Prognosis Ruptur Ginjal
Prognosis ruptur ginjal bergantung pada jenis trauma, stabil tidaknya hemodinamik, grade ruptur, dan tata laksana yang diterima pasien.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ruptur ginjal berupa komplikasi segera dan komplikasi tertunda. Komplikasi segera (kurang dari sebulan) dapat berupa:
- Perdarahan
- Infeksi
- Abses perinefrik
- Sepsis
- Fistula
- Hipertensi
- Ekstravasasi urin
- Urinoma [1,2]
Adapun komplikasi tertunda yang dapat terjadi berupa:
- Hidronefrosis
- Batu saluran kemih
- Pyelonephritis
- Fistula arteriovena
- Pseudoaneurisma [1,2]
Kebanyakan dari komplikasi dapat ditangani secara nonoperatif atau tindakan perkutan dan endourologi.
Hanya 5% dari total kejadian ruptur ginjal mengalami hipertensi. Pemantauan tekanan darah secara berkala diperlukan pada pasien ruptur ginjal. [1,4]
Prognosis
Prognosis ruptur ginjal bergantung pada jenis trauma, stabil tidaknya hemodinamik, grade ruptur, dan tata laksana yang diterima pasien. Walaupun lebih jarang, trauma tembus pada ruptur ginjal diketahui meningkatkan tingkat keparahan cedera dibandingkan dengan ruptur ginjal yang disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma tembus dikaitkan dengan grading ruptur yang lebih tinggi. Ruptur ginjal akibat trauma tembus juga dikaitkan dengan kegagalan tata laksana nonoperatif dan kebutuhan tindakan operatif lebih tinggi dibandingkan dengan trauma tumpul. [9,12]
Grading ruptur ginjal juga merupakan faktor dalam penentuan prognosis ruptur ginjal. Ruptur ginjal high-grade dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan ruptur ginjal low-grade. Ruptur ginjal low-grade memiliki tingkat kesuksesan terapi nonoperatif yang tinggi dengan kebutuhan tindakan operatif yang rendah. Pada penelitian terhadap 206 pasien ruptur ginjal di Arab Saudi, sekitar 39% pasien ruptur ginjal grade V mengalami kegagalan terapi nonoperatif, dibandingkan dengan 13,2% kegagalan pada pasien ruptur ginjal grade IV dan 0% kegagalan pada pasien ruptur ginjal grade III. [13,14]
Pasien ruptur ginjal yang mendapatkan terapi nonoperatif memiliki prognosis yang lebih baik dari pasien yang mendapatkan terapi operatif. Terapi nonoperatif dikaitkan dengan penurunan insidensi komplikasi umum.
Keberhasilan terapi nonoperatif berkaitan dengan faktor lain, seperti tekanan darah diastol, mekanisme trauma, cedera penyerta lain, grading, dan gambaran pencitraan ruptur. [13]