Penatalaksanaan Persalinan Preterm
Tata laksana wanita hamil dengan dugaan persalinan preterm adalah kedaruratan untuk menentukan apakah persalinan benar segera terjadi atau masih presentasi awal. Berbagai kemungkinan etiologi segera dicari untuk penanganan yang tepat. Pada kasus persalinan preterm 24-34 minggu, terapi dapat diberikan kortikosteroid, tokolitik dan antibiotik. Akan tetapi bila persalinan preterm terjadi pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu atau kurang dari 24 minggu maka tidak perlu diberikan tokolitik dan bayi dilahirkan secara pervaginal atau perabdominal tergantung kondisi kehamilan. [8,9]
Terapi Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid pada persalinan preterm diberikan pada usia kehamilan diantara 24 sampai 34 minggu yang bertujuan untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas dan diharapkan dapat memberikan luaran yang lebih baik pada neonatus. Dosis yang diberikan adalah dengan pemberian Betamethasone, dua dosis 12-mg diberikan secara intramuskular per 24 jam, atau dexamethasone, empat dosis 6-mg diberikan secara intramuskular tiap 12 jam.[9]
Agen Tokolitik
Agen tokolitik adalah preparat yang dapat menurunkan kontraktilitas uterus. Kriteria indikasi pemberian terapi Tokolitik antara lain adalah adanya kontraksi lebih dari 6 kali perjam yang menghasilkan perubahan serviks atau dicurigai akan terjadi walaupun belum mengalami perubahan serviks (panjang serviks transvaginal < 25 mm, >50% penipisan serviks, atau dilatasi serviks ≥20 mm). Jika ada kontraksi tanpa perubahan serviks, pilihan terapi yang dapat dilakukan adalah observasi berkelanjutan atau dilakukan metode therapeutic sleep kepada pasien ( contohnya dengan pemberian morphine sulphate 10-15 mg subkutan pada pasien). [1,9]
Agen Tokolitik yang paling sering digunakan sebagai manajemen terapi persalinan preterm adalah magnesium sulfat, indomethacin, nifedipine, dan terbutaline. [1,9]
Magnesium Sulfat (MgSO4)
Magnesium sulfate digunakan secara luas sebagai agen tokolitik pilihan utama karena memiliki efektivitas yang sama dengan terbutaline, dengan toleransi yang jauh lebih baik. Dosis magnesium sulfate adalah 6 gram bolus intravena dalam 20 menit, selanjutnya 2 gram per jam dalam infus berkelanjutan. Efek samping bagi ibu adalah flushing, diaphoresis, nausea, hilangnya refleks tendon, depresi pernapasan dan henti jantung. Penggunaan bersama calcium channel blockers dapat menghasilkan hambatan neuromuskular sehingga menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan tekanan sistolik ventrikel kiri. Efek samping bagi janin adalah neonatal depression. Kontraindikasi magnesium sulfate adalah penderita myasthenia gravis [1,9]
Indomethacin
Indomethacin merupakan inhibitor prostaglandin dan termasuk golongan Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAIDs). Dosis pemberiannya adalah 50 - 100 mg loading dose peroral atau perrektal, selanjutnya 25 - 50 mg peroral setiap 4 - 6 jam; preparat ini tidak direkomendasikan untuk digunakan lebih dari 48 jam karena dapat menyebabkan perubahan kadar cairan amnion dan penutupan dini fetal ductus arteriosus.
Preparat ini merupakan tokolitik pilihan utama yang sesuai pada persalinan preterm awal (< 30 minggu) atau persalinan preterm yang berhubungan dengan polihidramnion. Efek samping bagi ibu antara lain nausea, esophageal reflux, gastritis, emesis. Efek disfungsi platelet tidak signifikan secara klinis pada pasien yang tidak memiliki riwayat kelainan perdarahan. Efek samping bagi janin adalah penutupan dini ductus arteriosus, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis in preterm newborns, dan patent ductus arteriosus pada infant. Kontraindikasi penggunaan indometasin antara lain adanya riwayat disfungsi platelet atau gangguan perdarahan, disfungsi hepar, penyakit ulkus gastrointestinal, disfungsi renal, asma (pada wanita yang hipersensitif terhadap aspirin) [1,9]
Nifedipine
Nifedipin merupakan antihipertensi golongan calcium channel blocker. Dosis penggunaan nifedipine sebagai tokolitik adalah 30-mg loading dose peroral, selanjutnya 10 - 20 mg setiap 4 - 6 jam (dosis maksimal 180 mg perhari). Walaupun penggunaannya pada persalinan preterm masih tergolong unlabeled status, beberapa studi acak memperlihatkan nifedipine berhubungan dengan kesuksesan mempertahankan kehamilan dibanding tokolitik lain. Efek sampingnya terhadap ibu hamil antara lain dizziness, flushing, hipotensi, dan peningkatan enzim transaminase hepar. Efek penekanan denyut jantung, kontraktilitas, dan tekanan sistolik ventrikel kiri terjadi jika digunakan bersama magnesium sulfate. Sedangkan efek sampingnya terhadap janin belum diketahui. [1,9]
