Doctor icon

Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Kaki Gajah general_alomedika 2023-02-27T09:35:45+07:00 2023-02-27T09:35:45+07:00
Kaki Gajah
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan Pasien

Diagnosis Kaki Gajah

Oleh :
dr. Putri Kumala Sari
Share To Social Media:

Diagnosis kaki gajah, disebut juga sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis, ditegakkan dengan adanya riwayat tinggal di daerah endemi, manifestasi klinis yang muncul, dan identifikasi mikrofilaria pada pemeriksaan laboratorium.[3,6]

Filariasis limfatik dapat bersifat asimtomatik, akut, maupun kronis. Sebagian besar infeksi bersifat asimtomatik, namun sudah terjadi perubahan-perubahan patologis di dalam tubuh pasien seperti kerusakan sistem limfatik, ginjal, dan perubahan sistem imun.

Kasus asimtomatik tidak terdeteksi namun akan didapati mikrofilaremia positif jika dilakukan pemeriksaan laboratorium sehingga pasien asimtomatik tetap dapat mentransmisikan parasit melalui nyamuk. Semakin tinggi tingkat mikrofilariemia, maka semakin tinggi risiko progresi kerusakan lien ke arah inflamasi granuloma akut maupun kronik.

Manifestasi akut dan kronis muncul beberapa tahun setelah terinfeksi dan umum terjadi pada usia 20-30 tahun sehingga dicurigai infeksi awal sudah terjadi saat masa kanak-kanak (asimtomatik). Pada anak-anak, manifestasi klinis filariasis limfatik yang paling sering adalah limfadenopati.[1-4]

Anamnesis

Saat anamnesis perlu ditanyakan informasi mengenai faktor risiko seperti tinggal lama di daerah endemi, serta anamnesis keluhan pasien. Sebagian besar kasus filariasis limfatik bersifat asimtomatik, tapi beberapa kasus dapat berkembang menjadi penyakit akut atau kronis.

Gejala klinis akut berupa nyeri kepala, demam, menggigil, malaise, pembengkakan limfe di daerah pangkal paha dan ketiak, atau abses. Sedangkan gejala klinis kronik berupa bengkak di kaki (paling sering), lengan, payudara, dan genital. Gejala urin seperti susu, atau disebut chyluria, dapat terjadi pada infeksi W.bancrofti. Chyluria terjadi akibat rupturnya limfatik yang dilatasi ke dalam pelvis renalis.[1,3,4,6]

Fase Asimtomatik

Fase awal terinfeksi mikrofilaria biasanya asimtomatik karena cacing belum menjadi dewasa/mati dan menginisiasi reaksi inflamasi di saluran limfatik. Pada fase ini, gejala bisa muncul apabila jumlah mikrofilaria sangat banyak dan menyebabkan inflamasi granuloma akut atau kronis akibat destruksi limfa. Hematuria juga dapat terjadi karena mikrofilaria menyebabkan kerusakan ginjal.[1,3,4,6]

Fase Akut

Anamnesis pada pasien dengan filariasis akut pada umumnya dapat ditemukan demam filarial disertai pembengkakan kelenjar getah bening. Demam filarial biasanya berulang selama 3-5 hari.

Pembengkakan kelenjar getah bening dapat ditemukan di daerah lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas, dan nyeri. Abses filarial dapat terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, abses dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.

Limfedema dini dapat ditemui dengan gejala pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantung buah zakar yang terlihat kemerahan dan terasa panas. Pada wanita dapat terjadi mastitis, sedangkan pada laki-laki gejala yang timbul dapat berupa orkitis, epididimoorkitis, dan funikulitis. Gejala ini biasanya timbul dalam 6 bulan hingga 1 tahun pertama terinfeksi.

Walau umumnya terjadi pada fase kronis, serangan awal adenitis dermatolimangio akut (ADLA) dapat terjadi pada fase akut. Gejala yang timbul berupa demam, sakit kepala, nyeri di kelenjar getah bening yang terinfeksi, dan muntah. Pada kasus yang berbahaya dapat terjadi toksemia, gangguan urinarius, hingga gangguan kesadaran.[1,3,4,6]

Fase Kronis

Gejala dan tanda klinis filariasis kronis meliputi limfedema atau pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, payudara, dan hidrokel. Filariasis W. bancrofti biasanya menyebabkan limfedema pada ekstremitas, genital, dan buah dada.

