Penatalaksanaan Gangguan Waham Menetap
Penatalaksanaan gangguan waham umumnya difokuskan pada upaya untuk menangani morbiditas dengan menurunkan dampak waham terhadap kehidupan pasien dan keluarganya.
Psikoterapi
Psikoterapi yang efektif untuk gangguan waham menetap adalah psikoterapi individual, berorientasi insight, suportif, kognitif, dan behavioral. Dalam psikoterapi, sebaiknya tidak dilakukan konfrontasi terhadap waham pasien, namun lebih pada penekanan bahwa preokupasi pasien terhadap wahamnya menimbulkan distress bagi dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk bisa hidup dengan lebih baik [2]. Cognitive behavioral therapy (CBT) bisa digunakan untuk memperbaiki bias pengenalan informasi (yang timbul akibat waham), sensitivitas interpersonal, gaya reasoning, kecemasan, dan insomnia [11,12].
Metacognitive training adalah terapi yang dikembangkan untuk membantu pasien dengan waham untuk mengenali pola pikir disfungsionalnya. Meskipun awalnya dikembangkan untuk schizophrenia, namun terapi ini juga bermanfaat pada pasien dengan gangguan waham lain, termasuk gangguan waham menetap [13].
Medikamentosa
Pasien-pasien gangguan waham menetap yang mengalami agitasi sebaiknya mendapatkan antipsikotik lewat injeksi intramuskular. Farmakoterapi pada pasien dengan gangguan waham relatif sulit dilakukan karena mereka bisa dengan mudah memasukkan obat yang diberikan sebagai bagian negatif dari sistem wahamnya. Perlu dilakukan bina rapport dan psikoterapi yang adekuat sebelum farmakoterapi bisa dimulai.
Farmakoterapi sebaiknya dimulai dari dosis kecil (misalnya haloperidol 2 mg/24 jam atau risperidone 2 mg/24 jam) kemudian dititrasi pelan. Bila dalam waktu 6 minggu pasien tidak menunjukkan respons, maka sebaiknya diganti dengan antipsikotik kelas lainnya. Beberapa klinisi menyatakan bahwa pimozide efektif digunakan pada pasien dengan gangguan waham, terutama pasien dengan waham somatik kronis. Sebuah review oleh Mohsen, et al menemukan bahwa antipsikotik yang paling banyak digunakan pada pasien dengan gangguan waham adalah risperidone, diikuti oleh olanzapine, quetiapine, dan antipsikotik tipikal (generasi pertama) [2,11].
Mengingat bahwa sebagian besar pasien mempunyai fungsi dan peran yang masih baik, maka pilihan antipsikotik sebaiknya dijatuhkan pada antipsikotik atipikal yang mempunyai profil efek samping lebih ringan. Meskipun outcome klinis antara antipsikotik tipikal dan atipikal tidak berbeda signifikan [4,11,14].
Mengingat bahwa baik antipsikotik tipikal maupun atipikal mempunyai efek samping pada penggunaan jangka panjang. Antipsikotik yang dilaporkan relatif aman digunakan pada pasien dengan gangguan waham adalah risperidone, amisulpride, aripiprazole, dan ziprasidone [11].
Banyak pasien dengan gangguan waham mengalami depresi, sehingga membutuhkan antidepresan. Antidepresan yang direkomendasikan adalah golongan selective serotonin reuptake inhibitors / SSRI, misalnya fluoxetine, sertraline, citalopram, escitalopram, atau golongan serotonin norepinephrine reuptake inhibitors / SNRI, misalnya venlafaxine, duloxetine [11].
Masalah terbesar dengan obat pada gangguan waham adalah ketidakpatuhan, namun hal ini bisa diperbaiki dengan psikoterapi yang dilakukan bersamaan dengan farmakoterapi [4].