Diagnosis Persalinan Preterm
Diagnosis persalinan preterm dapat ditegakkan bila telah terjadi kontraksi yang adekuat sehingga berpengaruh pada penipisan dan dilatasi serviks pada usia kehamilan antara 20-37 minggu. Keluhan ibu hamil bisa berupa nyeri uterus, tekanan pelvis atau nyeri pinggang. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda kontraksi uterus, penipisan dan pemendekan serviks, serta bisa ditemukan amniorrhea. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan ruptur membran plasenta dan pemeriksaan untuk menentukan faktor risiko.[1-3]
Anamnesis
Anamnesis saat perawatan antenatal awal harus ditanyakan riwayat obstetrik ibu dengan lengkap, adakah riwayat persalinan preterm sebelumnya, risiko infeksi seperti penyakit menular seksual, riwayat cedera serviks sebelumnya, riwayat kelainan pada servikal dan uterus. Selain itu perlu dicari faktor risiko seperti kondisi stres ibu hamil, tingkat sosio ekonomi, dukungan atau kekerasan dalam keluarga, penggunaan obat-obatan, dan riwayat penyakit komorbid.[1,2]
Keluhan ibu saat persalinan preterm serupa dengan keluhan persalinan normal. Akan tetapi gejala kontraksi uterus, tekanan pelvis atau nyeri pinggang bawah tersebut kadang sulit diidentifikasi pada ibu primipara.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan uterus, yaitu menilai kekerasan dan nyeri tekan, serta ukuran dan posisi janin. Kemudian penilaian dilatasi dan panjang serviks harus dilakukan dengan teliti baik menggunakan palpasi jari, spekulum, maupun pemeriksaan digital. [1,2]
Dilatasi Serviks
Persalinan preterm dapat diduga pada kondisi serviks yang melebar 2-3 cm pada kehamilan kurang dari 34 minggu.[2]
Panjang Serviks
Melalui penilaian panjang serviks dapat memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan preterm.
Panjang serviks normal pada kehamilan 34 minggu adalah 35-48 mm. Dalam sebuah penelitian, pada kehamilan 28 minggu dengan panjang serviks kurang atau sama dengan 25 mm memiliki sensitivitas 49% untuk prediksi kelahiran preterm kurang dari 35 minggu. [1,2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding persalinan preterm adalah kontraksi palsu atau braxton hicks yang dapat dibedakan berdasarkan waktu dan intensitas kontraksi pada pasien. Kontraksi palsu bersifat tidak teratur, singkat dan intensitasnya jarang, sementara kontraksi pada persalinan preterm bersifat menetap, dengan intensitas yang semakin meningkat. [1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada persalinan preterm yang utama adalah pemeriksaan ruptur membran plasenta. Beberapa pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan untuk menentukan faktor resiko terjadinya persalinan preterm.[1,2]
Pemeriksaan Ruptur Membran Plasenta
Kecurigaan kelahiran preterm adalah kontraksi uterus yang disertai amniorrhea. Untuk memastikan ketuban pecah dapat dilakukan inspeksi dengan spekulum, atau dengan pemeriksaan pH sekresi vagina (pH cairan amnion adalah 7,1-7,3). [1,2]
Pemeriksaan USG transvaginal dapat melihat dengan jelas proses penipisan (effacement) serviks. Melalui pemeriksaan ini juga dapat dibedakan kondisi serviks yang insufisiensi atau sedang dalam proses fase aktif persalinan.[1,2]
Pemeriksaan skrining yang tidak invasif adalah tes fetal fibronectin (FFN), dimana dengan vaginal swab spesimen sekret servikovaginal dikumpulkan kemudian dimasukkan dalam tabung dan dikirim ke laboratorium. Pada proses aktivasi desidua dan membran akan dikeluarkan FFN di daerah serviks. Tes FFN cukup spesifik namun tidak sensitif. Hasil negatif adalah indikasi kuat membran ketuban masih intak, namun bila hasil positif tidak pasti menandakan ketuban pecah dini. Ketika FFN terdeteksi antara 22-37 minggu usia kehamilan, ini akan meningkatkan risiko persalinan preterm.[1,2]
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk mencari faktor risiko terjadinya persalinan preterm, antara lain kultur Streptokokus grup B dari sekret rektovaginal dan urin. Bakteriuria asimptomatik dapat meningkatkan risiko persalinan preterm, sehingga pemberian antibiotika dapat diberikan sebagai profilaksis. Pada pasien dengan penyalahgunaan obat, skrining obat urin akan bermanfaat karena ada hubungan antara penggunaan kokain dengan solusio plasenta.[2]
Pada ibu hamil dengan riwayat abortus maupun persalinan preterm pada kehamilan sebelumnya, dapat dilakukan pemeriksaan seperti :
- Rapid plasma reagin test
- Vaginal pH/wet smear/whiff test
- Antibodi Anticardiolipin (contohnya anticardiolipin IgG dan IgM, anti-beta2 microglobulin)
- Lupus anticoagulant antibody
- Activated partial thromboplastin time
- One-hour glucose challenge test
- Skrining gonore dan klamidia
- Pemeriksaan TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus infection, herpes simplex) [1]