Terbutaline (beta-adrenergic receptor agonist)
Dosis penggunaan terbutaline adalah 0,25 mg subkutan setiap 20 - 30 menit sampai tercapai empat dosis atau tercapai keadaan tokolisis, selanjutnya 0,25 mg setiap 3 - 4 jam sampai uterus tidak lagi berkontraksi dalam 24 jam. Efek samping bagi ibu adalah takikardia, hipotensi, tremor, palpitasi, sesak napas, rasa tidak nyaman didada, edema pulmo, hipokalemia, dan hiperglikemia. Efek samping bagi janin adalah fetal takikardi. Dikontraindikasikan pada tachycardia-sensitive cardiac disease dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. [9]
Antibiotik
Infeksi bakteri intrauterine berhubungan dengan persalinan preterm, terutama pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Namun tidak ada studi yang menunjukkan bahwa pemberian antibiotik selama persalinan preterm bermanfaat untuk menunda kelahiran atau mengurangi morbiditas neonatus yang berhubungan dengan persalinan preterm. Pemberian antibiotik tetap diberikan untuk kehamilan dengan kultur positif bakteri Streptococcus grup B sebagai profilaksis persalinan preterm dan juga tetap diberikan pada wanita dengan kasus ketuban pecah dini. [9]
Pencegahan persalinan preterm
Pencegahan persalinan preterm dapat diberikan progesteron ataupun tindakan cervical cerclage dan pemasangan pesarium untuk membantu memperbaiki kelainan struktural serviks atau kelemahan serviks. Tindakan pencegahan ini hanya bisa dilakukan pada kasus tanpa rupture membrane ketuban.
Progesteron
Berbagai studi mendukung pemberian progesteron untuk mencegah kelahiran preterm pada pasien dengan risiko tinggi, terutama dengan kehamilan janin tunggal. Berdasarkan patofisiologinya, maka progesteron dapat mencegah kontraksi uterus. Suplementasi Progesteron bermanfaat pada pasien dengan usia kehamilan 16-24 minggu dan dilanjutkan hingga usia kehamilan 34 minggu.[2,9,10]
The U.S. Food and Drug Administration (FDA) sudah menyetujui penggunaan hydroxyprogesterone caproate (Makena), 250 mg intramuskular, sebagai injeksi mingguan. Vaginal progesteron dapat digunakan pada wanita yang tidak memiliki riwayat persalinan preterm spontan, jika memiliki panjang serviks 20 mm atau kurang sebelum usia kehamilan 24 minggu. Pada sebuah studi randomized placebo-controlled trial, tatalaksana dengan vaginal micronized progesterone, 200 mcg per hari, berhubungan dengan reduksi persalinan preterm spontan sebesar 44% pada wanita asimptomatik dengan panjang serviks 15 mm atau kurang pada usia kehamilan 20- 25 minggu. [1,9]
Penggunaan preparat progesteron tidak terbukti bermanfaat pada kehamilan kembar. Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan progesteron sebagai profilaksis persalinan preterm tidak mengakibatkan efek samping yang bermakna pada anak-anak yang di observasi hingga usia 2 tahun. [1,10]
Cervical Cerclage dan Pesarium
Prosedur cervical cerclage dan pesarium dapat mencegah persalinan preterm pada wanita dengan riwayat rekuren keguguran atau persalinan preterm sebelumnya. Prosedur tersebut terutama dilakukan pada kehamilan tunggal dengan kasus cervical insufficiency atau pada pemendekan serviks <25 mm dengan pemeriksaan USG transvaginal. Cerclage tidak direkomendasikan pada kehamilan ganda. Pesarium serviks diharapkan dapat menjadi alternatif terapi noninvasif untuk mencegah kejadian persalinan preterm pada wanita dengan serviks pendek. [9]
Sebuah studi metaanalisis yang mengevaluasi efektifitas pemberian progesteron dan cerclage secara terpisah, menunjukkan bahwa kedua metode tersebut sama bermanfaatnya untuk mencegah terjadinya persalinan preterm. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa efektivitasnya dapat meningkat bila kedua metode ini dilakukan secara bersamaan.
Persiapan Penanganan Bayi Kelahiran Preterm
Bayi preterm baru lahir rentan untuk mengalami hipotermia, persiapan yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga ruangan dengan suhu tidak kurang dari 25 derajat celsius, segera mengeringkan bayi dan memakaikan bayi topi dan kaos kaki. Persiapan resusitasi neonatus harus tersedia. Bagi keluarga bayi, dapat melakukan tindakan perawatan metode kanguru untuk menjaga bayi tetap hangat. Perawatan metode kanguru ini juga lebih efektif dibandingkan dengan hanya menyelimuti bayi dengan selimut tebal saat rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap, seperti rumah sakit dengan perawatan neonatal intensif. [7]
Saat persalinan preterm, trauma yang terlalu besar harus dihindari, persalinan dengan vakum tidak disarankan pada kehamilan kurang dari 34 minggu, risiko sungsang atau malposisi harus diwaspadai. Semua itu untuk mengoptimalisasi kualitas neonatus. [1]