Epidemiologi Persalinan Preterm
Epidemiologi persalinan preterm secara umum masih cukup tinggi, namun saat ini kejadiannya mulai berkurang dikarenakan oleh teknologi bidang obstetrik ginekologi yang berkembang pesat. Data WHO menyebutkan kasus persalinan preterm adalah 9,5% dari total kelahiran yang ada, dan Indonesia pada tahun 2015 masuk dalam 10 negara tertinggi kasus persalinan preterm.[2,5,6]
Global
Secara global di dunia tiap tahun diperkirakan sekitar 15 juta kasus persalinan terjadi preterm. Berdasarkan data WHO kasus persalinan preterm mencapai 9,5% dari total kelahiran yang ada. Data persalinan preterm di negara maju seperti Amerika Serikat menunjukkan kecenderungan penurunan sejak terjadinya kasus tertinggi persalinan preterm mencapai 12,8% pada tahun 2006. Tahun tersebut terjadi peningkatan kasus persalinan preterm karena mulai seringnya penggunaan ultrasonografi untuk mengukur usia kehamilan sehingga pengukuran usia kehamilan menjadi lebih tepat. Sesudah itu angkanya mulai menurun karena telah banyak dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan yang baik.[2,5]
Indonesia
Untuk di Indonesia sendiri, angka persalinan preterm masih cukup tinggi. Berdasarkan data WHO, Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi kasus persalinan preterm pada tahun 2015 yaitu mencapai 675.700 kasus dengan kelahiran bayi preterm mencapai 15,5 kasus per 100 kelahiran hidup. [6]
Mortalitas
Persalinan preterm adalah setengah dari penyebab bayi lahir prematur. Bayi prematur dapat mengalami komplikasi seperti distress respiratori, sepsis, perdarahan intraventrikular dan necrotizing enterocolitis. Kondisi komplikasi tersebut dapat meningkatkan angka kematian neonatus.[1,2]
Angka mortalitas bayi prematur cukup tinggi di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2007 angka kematian neonatus di Indonesia mencapai 19 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan prematuritas sebagai penyebab kematian neonatus mencapai 34%. [7]