Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Strongyloidiasis general_alomedika 2022-10-20T11:54:20+07:00 2022-10-20T11:54:20+07:00
Strongyloidiasis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Pendahuluan Strongyloidiasis

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan
Share To Social Media:

Strongyloidiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Strongyloides stercoralis. Parasit ini dibedakan dari jenis infeksi cacing lainnya karena kemampuannya dalam menyebabkan hiperinfeksi pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh. Strongyloides spp juga unik karena memiliki kemampuan sebagai organisme free-living dan bisa menyebabkan autoinfeksi.[1–3]

Strongyloidiasis termasuk penyakit infeksi akibat soil transmitted helminths (STH), sama seperti askariasis. Strongyloidiasis merupakan infeksi parasit yang masih termasuk dalam daftar Neglected Tropical Diseases (NTDs). Data epidemiologi menunjukkan sekitar 30 hingga 100 juta orang di seluruh dunia diperkirakan terinfeksi Strongyloides stercoralis, dengan prevalensi lebih tinggi di wilayah tropis dan subtropis.[4–6]

cacingparasitcompressed

Larva Strongyloides stercoralis masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak kulit atau membran mukus dengan tanah yang terkontaminasi feses. Parasit ini bermigrasi melalui aliran darah dan limfatik menuju paru-paru, lalu menyebabkan batuk. Strongyloides stercoralis kemudian tertelan dan masuk saluran pencernaan, kemudian bereproduksi di usus halus. Larva dapat keluar melalui feses atau masuk ke aliran darah dan limfatik untuk mengulangi proses infeksi melalui saluran pernafasan.[1,6]

Diagnosis definitif strongyloidiasis adalah dengan menemukan larva Strongyloides stercoralis pada pemeriksaan tinja mikroskopik. Strongyloidiasis fase akut dapat ditandai dengan lesi kemerahan yang gatal pada kulit, serta batuk kering. Pada fase kronis, dapat muncul gejala gastrointestinal, misalnya nyeri abdomen, serta konstipasi atau diare. Lesi kulit patognomonik pada strongyloidiasis disebut larva currens.[1,2]

Strongyloidiasis harus diobati meskipun penderita asimptomatik, untuk menghindari diseminasi dan hiperinfeksi. Ivermectin merupakan drug of choice dalam tata laksana strongyloidiasis, dan terbukti lebih efektif dibandingkan albendazole. Komplikasi strongyloidiasis, antara lain peritonitis, perforasi usus, dan efusi pleura.[1,5]

Edukasi bagi pasien strongyloidiasis ditujukan untuk pengendalian faktor risiko. Edukasi meliputi cara-cara menjaga kebersihan perorangan, misalnya dengan menggunakan alas kaki saat berjalan di tanah, serta menjaga kebersihan lingkungan, misalnya berhenti buang air besar sembarangan. Upaya pengendalian penyakit dilakukan dengan pemberian pengobatan massal cacingan, sebanyak 2 kali setahun pada daerah dengan prevalensi cacingan 50% atau lebih.[7,8]

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

1. CDC. Strongyloidiasis. Resources for Health Professional. 2022. https://www.cdc.gov/parasites/strongyloides/health_professionals/index.html
2. Mora Carpio AL, Meseeha M. Strongyloides Stercoralis. StatPearls Publishing; 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436024/
3. Puthiyakunnon S, Boddu S, Li Y, Zhou X, Wang C, Li J, Chen X. Strongyloidiasis—an insight into its global prevalence and management. PLoS neglected tropical diseases. 2014 Aug 14;8(8):e3018.
4. Beknazarova M, Whiley H, Ross K. Strongyloidiasis: a disease of socioeconomic disadvantage. International journal of environmental research and public health. 2016 May;13(5):517.
5. Mendes T, Minori K, Ueta M, Miguel DC, Allegretti SM. Strongyloidiasis current status with emphasis in diagnosis and drug research. Journal of parasitology research. 2017;2017.
6. WGO Review Team. Management of Strongyloidiasis. World Gastroenterology Global Guidelines, 2018. http://www.worldgastroenterology.org/UserFiles/file/guidelines/management-of-strongyloidiasis-english-2018.pdf
7. Gonzales DJ, Chakraborty RK, Climaco A. Strongyloidiasis. StatPearls Publishing. 2022 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430775/
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan. http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._15_ttg_Penanggulangan_Cacingan_.pdf

Patofisiologi Strongyloidiasis
Diskusi Terbaru
dr. Rafenia Nayani
Hari ini, 16:24
Kapan menyarankan sufor untuk bayi bblr?
Oleh: dr. Rafenia Nayani
2 Balasan
Alo dokter. Izin konsul jika ad yg bisa membantu. Saya mendapatkan rujukan bidan dgn bayi bblr 2400 gram. Bayi lahir cukup bulan. Tidak ada penyulit...
Anonymous
Hari ini, 08:28
Terapi dan Edukasi Kondiloma Akuminata pada Ibu Hamil
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Alodokter, izin berdiskusiSaya mendapatkan pasien berumur 35 tahun dengan keluhan muncul daging dibagian kelamin, pasien tidak mengetahui sudah berapa lama...
Anonymous
Hari ini, 08:01
Jahit dalam dengan benang non absorbable
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dok, apakah jahit dalam 1 kali dengan benang non absorbable perlu dibuka kembali benangnya atau benang itu dapat terurai sendiri nantinya?

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.