Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Abnormal
Penatalaksanaan definitif perdarahan uterus abnormal tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Namun, secara garis besar penatalaksaan perdarahan uterus abnormal dibagi menjadi terapi medikamentosa dan intervensi bedah.
Pada Juli 2013, ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologists) menerbitkan pedoman untuk mengobati perdarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh disfungsi ovulasi (ovulatory disfunction) yang mencakup rekomendasi sebagai berikut:
- Terapi bedah harus dipertimbangkan hanya pada pasien yang telah mengalami kegagalan terapi medikamentosa. Selain pada keadaan itu, terapi bedah dikontraindikasikan
- Ablasi endometrium tidak diperkenankan menjadi terapi primer karena prosedur tersebut dapat menghambat penggunaan metode lainnya untuk memonitor endometrium di kemudian hari
- Terlepas dari usia pasien, terapi progestin dengan IUD levonorgestrel seharusnya dipertimbangkan. Kontrasepsi yang mengandung kombinasi estrogen dan progesteron juga memberikan pengobatan yang efektif.
Terapi kontrasepsi hormonal kombinasi dengan dosis rendah (20-35 ìg ethinyl estradiol) adalah andalan pengobatan untuk remaja sampai usia 18 tahun. Baik kontrasepsi hormon kombinasi dengan dosis rendah atau terapi progestin pada umumnya efektif pada perempuan usia 19-39 tahun.
Terapi estrogen dosis tinggi dapat bermanfaat untuk pasien dengan aliran menstruasi yang sangat berat atau instabilitas hemodinamik.
- Pengobatan medikamentosa untuk perempuan usia 40 tahun atau lebih (tetapi sebelum menopause) terdiri dari terapi progestin siklik, pil kontrasepsi oral dosis rendah, IUD levonorgestrel, atau terapi hormon siklik. Jika terapi medikamentosa gagal, pasien harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut (misal pemeriksaan histereskopi).
- Biopsi endometrium in-officelebih baik dibandingkan dilatasi dan kuretase (D&C) ketika memeriksa pasien dengan hiperplasia atau kanker endometrium. Jika terapi medikamentosa gagal pada perempuan yang sudah tidak ingin melahirkan/sudah berhenti melahirkan, histerektomi tanpa menyisakan serviks dapat menjadi pertimbangan.
Medikamentosa
Berikut adalah preparat medikamentosa yang dapat diberikan kepada pasien dengan perdarahan uterus abnormal:
Estrogen
Estrogen sangat efektif mengontrol perdarahan akut dan berat. Mengatur aksi vasospastik pada perdarahan kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, fakor IV, dan faktor X di dalam darah, dan juga agregasi trombosit serta permeabilitas kapiler. Estrogen juga menginduksi formasi reseptor progesteron, membuat pengobatan berikutnya dengan progestin lebih efektif.
Terapi estrogen dapat diberikan dalam 2 bentuk, intravena atau oral, tetapi sediaan intravena sulit didapatkan di Indonesia. Pemberian estrogen oral dosis tinggi cukup efektif untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal, yaitu estrogen konjugasi dengan dosis 1.25mg atau 17β estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa terjadi pada pemberian terapi estrogen. Terapi estrogen hanya mengontrol perdarahan akut dan tidak mengobati penyebab yang mendasari. Terapi jangka panjang yang sesuai harus diberikan ketika episode akut telah terlewati.
Progestin
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14 hari, diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan bila ada kontraindikasi terhadap estrogen. Saat ini tersedia beberapa sediaan progestin oral yang bisa digunakan seperti :
- Medroksi Progesteron Asetat-MPA (Merk dagang Depo Provera/Provera) dengan dosis 2x100 mg per oral
- Noretisteron Asetat dosis 2x5mg per oral
- Didrogesteron dosis 2x10 mg per oral
- Normegestrol Asetat dosis 2x5 mg per oral
Dalam pemilihan jenis progestin harus diperhatikan dosis yang kuat untuk menghentikan perdarahan uterus abnormal. Progestin merupakan antiestrogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 17β hidroksi-steroid dehidrogenase dan sulfotransferase sehingga mengonversi etsradiol menjadi estron.
Progestin sintetis memiliki efek antimitosis, membuat endometrium menjadi atrofi jika diberikan secara terus-menerus. Obat ini sangat efektif pada kasus hiperplasia endometrium. Namun, pemberian progestin sintetis harus dihindari pada awal kehamilan karena menginduksi respon endometrium yang berbeda dengan endometrium sekretrorik preimplantasi normal. Dari beberapa laporan didapatkan juga hubungan antara paparan intrauterus dengan progestin sintetis pada kehamilan trimester pertama dengan abnormalitas genital pada fetus laki-laki dan perempuan. Pasien yang memiliki kemungkinan hamil dapat diterapi dengan preparat progesteron natural. Preparat ini menginduksi endometrium sekretorik normal yang tepat untuk implantasi dan pertumbuhan dari perkembangan hasil konsepsi selanjutnya.