Sementara itu, filariasis oleh B. malayi hanya menyebabkan limfedema pada tungkai bawah atau atas tanpa disertai pembengkakan genital atau payudara. Gejala ini disebabkan oleh cacing dewasa yang menggumpal mengakibatkan limfadenitis dan limfangitis retrograde disusul dengan obstruktif menahun.

Limfedema yang diikuti dengan fibrosis jaringan adiposa sekitar akan menyebabkan dermatosklerosis yang menyebabkan kulit berlipat-lipat, timbul nodul dan kutil, papilomatosis, hiperpigmentasi, dan hipertrikosis. Selain itu, stasisnya cairan limfatik dapat menyebabkan ruptur limfe sehingga terjadi chyluria, chylocele, dan chylothorax.

Adenitis Dermatolimfangio Akut (ADLA):

Manifestasi lain dari filariasis kronis adalah adenitis dermatolimfangio akut (ADLA). Adenitis dermatolimfangio akut adalah serangan akut berulang pada inflamasi kronis akibat limfedema. Limfedema menyebabkan terganggunya aliran sistem limfatik dan membuat sistem imun tubuh menjadi lemah. Hal ini menyebabkan penderita gampang terkena infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.

Gejala yang muncul biasanya demam mendadak dan limfadenopati yang terasa nyeri. Gejala akan hilang dalam ± 1 minggu namun dapat terjadi rekurensi.[1,3,4,6]

Pemeriksaan Fisik

Pada kasus akut akan ditemukan limfadenitis, limfangitis, dan adenolimfangitis terutama di area inguinal dan aksila, yang merupakan respon imun host terhadap antigen yang dilepaskan oleh cacing dewasa yang mati. Lebih lanjut dapat muncul abses yang mengandung kumpulan cacing dewasa yang telah mati. Jika abses ruptur, maka akan mengeluarkan cacing dewasa yang telah mati tersebut.[1,3,6]

Filariasis Limfatik Kronik

30% kasus filariasis limfatik dapat berkembang menjadi kronik. Pada kasus kronik akan ditemukan limfedema di kaki (paling sering), lengan, payudara, dan genital.

Pada pria, hidrokel adalah manifestasi filariasis limfatik yang paling sering ditemukan, terutama jika terinfeksi oleh W. bancrofti. Hidrokel yang terjadi dapat bersifat unilateral atau bilateral, dengan diameter pembesaran skrotum hingga 40 cm.

Selain hidrokel, dapat ditemukan funikulitis, epididimitis, atau orkitis akibat cacing dewasa mati yang terkumpul di area skrotum. Pada wanita, lebih sering ditemukan limfedema hingga elephantiasis (bentuk parah dari limfedema), terutama di ekstremitas bawah.[1,3-6]

Limfedema

Limfedema dapat dinilai berdasarkan 7 stadium:

  • Stadium 1 yaitu limfedema pitting yang reversible di ekstremitas, dimana limfedema muncul di malam hari dan menghilang saat bangun tidur di pagi hari.
  • Stadium 2 yaitu limfedema pitting/non-pitting yang irreversible di ekstremitas
  • Stadium 3 yaitu limfedema non-pitting yang irreversible disertai adanya penebalan lipatan kulit superfisial (dangkal).
  • Stadium 4 yaitu nodul tebal non-pitting yang irreversible pada kulit
  • Stadium 5 yaitu limfedema irreversibel dengan lipatan yang dalam (dasar lipatan dapat terlihat jika dipisahkan dengan jari)
  • Stadium 6 yaitu limfedema irreversibel dengan kaki tampak sangat besar dan berbenjol-benjol (mossy foot)
  • Stadium 7 yaitu limfedema irreversibel yang menyebabkan kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari.[1,3]

Elephantiasis merupakan bentuk parah limfedema yang dimulai sejak stadium 4. Elefantiasis dikarakterisasi sebagai hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan akantosis.[3,5,6]

Adenitis Dermatolimfangio Akut (ADLA)

Adenitis dermatolimfangio akut (ADLA) adalah inflamasi akut lokal pada kulit, limfonodi, dan pembuluh limfatik yang seringkali menyertai limfedema kronik. Pada ADLA terjadi limfangitis berulang yang memicu limfedema.[1,3]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding filariasis limfatik antara lain podoconiosis atau elephantiasis non-filaria, limfoma, limfedema kongenital (sindrom Milroy), spermatokel, dan tumor testis.[1,3]

Podoconiosis atau Elephantiasis Non-Filaria

Podoconiosis adalah elephantiasis non-filaria yang disebabkan reaksi inflamasi abnormal terhadap partikel mineral dalam tanah liat merah vulkanik. Podoconiosis memiliki manifestasi klinis mirip elephantiasis pada filariasis limfatik.

