan keluhan ketiga tersering yang menyebabkan anak berkunjung ke instalasi gawat darurat (IGD). Nyeri kepala pada anak umumnya bersifat self-limiting dan dapat mengalami resolusi dengan tata laksana yang sesuai. Berdasarkan penyebabnya, nyeri kepala dapat timbul akibat penyebab primer ataupun sekunder. Penyebab yang membahayakan nyawa dilaporkan pada sekitar 2% hingga 15,3% kasus.[1-3]

Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala tanpa disertai kelainan yang mendasari. Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang disebabkan adanya kelainan yang mendasari. Penyebab nyeri kepala primer tersering pada anak yaitu migraine dan tension-type headache (TTH). Penyebab nyeri kepala sekunder yang tidak berbahaya, antara lain infeksi pernapasan, sinusitis, dan infeksi virus yang bersifat ringan. Sementara itu, penyebab sekunder nyeri kepala yang berbahaya antara lain meningitis, ensefalitis, stroke, tumor, dan perdarahan intrakranial.[1,3,4]

Red Flag Nyeri Kepala Pada Anak-min

Penyebab Serius Yang Perlu Dipertimbangkan Pada Anak Dengan Nyeri Kepala

Beberapa penyebab serius yang perlu dipertimbangkan pada anak dengan keluhan nyeri kepala dan berpotensi membahayakan nyawa antara lain:

  • Kardiovaskular: hipertensi, koarktasio aorta, diseksi arteri servikal, venous sinus thrombosis,
  • Saraf: infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis dan ensefalitis, infeksi atau malfungsi ventriculoperitoneal shunt, stroke iskemik, reversible cerebral vasoconstriction syndrome (RCVS), hidrosefalus, tumor otak, perdarahan serebral, malformasi otak (chiari type I, Dandy Walker), hipertensi intrakranial idiopatik
  • Toksisitas: keracunan karbon monoksida.[1,4]

Dalam sebuah studi terhadap 810 anak dengan red flags yang menjalankan pemeriksaan neuroimaging, didapatkan penyebab sekunder nyeri kepala pada 17% pasien. Dalam studi ini, nyeri kepala yang mengancam nyawa didapatkan pada 5,2% dari semua partisipan, dan 30,4% dari seluruh pasien yang mengalami nyeri kepala sekunder. Pasien dengan nyeri kepala sekunder yang mengancam nyawa umumnya berusia lebih muda, memiliki kunjungan IGD yang lebih sering, dan nyeri memiliki awitan yang akut.[5]

Red Flags pada Anak dengan Nyeri Kepala

Secara umum, red flags atau tanda bahaya nyeri kepala pada anak mencakup adanya gejala atau tanda sistemik; kelainan neurologis; awitan yang mendadak; dan riwayat trauma. Red flags nyeri kepala pada anak selengkapnya adalah:

  • Nyeri kepala dengan awitan mendadak
  • Riwayat trauma dalam waktu dekat
  • Fotofobia
  • Kekakuan leher
  • Demam
  • Ruam yang tidak memucat
  • Gangguan wicara
  • Kelemahan pada wajah, tangan, atau kaki
  • Penurunan kesadaran
  • Nyeri kepala yang mempengaruhi kehadiran di sekolah
  • Perubahan perilaku
  • Gangguan gait atau keseimbangan
  • Nyeri kepala disertai muntah
  • Nyeri kepala yang memberat pada pagi hari atau bila menunduk
  • Pingsan[1,2,4,6-8]

Sekilas Mengenai Pendekatan Diagnostik Pasien Anak dengan Nyeri Kepala

Mayoritas kasus nyeri kepala pada anak bersifat swasirna dan didasari oleh etiologi jinak, seperti gangguan refraksi. Dalam anamnesis, dokter perlu menggali riwayat untuk membedakan penyebab primer dan sekunder, serta red flags yang memerlukan evaluasi lanjutan untuk menyingkirkan etiologi berat seperti meningitis atau perdarahan intraserebral.

Pemeriksaan fisik perlu mencakup tekanan darah dan tanda vital lainnya, kesadaran, serta pemeriksaan neurologis. Lihat adanya tanda sindrom neurokutaneus, seperti neurofibromatosis atau sklerosis tuberosa. Lakukan pengukuran lingkar kepala dan periksa adanya abnormalitas fokal yang baru muncul. Tanda adanya infeksi sistem saraf pusat dapat berupa kaku kuduk maupun fotofobia. Tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa gangguan kesadaran, papiledema, dan ataksia.

Mempertimbangkan Perlunya Pemeriksaan Pencitraan pada Anak dengan Nyeri Kepala

Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan pada anak dengan keluhan nyeri kepala antara lain CT Scan dan MRI. Keperluan pemeriksaan pencitraan bergantung pada skenario klinis masing-masing pasien.

Secara umum, pemeriksaan pencitraan pada anak tanpa riwayat trauma, infeksi, dan imunokompromais, hanya dilakukan bila terdapat tanda bahaya. Pemeriksaan pencitraan tidak direkomendasikan pada anak dengan nyeri kepala rekuren tanpa disertai abnormalitas pemeriksaan neurologis (temuan fokal, peningkatan tekanan intrakranial, gangguan kesadaran).

Pemeriksaan pencitraan mungkin dapat ditunda pada anak dengan keluhan nyeri kepala yang menyebabkan anak terbangun dari tidur, yang secara klinis baik, dan tidak ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan neurologis. Hal ini karena gejala ini juga dapat dijumpai pada nyeri kepala yang disebabkan oleh migraine.

Pada kasus akut, pemeriksaan inisial yang dilakukan dipilih berdasarkan indikasi spesifik. Sebagai contoh, kasus cedera otak traumatik umumnya diperiksa dengan CT Scan, sedangkan space occupying lesion umumnya dievaluasi menggunakan MRI. Pemeriksaan MRI lebih mahal dan pada anak usia kurang dari 6 tahun mungkin memerlukan pemberian sedasi.[1,3,9]

Referensi