Kombinasi Estrogen-Progestin
Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik bila diobati dengan kombinasi estrogen dan progesteron dalam bentuk pil kontrasepsi.
Dosis dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan setelah terjadi perdarahan akut dilanjutkan 1x1 tablet selama 3-6 siklus.
Dapat pula diberikan dosis tapering 4x1 tablet selama 4 hari, diturunkan dosis menjadi 3x1 tablet selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari, 1x1 tablet selama 3 minggu kemudian berhenti tanpa obat selama 1minggu. Lalu dilanjutkan pil kombinasi 1x1 tablet selama 3 siklus. Pil kombinasi ini efektif untuk manajemen jangka panjang perdarahan uterus abnormal.
Androgen
Preparat androgen adalah alternatif lain terapi perdarahan uterus abnormal. Androgen biasa digunakan pada perdarahan uterus abnormal ringan sampai sedang khususnya pada pasien perdarahan dengan siklus ovulasi. Androgen dapat menstimulasi eritopoiesis dan efisensi pembekuan darah. Selain itu ia juga mengubah jaringan endometrium menjadi inaktif dan atrofi. Namun saat ini, penggunaan prepapat androgen untuk terapi perdarahan uterus abnormal sudah jarang ditemukan karena menyebabkan maskulinasi yang ireversibel
NSAID (Non-Steroid Anti Inflammtory Drugs)
NSAID dipercaya mampu memperbaiki hemostasis endometrium dan menurunkan jumlah darah haid 20-50%. NSAID memblokade pembentukan dari protasiklin, antagonis dari tromboksan, sehingga dapat mempercepat agregasi trombosit dan menginisiasi koagulasi. Prostasiklin diproduksi dalam jumlah yang meningkat pada endometrium dengan perdarahan masif yang berat pada siklus ovulasi. Karena NSAID mencegah pembentukan prostasiklin darah, mereka dapat menurunkan aliran darah secara efektif. NSAID yang bisa digunakan untuk perdarahan uterus abnormal adalah asam mefenamat dengan dosis 250-500 mg 2-4 kali sehari dan ibuprofen diberikan dengan dosis 600-1.200mg per hari. Selain itu naproxen dari golongan penghambat COX-2 juga dapat digunakan.
Lainnya
Selain preparat yang telah disebutkan di atas terdapat beberapa preparat lain yang bisa digunakan sebagai terapi perdarahan uterus abnormal yakni Agonis GnRH dan Derivat Arginin Vasopresin. Penggunaan agonis GnRH sering dibatasi karena menyebabkan efek samping osteoprosis. Sementara derivat arginin vasopresin dapat digunakan pada pasien dengan defek koagulasi.
Terapi Bedah
Terapi dengan intervensi bedah yang dapat dilakukan sebagai penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut:
Dilatasi dan Kuretase/Dilatation and Curretage (D&C)
Sebetulnya D&C lebih tepat disebut terapi diagnostik dibandingkan terapi definitif pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal karena tidak terlalu efektif untuk mengobati. Terapi D&C ini digunakan pada pasien yang mengalami kegagalan respon terhadap terapi hormonal. Penambahan histeroskopi pada D&C akan membantu tatalaksana polip endometrium atau kinerja biopsi uterus yang diarahkan..
Histerektomi
Histerektomi abdominal atau vaginal mungkin dibutuhkan oleh pasien gagal terapi hormonal, dengan anemia simtomatis, dan yang mengalami gangguan kualitas kehidupannya akibat perdarahan yang persisten dan tidak terjadwal.
Ablasi Endometrium
Ablasi endometrium adalah terapi alternatif untuk pasien yang mengharapkan bisa menghindari histerektomi atau untuk pasien yang bukan merupakan kandidat pembedahan mayor. Teknik ablasi sangat beragam mulai dari penggunaan laser, rollerball, resektoskopi, atau modalitas destruktif termal. Kebanyakan prosedur ini berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi. Sebelum dilakukan ablasi endometrium ini, biasanya pasien diberikan praterapi dengan agen seperti leuprolide acteate, MPA, atau danazol untuk menipiskan endometrium. Prosedur ablasi lebih konservatif dibandingkan histerektomi. Selain itu, prosedur ini juga memiliki waktu pemulihan yang lebih singkat. Namun, untuk beberapa pasien memiliki perdarahan yang persisten prosedur ablasi dapat dilakukan berulang atau beralih ke terapi bdeah lain seperti histerektomi.[1,6,11-14]