Penatalaksanaan Ruptur Ginjal
Penatalaksanaan ruptur ginjal tergantung pada jenis trauma yang dialami dan status hemodinamik pasien. Stabilisasi dan keadaan gawat harus ditangani terlebih dahulu. Tercapainya hemodinamik yang stabil merupakan langkah penting dalam tata laksana ruptur ginjal. [2]
Tata Laksana Nonoperatif
Pada pasien ruptur ginjal dengan hemodinamik stabil, tata laksana nonoperatif atau konservatif merupakan standar manajemen pasien. Tata laksana nonoperatif melingkupi supportive care, tirah baring dengan pemantauan ketat terhadap tanda vital dan laboratorium, pemberian antibiotik, dan pencitraan ulang dengan menggunakan tindakan invasif minimal (angioembolization atau stent ureter) bila diperlukan. Tata laksana nonoperatif terutama diindikasikan pada ruptur ginjal grade 1–2. [1,2,4,5]
Tata laksana nonoperatif sangat disarankan pada ruptur ginjal anak. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan dari 228 kasus ruptur ginjal pada anak selama 20 tahun, hanya 1,4% kasus membutuhkan penanganan operatif. [8]
Tata Laksana Operatif
Walaupun tata laksana nonoperatif memiliki berbagai keuntungan, beberapa pasien ruptur ginjal tetap membutuhkan tindakan operatif. Tata laksana operatif bagi ruptur ginjal dapat berupa radiologi intervensi, hingga eksplorasi ginjal, baik rekonstruksi maupun nefrektomi, dan laparotomi cito. Pembedahan cito dilakukan pada kasus ruptur atau pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik, seperti aneurisma aorta.
Indikasi eksplorasi ginjal antara lain:
- Hemodinamik tidak stabil
- Eksplorasi terhadap cedera lain
- Temuan hematoma perirenal yang meningkat atau pulsatile pada laparotomi
- Cedera vaskular grade V [4]
Radiologi intervensi diindikasikan pada pasien dengan perdarahan aktif dari ginjal tanpa disertai dengan keperluan operasi abdomen segera.
Prinsip tindakan eksplorasi ginjal adalah mengontrol perdarahan yang terjadi untuk mencegah nefrektomi yang tidak diperlukan. Kontrol perdarahan dapat membantu operator tindakan melakukan evaluasi area retroperitoneal secara menyeluruh. Pada ruptur ginjal, drainase retroperitoneum ipsilateral disarankan selama minimal 48 jam. [1]