Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Hipokalemia general_alomedika 2022-11-17T16:30:51+07:00 2022-11-17T16:30:51+07:00
Hipokalemia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Hipokalemia

Oleh :
dr. Evelyn Ongkodjojo
Share To Social Media:

Diagnosis hipokalemia dapat ditegakkan melalui anamnesis mengenai perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang. Anamnesis terutama dapat memberikan gambaran penyebab dari hipokalemia.

Anamnesis

Anamnesis terkait gejala hipokalemia sering kali tidak spesifik dan lebih berkaitan dengan keluhan fungsi otot dan jantung, namun manifestasi klinis dari hipokalemia biasanya muncul pada kondisi kadar kalium serum telah mencapai < 3 mmol/L. Beratnya gejala hipokalemia yang muncul berbanding lurus dengan derajat dan durasi hipokalemia. Oleh karena itu, pada kondisi hipokalemia ringan, pasien seringkali asimptomatis. Keluhan awal yang muncul seringkali dari penyebab yang mendasari terjadinya hipokalemia dibandingkan akibat hipokalemia sendiri.[2,4]

Gejala muskuloskeletal utama adalah kelemahan dan mudah lelah. Kelemahan otot pada kondisi hipokalemia memiliki pola yang mirip dengan kondisi hiperkalemia, yakni diawali dari ekstremitas bawah kemudian mengalami progresivitas asenden hingga mencapai batang tubuh dan ekstremitas atas.

Apabila otot pernafasan terpengaruh, maka dapat muncul keluhan sesak nafas hingga ancaman gagal nafas dan kematian. Apabila terdapat keterlibatan pada otot gastrointestinal, dapat terjadi ileus disertai mual, muntah, distensi abdomen maupun konstipasi. Pada hipokalemia berat, kram dan nyeri otot dapat muncul bersamaan dengan rabdomiolisis dan myoglobinuria[2,4]

Keluhan fungsi jantung yang sering dirasakan pasien adalah palpitasi[2,4]

Pasien dengan diabetes dapat datang dengan keluhan kontrol diabetes yang buruk atau poliuria berkaitan dengan kondisi hiperglikemia dan diabetes insipidus nefrogenik. Pasien juga dapat menunjukkan keluhan psikologis seperti psikosis, delirium, halusinasi, dan depresi[2]

Pada anamnesis, penting dievaluasi riwayat kondisi pasien seperti adanya kehilangan cairan dari gastrointestinal (muntah dan diare), penyakit komorbid gangguan jantung, serta riwayat penggunaan obat seperti insulin, agonis beta, maupun diuretik (sebagai contoh furosemide)[4]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan hipokalemia seringkali menunjukkan hasil yang normal. Tanda-tanda vital biasanya dalam rentang nilai normal, namun dapat pula dijumpai adanya takikardia dengan irama yang tidak teratur atau adanya takipnea akibat kelemahan pada otot pernafasan. Hipertensi dapat menjadi penanda suatu hiperaldosteronisme primer, stenosis arteri renalis, hiperplasia adrenal kongenital maupun Liddle syndrome. Adanya hipotensi relatif harus dicurigai berkaitan dengan penggunaan laksatif, diuretik, bulimia atau adanya sindrom Bartter atau Gitelman[2]

Adanya kelemahan otot hingga paralisis flasid dapat pula muncul. Pada pemeriksaan refleks tendon dapat dijumpai menurun hingga menghilang. Bising usus yang hipoaktif dapat mengindikasikan suatu hipomotilitas gaster atau ileus [2].

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari hipokalemia antara lain Gitelman Syndrome dan Bartter Syndrome.

Gitelman Syndrome (GS)

Gitelman Syndrome (GS) merupakan penyakit tubulus ginjal yang diturunkan akibat mutasi SLC12A3 berkaitan dengan kotransporter NaCl sensitif tiazid sehingga diagnosis pasti diperoleh melalui pemeriksaan genetik. GS seringkali dijumpai pada anak-anak atau dewasa muda dengan gejala klasik hipokalemia dan merupakan 50% penyebab dari hipokalemia kronis. Gejala lain meliputi hipotensi, alkalosis metabolik, hipokalsiuria, hipomagnesemia dan hipertrofi kompleks jukstaglomerular dengan hiperaldosteronisme sekunder[8]

Bartter Syndrome (BS)

Bartter Syndrome (BS) merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan alkalosis hipokalemia, hipomagnesemia namun disertai hiperreninemik hiperaldosteronemia dan tekanan darah normal. BS seringkali dijumpai pada bayi maupun masa anak-anak awal. Pada pemeriksaan analisis genetik, dijumpai adanya mutasi pada gen kanal klorida (CLCNKB). Baik GS maupun BS dapat ditatalaksana dengan pemberian suplemen kalium dan magnesium oral[8]

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis hipokalemia, pemeriksaan penunjang laboratorium untuk mengetahui kadar kalium serum dan urine perlu dilakukan untuk menentukan derajat keparahan dan menentukan langkah awal dalam diagnosis hipokalemia. Secara umum, terdapat dua komponen utama dalam evaluasi diagnostik dalam kondisi hipokalemia.