Manifestasi klinis pada podoconiosis muncul bilateral, asimetris, dan bersifat ascending, yaitu dimulai dari telapak kaki kemudian berprogresi naik hingga lutut namun tidak sampai inguinal. Sebaliknya, manifestasi pada filariasis limfatik dimulai dari inguinal kemudian berprogresi ke ekstremitas bawah.[3,11]

Limfoma

Limfoma memiliki gejala dan tanda pembesaran kelenjar getah bening servikal, aksila, dan inguinal. Pada limfoma dapat terjadi keterlibatan ekstranodus seperti di gastrointestinal, genitourinari, kulit, sumsum tulang, sinus, tiroid, hingga sistem saraf pusat.[1,12]

Limfedema Kongenital (Sindrom Milroy)

Sindrom Milroy adalah limfedema yang diturunkan secara autosomal dominan. Limfedema muncul saat lahir atau <1 tahun. Karakteristik limfedema pada sindrom Milroy yaitu pitting, tidak nyeri, bilateral, asimetris, dan sering terjadi di dorsum pedis.

Seiring usia, limfedema dapat membaik spontan atau dapat berprogresi hingga di bawah lutut. Diagnosis sindrom Milroy ditegakkan dengan anamnesis riwayat keluarga, lymphoscintigraphy, dan pemeriksaan genetik molekular.[13]

Spermatokel

Spermatokel adalah akumulasi sperma yang bersifat kistik dan jinak di epididimis. Manifestasi spermatokel dapat menyerupai hidrokel yang merupakan manifestasi filariasis limfatik paling sering pada pria. Perbedaan yang mendasar adalah akumulasi cairan sperma pada spermatokel terdapat pada epididimis, yakni superior dari testis, sedangkan akumulasi cairan pada hidrokel terdapat pada anterior dan lateral testis.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) skrotum dapat dengan jelas membedakan diagnosis dimana pada hidrokel filaria terdapat pergerakan cacing filaria (filarial dance sign).[4,14]

Tumor Testis

Tumor testis perlu dibedakan dari hidrokel filaria. Perbedaan yang mendasar adalah lesi pada tumor testis ada di internal testis, sedangkan cairan hidrokel terdapat di luar testis.

Pada tumor testis umumnya akan teraba massa yang padat, keras, tidak nyeri, dan negatif pada pemeriksaan transiluminasi, namun 10% pasien dengan teratoma testis dapat menunjukkan tanda massa kistik di dalam testis dengan transiluminasi positif. Pemeriksaan USG skrotum dapat dengan jelas membedakan diagnosis dimana pada hidrokel filaria terdapat pergerakan cacing filaria (filarial dance sign).[4,15,16]

Pemeriksaan Penunjang

Pada prinsipnya, diagnosis filariasis limfatik ditegakkan dengan deteksi mikrofilaria dalam darah perifer. Selain dalam darah, mikrofilaria juga dapat terdeteksi dalam urin (pada pasien chyluria), eksudat varises limfe, dan cairan hidrokel.

Deteksi mikrofilaria pada fase awal penyakit lebih sensitif dibandingkan pada fase akhir penyakit dimana telah terjadi limfangitis akibat matinya cacing dewasa atau telah terjadi elephantiasis akibat obstruksi limfatik. Pemeriksaan antigen/antibodi filaria dapat digunakan sebagai penunjang alternatif.[1,3,4]

Pemeriksaan Apus Darah Tepi (Mikroskop)

Pemeriksaan mikroskop pada apus darah tebal dan tipis dapat mendeteksi adanya cacing filaria serta mengidentifikasi spesiesnya secara morfologi. Sampel darah diambil dari pungsi vena atau finger/heel stick untuk kemudian dilakukan pewarnaan Giemsa atau hematoksilin dan eosin (H&E stain).

