Penatalaksanaan Ankle Sprain
Penatalaksanaan ankle sprain dibedakan menjadi tata laksana awal dan rehabilitasi fungsional. Tata laksana bertujuan untuk mengontrol nyeri, memar, dan mengembalikan range of motion sedangkan rehabilitasi fungsional bertujuan untuk mempercepat pasien kembali beraktivitas dan mencegah terjadinya instabilitas kronis. Pembedahan tidak dilakukan pada semua kasus ankle sprain.
Tata Laksana Awal
Tata laksana awal pada pasien dengan ankle sprain adalah mengontrol nyeri, memar dan mengembalikan Range of Motion dengan melakukan RICE (rest, ice, compression, elevation) yang disertai dengan pemberian paracetamol dan imobilisasi selama 2–3 hari.
Rest, Ice, Compression and Elevation (RICE)
Rest Ice Compression and Elevation atau disingkat dengan RICE umumnya menjadi tata laksana akut pada pasien ankle sprain. [2,6,11]
- R (Rest): dilakukan dengan membatasi beban pada ankle. Pasien direkomendasikan untuk menggunakan tongkat sampai bisa berjalan
- I (Ice): aplikasi es atau air dingin dapat dilakukan selama 15 – 20 setiap 2 – 3 jam untuk 48 jam pertama atau bengkak berkurang
- C (Compression): kompresi dengan menggunakan pembalut elastis untuk meminimalisir bengkak. Sebuah studi mengatakan functional support memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan pembalut elastis saja pada fase awal.
- E (Elevate): ankle sebaiknya diangkat sekitar 15 – 25 cm diatas jantung untuk memfasilitasi drainase dari vena dan kelenjar getah benting
Namun menurut studi terbaru tidak ada bukti bahwa RICE sendiri mampu mengatasi nyeri, memar maupun fungsi dari pasien. RICE yang dikombinasikan dengan latihan fisik dibuktikan memiliki hasil yang lebih efektif dibandingkan terapi RICE sendiri. [8]
Analgesik
Studi menemukan bahwa paracetamol memiliki efektivitas yang setara dengan obat antiinflamasi nonsteroid (nonsteroidal anti inflammatory drugs / NSAID) maupun kombinasi NSAID-paracetamol untuk nyeri akut akibat trauma muskuloskeletal, termasuk ankle sprain. Mengingat lebih banyaknya efek samping NSAID secara umum dibandingkan paracetamol, sebaiknya gunakan paracetamol untuk kasus ankle sprain.
Imobilisasi
Imobilisasi pada pasien ankle sprain masih menjadi kontroversi. Pada ankle sprain grade I dan II, pasien tidak perlu dilakukan imobilisasi, hanya dengan functional support pasien tampak membaik. Namun pada pasien grade III, hal ini memicu kontroversi karena mobilisasi pada fase awal akan terasa nyeri sehingga kepatuhan pasien akan berkurang. Menurut studi terbaru, functional support dan terapi latihan fisik memiliki hasil yang lebih optimal dibandingkan imobilisasi, namun apabila imobilisasi tetap harus dilakukan maka sebaiknya dilakukan kurang dari 10 hari. [2,8]
Rehabilitasi Fungsional
Rehabilitasi fungsional penting dilakukan untuk mempercepat kembalinya pasien ke aktivitas sehari–hari serta mencegah terjadinya instabilitas kronis. Tata laksana ini dimulai dari awal pasien cedera sampai fungsi dari ankle kembali normal. Sebelum memulai rehabilitas fungsional, sebaiknya pasien memiliki stabilitas sendi ankle yang baik, dan dapat dimulai pada awal cedera pada ankle sprain grade I dan II.
Functional Support
Penggunaan functional support 4 – 6 minggu terbukti memiliki hasil yang lebih optimal dibandingkan imobilisasi. Functional support yang digunakan adalah ankle brace karena memiliki efektvitas yang paling baik di antara functional support lainnya.
Latihan Fisik
Program latihan fisik umumnya berisi latihan range-of-motion, neuromuskular dan proprioseptif. Terapi fisik ini sebaiknya dimulai pada fase akut. Untuk dapat kembali berolahraga, pasien harus memenuhi kriteria yang terukur dan spesifik sehingga tidak ada risiko cedera ulang.
Kriteria Rujukan
Indikasi untuk merujuk pasien ankle sprain ke spesialis ortopedi adalah:
Ankle sprain grade 3
- Fraktur atau dislokasi
- Gangguan neurovaskular
- Ruptur tendon atau subluksasi
- Luka yang menembus tulang
- Cedera pada sindesmosis[2,3]
Pembedahan
Terapi pembedahan umumnya diperlukan pada ankle sprain grade 3. Indikasi untuk terapi pembedahan pada ankle sprain adalah :
- Ligamen distal tibiofibular dengan pelebaran ankle mortise
- Entrapped deltoid ligament
- Terdapat 2 ruptur ligamen lateral [6]