Penatalaksanaan Abses Paru
Penatalaksanaan abses paru meliputi penentuan situasi perawatan (rawat inap atau rawat jalan), pemilihan terapi antibiotik, pertimbangan tindakan pembedahan, dan rencana pemantauan di klinik rawat jalan.
Klinik Rawat Jalan atau Rawat Inap pada Penanganan Abses Paru
Peran klinik rawat jalan pada penanganan abses paru adalah sebagai tempat pemantauan respons pasien terhadap terapi antibiotik dan evaluasi komplikasi yang mungkin terjadi selama terapi. [6,14] Inisiasi terapi antibiotik biasanya dilakukan pada episode rawat inap khususnya bagi pasien dengan riwayat kegagalan respons antibiotik terhadap pneumonia, abses paru sekunder, maupun pasien dengan tampilan klinis septik atau sakit berat.[6]
Inisiasi terapi di unit rawat inap juga lebih tepat direncanakan bagi pasien yang berisiko tidak patuh terhadap terapi antibiotik, mangkir selama pemantauan terapi, atau memiliki kondisi medis penyerta lainnya yang memerlukan rawat bersama dengan dokter spesialis lain.
Setelah kondisi pasien stabil dan berespons baik terhadap inisiasi antibiotik intravena, pasien dapat direncanakan untuk pemantauan lanjutan di klinik rawat jalan di bawah supervisi seorang dokter spesialis paru atau penyakit dalam.
Medikamentosa
Antibiotik merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan kasus abses paru dan perlu disesuaikan dengan patogen penyebab yang ditemukan. Pada kasus di mana bakteri anaerob dipikirkan sebagai penyebabnya, maka clindamycin merupakan antibiotik pilihan utama dan terbukti lebih superior dibandingkan penicillin.
Penicillin dapat menjadi antibiotik lini kedua bila clindamycin tidak tersedia. Namun, perlu diperhatikan bahwa beberapa bakteri anaerob seperti Bacteroides sp dan Fusobacterium sp resisten terhadap antibiotik golongan penicillin. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pemberian kombinasi penicillin dan asam klavulanat atau penicillin dan metronidazole. [2]
Penelitian terkini oleh Mohapatra et al menyarankan penggunaan antibiotik cephalosporin generasi ketiga dan metronidazole atau clindamycin. Hal ini tentunya dengan mempertimbangkan Klebsiella pneumoniae sebagai patogen tersering pada kasus abses paru dan jumlah kasus resistensi antibiotik yang meningkat. [9]
Antibiotik perlu diberikan secara intravena selama 5-21 hari, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-21 hari. [2] Lama pemberian antibiotik bergantung pada perkembangan penyakit dan evaluasi klinis, radiologi, dan laboratorium. [2,30]
Selain antibiotik, drainase abses baik dengan fisioterapi atau drainase postural mungkin diperlukan. Jika drainase tersebut tidak dapat dilakukan, bronkoskopi perlu dipertimbangkan dengan tujuan untuk membuka bronkus yang tersumbat. [31]
Pembedahan
Tindakan pembedahan bukan modalitas utama dan tidak selalu diperlukan dalam penatalaksanaan abses paru. Tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan pada beberapa kondisi antara lain:
- Abses paru dengan ukuran besar (> 6 cm)
- Resistensi antibiotik
- Perdarahan yang signifikan [30]
Tindakan pembedahan pada kasus abses paru dapat berupa drainase eksternal yang dilakukan melalui video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) atau torakotomi. Lobektomi perlu dipertimbangkan pada kasus abses paru dengan kerusakan jaringan yang luas.
Kasus abses paru lainnya yang mungkin membutuhkan intervensi pembedahan adalah pada abses paru yang disertai hemoptisis masif. Untuk menghentikan perdarahan, pembedahan atau embolisasi arteri bronkial perlu dipertimbangkan. [30]
Pemantauan di Rawat Jalan
Pemantauan di Unit Rawat Jalan terhadap pasien dengan abses paru dilakukan untuk melihat respons terapeutik. Perbaikan gejala klinis dan rontgen dada berkala menjadi data rutin yang dikumpulkan selama pemantauan respons pengobatan.
Umumnya, perbaikan infiltrat di sekitar abses tercapai dalam kurun waktu minimal 8 minggu sejak pengobatan. Gambaran rontgen dada mungkin terkesan memburuk dalam 2 minggu pertama pengobatan dan perbaikan gejala klinis biasanya selalu mendahului perbaikan pada gambaran radiologis. Dengan demikian, hal tersebut perlu disampaikan pada pasien saat melakukan pemantauan rawat jalan di poliklinik. [4,32]
Bila pasien mengalami demam persisten selama lebih dari 2 minggu, komplikasi dari abses paru patut dicurigai. Komplikasi ini dapat disebabkan oleh empiema, obstruksi akibat keganasan atau benda asing, infeksi oleh bakteri kebal antibiotik, maupun respons terapeutik yang inadekuat akibat luasnya kavitas. Pada kondisi semacam ini, pemeriksaan lanjutan seperti bronkoskopi, CT scan, dan kultur bakteri biasanya diperlukan untuk memastikan ada atau tidaknya komplikasi. [9,16,25]