  • Evaluasi ekskresi kalium dalam urine untuk membedakan penyebab kehilangan dari renal (terapi diuretik, aldosteronisme primer) dari penyebab hipokalemia yang lain (kehilangan dari saluran gastrointestinal, pergeseran kalium transeluler)
  • Evaluasi status asam basa dikarenakan penyebab hipokalemia seringkali berkaitan dengan alkalosis atau asidosis metabolik[1].

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dasar termasuk kadar natrium, kalium, glukosa, klorida, bikarbonat, BUN dan kreatinin merupakan beberapa komponen pemeriksaan yang perlu dievaluasi. Pemeriksaan analisis gas darah juga sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi adanya asidosis maupun alkalosis terutama apabila penyebab yang mendasari kondisi hipokalemia. Dalam mengevaluasi kadar kalium serum, sampel darah vena dan arteri tidak menunjukkan perbedaan klinis yang signifikan sehingga pada kondisi gawat darurat pemeriksaan serum kalium menggunakan sampel darah vena tidak dikontraindikasikan.[1]

Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan elektrolit urine diperlukan untuk menentukan patofisiologi hipokalemia dengan membedakan penyebab renal maupun non renal. Kadar kalium urine yang rendah (<20 mEq/L) menunjukkan adanya kehilangan dari saluran gastrointestinal, asupan yang kurang maupun adanya pergeseran kalium ekstraseluler ke intraseluler, sedangkan kadar kalium urine > 40 mEq/L menunjukkan adanya kehilangan dari renal. Kalsium dalam urine juga diperlukan untuk mengeksklusi diagnosis banding sindrom Bartter[1,2]

Elektrokardiogram

Pemeriksaan elektrokardiogram perlu dilakukan untuk mengevaluasi apakah kondisi hipokalemia telah mempengaruhi fungsi jantung atau mendeteksi kemungkinan toksisitas digoksin. Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai takiaritmia atrial maupun ventrikular, penurunan amplitudo gelombang P dan adanya gelombang U. Namun, gambaran EKG dapat menunjukkan kesan normal maupun perubahan yang sangat minimal sebelum terjadinya disritmia yang signifikan secara klinis. Perubahan pola EKG yang mungkin dijumpai antara lain:

  • Disritmia ventrikular
  • Pemanjangan interval QT
  • Depresi segmen ST
  • Pendataran gelombang T
  • Adanya gelombang U
  • Aritmia ventrikular seperti (premature ventricular contractions, torsade de pointes, dan fibrilasi ventrikel)
  • Aritmia atrial (premature atrial contractions, fibrilasi atrial)[2]

Referensi

1. Kardalas E, Paschou SA, Anagnostis P, et al. Hypokalemia: A Clinical Update. Endocrinology Connections. 2018:7(4):R135-46.
2. Lederer E, Alsauskas ZC, Mackelaite L, et al. Hypokalemia. Medscape. 2018. Retrieved from https://emedicine.medscape.com/article/242008-overview
4. Castro D, Sharma S. Hypokalemia. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2020. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482465/#_NBK482465_pubdet_
8. Udensi K, Tchounwou PB. Potassium Homeostasis, Oxidative Stress, and Human Disease. International Journal of Clinical and Experimental Physiology. 2017:4(3):111-122.

Epidemiologi Hipokalemia
Penatalaksanaan Hipokalemia

Artikel Terkait

  • Rasionalitas Pemberian Diuretik Thiazide untuk Hipertensi
    Rasionalitas Pemberian Diuretik Thiazide untuk Hipertensi
Diskusi Terkait
dr. Hudiyati Agustini
20 hari yang lalu
Bahan Makanan Sumber Kalium untuk Pasien Hipokalemia - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
2 Balasan
ALO Dokter!Pasien mengeluh otot lemah dan mudah lelah, ternyata hasil laboratorium menunjukkan kondisi hipokalemia (level kalium serum <5,0 mEq/L). Salah...
Anonymous
11 November 2022
Bisakah koreksi natrium dan kalium dilakukan secara bersamaan?
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dokter, saya memiliki pasien dengan hiponatremia kadar Na 120 mmol dan hipokalemia kadar K 2,25 mmol. Pasien akan diberikan NaCl 3% dan KCL, untuk...
dr.Riska
11 November 2022
Bisakah koreksi natrium dan kalium dilakukan secara bersamaan?
Oleh: dr.Riska
1 Balasan
Alo dokter, saya memiliki pasien dengan hiponatremia kadar Na 120 mmol dan hipokalemia kadar K 2,25 mmol. Pasien akan diberikan NaCl 3% dan KCL, untuk...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.