Pengambilan sampel idealnya dilakukan setelah jam 8 malam (idealnya pukul 22.00-02.00) dimana merupakan waktu peredaran malam mikrofilaria dan kadar parasitemia tertinggi.[1,3,7]

Pemeriksaan Antigen Filaria

Pemeriksaan antigen filaria berguna untuk mendeteksi antigen filaria yang bersirkulasi di darah perifer dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk memonitor respon terapi. Pemeriksaan ini sensitif untuk filariasis limfatik yang disebabkan W. bancrofti.[3,7]

Pemeriksaan Antibodi Filaria (Serologi)

Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap filaria, yaitu peningkatan kadar antifilaria IgG4 dalam darah. Pemeriksaan ini hanya dilakukan sebagai pemeriksaan alternatif karena kurang spesifik dan tidak dapat membedakan infeksi baru dan lama (latent).[3,7]

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR hanya dilakukan pada setting penelitian, tidak digunakan untuk diagnostik rutin.[1,3]

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG limfonodi dan pembuluh limfe di inguinal, kruris, dan aksila dapat digunakan untuk mendeteksi adanya cacing dewasa pada anak-anak pre-pubertas yang terinfeksi.[4]

Pemeriksaan USG skrotum dapat digunakan untuk mendeteksi pergerakan cacing dewasa (filarial dance sign) pada dalam pembuluh limfa pria post-pubertas yang terinfeksi.[1,4]

Pemeriksaan Urin Makroskopis

Pada pasien dengan chyluria dapat dilakukan pemeriksaan urin secara makroskopis untuk mendeteksi adanya cairan limfe dalam urin, sekaligus mendeteksi ada/tidaknya mikrofilaria dalam urin.[3]

Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan darah lengkap akan menunjukkan eosinofilia. Pemeriksaan konsentrasi imunoglobulin serum akan menunjukkan peningkatan IgE dan IgG4 serum. Pada pemeriksaan urin mikroskopis dapat ditemukan adanya proteinuria dan hematuria.[3,4,6]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan

Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta

Referensi

1. Newman TE, Juergens AL. Filariasis. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556012/.
2. World Health Organization. Lymphatic Filariasis. 2022. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/lymphatic-filariasis
3. Lich BF. Filariasis. 2018. https://emedicine.medscape.com/article/217776-overview
4. Centers For Disease Control And Prevention. Lymphatic Filariasis. 2018. https://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/
5. World Health Organization. Lymphatic Filariasis (Elephantiasis). 2023. https://www.who.int/health-topics/lymphatic-filariasis#tab=tab_1
6. Zulfiqar H, Malik A. Bancroftian Filariasis. [Updated 2022 Aug 1]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547682/
7. Centers For Disease Control And Prevention. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern: Lymphatic Filariasis. 2019. https://www.cdc.gov/dpdx/lymphaticFilariasis/index.html
11. World Health Organization. Podoconiosis: endemic non-filarial elephantiasis. 2023 https://www.who.int/teams/control-of-neglected-tropical-diseases/lymphatic-filariasis/podoconiosis-endemic-non-filarial-elephantiasis
12. Vinjamaram S. Non-Hodgkin Lymphoma (NHL). 2021. https://emedicine.medscape.com/article/203399-overview
13. Schwartz RA. Lymphedema. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/1087313-overview#a4
14. Pais VM. Spermatocele. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/443432-overview
15. Sachdeva K. Testicular Cancer. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/279007-overview
16. Parke JC. Hydrocele. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/438724-overview

Epidemiologi Kaki Gajah
Penatalaksanaan Kaki Gajah
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas kemarin, 19:30
Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau Aquabides berapa ml ya dok ?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Maaf dok, izin bertanya bila ada pasien gonore. Lalu mau diberikan Injeksk Ceftriaxon.  Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau...
Anonymous
Dibalas 4 jam yang lalu
Salbutamol dan metilprednisolon tablet
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin bertanya ada pasien bumil minum salbutamol hanya 3 tablet berturut-turut dan metilprednisolon 4mg 1 tablet saat asthmanya kambuh. Pasien UK...
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.