Diagnosis Rhinitis Vasomotor
Diagnosis rhinitis vasomotor ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab alergi.
Anamnesis
Pasien dengan rhinitis vasomotor akan mengeluhkan gejala obstruksi nasal, rhinorrhea, dan kongesti. Gejala ini dieksaserbasi oleh bebauan tertentu seperti parfum, asap rokok, dan bau cat. Hal lain yang bisa mencetuskan adalah konsumsi alkohol, makanan pedas, emosi, dan pemicu lingkungan seperti perubahan suhu, tekanan, dan cahaya terang.
Pasien rhinitis vasomotor juga bisa dibagi menjadi dua subgrup, yaitu “runners” yang lebih menunjukkan gejala rhinorrhea dan “dry” yang lebih menunjukkan gejala obstruksi nasal dengan rhinorrhea minimal.[5]
Anamnesis juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis tipe lain. Pada pasien ditanyakan waktu terjadi gejala, pola keluhan, faktor yang memperberat dan memperingan, faktor pencetus yang mungkin, dan riwayat lengkap seperti riwayat pengobatan, merokok, dan pekerjaan.[1,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, mukosa nasal bisa terlihat normal atau kemerahan, dan dapat ditemukan post nasal drip. Sekresi mukus yang ditemukan biasanya jernih. Apabila ditemukan mukus purulen, patut diduga kemungkinan rhinitis infeksi. Endoskopi nasal bisa dilakukan untuk menyingkirkan dugaan sinusitis kronik dengan poliposis.[3]
Pemeriksaan fisik juga bisa menunjukkan edema mukosa, injeksi mukosa, dan hiperplasia limfoid yang melibatkan tonsil, adenoid, dan adanya tonsil lingual. Ada pula laporan kasus rhinitis vasomotor yang menunjukkan blanched mucosa yang dikelilingi pembuluh darah yang melebar.[1]
Diagnosis Banding
Rhinitis vasomotor perlu dibedakan dari rhinitis alergi, rhinitis infeksi, dan rhinitis nonalergi lain.
Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi adalah peradangan di rongga hidung yang diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE) dan dicetuskan oleh paparan terhadap alergen. Alergen yang dapat menyebabkan rhinitis alergi adalah tungau debu rumah, komponen sel epitel bulu peliharaan, serta serbuk sari dan bagian tumbuhan. Pada rhinitis alergi bisa didapatkan nasal crease, sekret hidung, deviasi septum, serta manifestasi rhinitis alergi pada hidung, mata, dan orofaring. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan mencakup skin test untuk identifikasi alergen dan pemeriksaan kadar IgE.[8]
Rhinitis Infeksi
Rhinitis infeksi sering disebabkan oleh virus, antara lain rhinovirus, coronavirus, adenovirus, virus parainfluenza, respiratory syncytial virus, dan enterovirus. Pada pasien dapat ditemukan tanda dan gejala infeksi seperti demam, sekresi mukus purulen, nyeri tekan pada wajah, gangguan penciuman, batuk, dan post nasal drip. Infeksi umumnya bersifat self limiting dan berakhir dalam 7-10 hari. Terapi yang dilakukan bersifat simtomatik.[2,6]
Nonallergic Rhinitis with Nasal Eosinophilia Syndrome (NARES)
Nonallergic rhinitis with nasal eosinophilia syndrome (NARES) merupakan rhinitis tipe inflamatorik dengan peningkatan degranulasi sel mast dan eosinofil tanpa ditemukan allergen yang spesifik (tes alergi negatif). Patofisiologi NARES masih belum jelas. Masih belum ada pedoman diagnosis yang jelas, namun eosinofil sebanyak 5-20% telah dilaporkan dapat mengindikasikan NARES.[3]
Rhinitis Atrofi
Rhinitis atrofi bersifat kronis. Terjadi atrofi dari mukosa nasal dan konka yang menyebabkan sekresi mukus mengental dan terbentuk krusta tanpa ditemukan proses inflamasi. Rhinitis atrofi diduga disebabkan oleh pertumbuhan bakteri di rongga hidung akibat penurunan produksi mukus[3,6]
Rhinitis yang Diinduksi Obat
Obat-obatan seperti obat antihipertensi, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), obat disfungsi ereksi, dan psikotropika memiliki efek samping rhinitis. Terdapat 3 kategori dari rhinitis yang diinduksi obat, yaitu neurogenik, inflamatorik, dan idiopatik. Obat antihipertensi dapat menghambat pelepasan norepinefrin, meningkatkan dominasi serabut parasimpatis, dan menyebabkan kongesti nasal serta rhinorrhea. [1,3] Konsumsi obat simpatomimetik nasal dalam waktu lama (>5-10 hari) dapat menyebabkan desensitisasi reseptor alfa terhadap stimulasi. Penurunan rangsangan adrenergik menimbulkan kongesti nasal yang hebat dan rhinorrhea.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Rhinitis vasomotor umumnya dapat didiagnosis secara klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab rhinitis lainnya. Pada rhinitis vasomotor, umumnya didapatkan tes alergi yang negatif dan tidak ada antibodi IgE serum terhadap alergen tertentu.
Sitologi nasal berguna untuk menganalisa penanda inflamasi dari epitel sel nasal. Bila ditemukan eosinofilia sebanyak 5-20%, maka diagnosis mengarah pada nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES).[1]
Apabila pada anamnesis dan endoskopi nasal terdapat kecurigaan sinusitis, maka CT scan dapat dilakukan. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan bila dicurigai terdapat massa pada kepala dan leher. Namun pada kasus rhinitis vasomotor, pencitraan tidak banyak membantu penegakkan diagnosis.[1,3]