Patofisiologi Anthrax
Patofisiologi anthrax terkait erat dengan bakteri Bacillus anthracis. Perjalanan penyakit dimulai ketika spora bakteri masuk ke tubuh inang melalui abrasi pada kulit, gigitan serangga, memakan makanan yang terkontaminasi, atau melalui inhalasi.
Setelah masuk ke dalam tubuh inang, spora akan ditangkap oleh makrofag dan dibawa ke nodus limfatikus dan akan terjadi inokulasi. Kemudian bakteri akan menyebar ke nodus limfatikus lainnya dan pada akhirnya akan masuk ke pembuluh darah. Bacillus anthracis merupakan bakteri ekstraselular, namun bakteri tersebut memerlukan langkah intrasel untuk memulai infeksi. Germinasi spora diawali dalam makrofag. [2,6]
Toksin
Bacillus anthracis dengan virulensi tinggi memiliki 2 plasmid besar, yakni pX01 dan pX02 yang mengkode faktor-faktor virulensi primer, produksi toksin, serta pembentukan kapsul. Toksin memegang peranan penting dalam patogenesis penyakit anthrax. Toksin anthrax bekerja secara biner, artinya diperlukan 2 jenis toksin untuk menyebabkan efek yang mematikan. Terdapat 3 protein dalam toksin anthrax yang terkombinasi secara biner, yakni protective antigen (PA), lethal factor (LF), dan edema factor (EF). Kombinasi PA-LF dapat menyebabkan kematian, sedangkan injeksi PA-EF pada kulit dapat menyebabkan edema pada kulit. Protein PA merupakan protein yang menjadi domain ikatan dan mampu berikatan dengan kedua jenis protein lainnya (LF dan EF). Jika berdiri sendiri, protein-protein tersebut tidak berbahaya. [2,6-8]
Toksin diproduksi pada saat Bacillus anthracis berada dalam bentuk vegetatif dalam inang. Sintesis toksin diinduksi oleh bikarbonat dan bergantung pada temperatur lingkungan. Toksin yang diproduksi oleh Bacillus anthracis dapat menyebabkan syok hingga kematian akibat respon makrofag. Selain itu, toksin Bacillus anthracis dapat menurunkan kemampuan fagositik, kemampuan bursting oksidatif, serta menstimulasi kemotaksis neutrofil sehingga infeksi anthrax akan meningkatkan suseptibilitas inang terhadap infeksi lainnya. [2,6] Infeksi yang terjadi dalam tubuh akan memicu respon sistemik tubuh terhadap adanya infeksi yang disebut dengan sepsis.