Patofisiologi Gout
Patofisiologi arthritis gout dibagi menjadi empat tahap yaitu:
Fase I
Tahap ini terjadi akibat peningkatan asam urat yang berasal dari metabolisme purin yang berasal dari diet dan pemecahan sel tubuh. Pada keadaan normal asam urat yang terbentuk selanjutnya akan dipecah oleh enzim urikase menjadi substans yang larut pada urin sehingga mudah diekskresikan. Tidak adanya enzim urikase ini dapat menimbulkan peningkatan kadar asam urat.
Sekitar 90% peningkatan kadar asam urat ditimbulkan akibat ketidakmampuan untuk mengekskresikan asam urat pada urin akibat defek genetik pada transporter anion ginjal yang mengakibatkan reabsorbsi asam urat yang berlebihan. Hal ini juga bisa disebabkan oleh penggunaan beberapa obat seperti aspirin, diuretik dan alkohol, serta fungsi ginjal yang menurun.
Sekitar 10% peningkatan asam urat dapat terjadi akibat produksi asam urat yang berlebihan akibat defek genetik enzim yang memecahkan purin, peningkatan penghancuran DNA sel yang mengandung purin pada tindakan kemoterapi, serta asupan diet yang tinggi purin.[4]
Fase II
Fase ini adalah serangan akut yang ditandai dengan tanda radang, biasanya pada sendi metatarsofalang digiti I, dorsum kaki, mata kaki, lutut, pergelangan tangan, dan sendi siku. [1] Fase ini terjadi akibat perpindahan monosodium urat ke cairan sendi dan menimbulkan reaksi perlawanan dari sel neutrofil, sehingga mencetuskan reaksi radang oleh beberapa sitokin inflamasi dan ditandai dengan sendi yang merah, nyeri, panas, dan bengkak.[4,5]
Fase III
Fase ini sering dikenal dengan fase interkritikal asimptomatik yaitu fase tanpa adanya gejala namun kristal monosodium urat tetap terdeposit pada cairan sendi. Keadaan ini dapat berlangsung sampai 10 tahun. Tanpa penanganan asam urat yang baik dapat menimbulkan serangan akut yang berulang akibat beberapa pencetus seperti trauma lokal, diet tinggi purin, stress, dan pemakaian diuretik. [4,6]
Fase IV
Fase ini adalah fase arthritis gout kronik yang ditandai dengan munculnya tofus (deposit monosodium urat pada beberapa sendi namun tanpa tanda radang). Tofus ini dapat pecah sendiri dan sering menimbulkan infeksi sekunder. Pada fase ini sering terjadi kerusakan sendi, gangguan fungsi ginjal dan gangguan kardiovaskuler. [4-6]
