Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Penatalaksanaan gagal jantung akut terdiri dari terapi segera, jangka menengah, dan terapi jangka panjang. Terapi segera dimaksudkan untuk menangani kasus akut yang mengancam nyawa dengan memperbaiki oksigenasi dan stabilisasi hemodinamik pasien. Terapi jangka menengah dilakukan dengan medikamentosa di ruang rawat biasa untuk menangani kondisi jantung serta komorbid pasien (misalnya hipertensi, diabetes). Sementara terapi jangka panjang dilakukan sejak pasien akan pulang rawat hingga seterusnya, mencakup medikamentosa dan upaya pencegahan rehospitalisasi.
Terapi Segera
Terapi segera dilakukan di unit gawat darurat (UGD) atau perawatan intensif, dengan tujuan :
- Mengobati gejala
- Memperbaiki oksigenasi jaringan
- Memperbaiki hemodinamik pasien
- Menghentikan proses kerusakan jantung dan ginjal
- Mencegah terjadinya tromboemboli
- Minimalisasi lama perawatan intensif[2,10]
Terdapat beberapa kondisi yang harus diperhatikan dan segera diberikan tatalaksana pada gagal jantung akut, antara lain :
- Edema / kongesti paru tanpa syok
- Hipotensi, hipoperfusi, dan syok
- Sindroma koroner akut
- Bradikardia berat dan blok jantung[2,10]
Edema atau Kongesti Paru Tanpa Syok
Pasien dengan edema paru / kongesti paru tanpa syok, perlu ditatalaksana sebagai berikut :
-
Pemberian oksigen dosis tinggi: pada pasien dengan saturasi perifer < 90% atau PaO2 < 60 mmHg
-
Pemberian ventilasi noninvasif / continuous positive airway pressure (CPAP): jika pernapasan > 20 x/menit dan terdapat hiperkapnia serta asidosis. Tindakan ini dapat menurunkan tekanan darah sehingga perlu dihentikan jika tekanan darah sistolik < 85 mmHg
-
Pemberian nitrat intravena, misalnya nitrogliserin: dipertimbangkan bila sistolik >110 mmHg dengan gejala kongesti dan dispnea. Pemberian obat ini harus disertai pemantauan tekanan darah. Titrasi dosis obat berdasarkan tekanan darah sistolik dan perbaikan gejala sesak napas pada pasien. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien dengan stenosis mitral/aorta
-
Pemberian loop diuretik, seperti furosemide: mengurangi sesak napas dan kongesti tetapi efek kerjanya membutuhkan waktu
-
Profilaksis tromboemboli dengan antikoagulan seperti heparin
-
Jangan memberikan obat inotropik seperti norepinephrine, kecuali pasien mengalami hipotensi (tekanan sistolik < 85 mmHg), hipoperfusi, atau syok[2,10]
Hipotensi, Hipoperfusi, dan Syok
Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi, dan syok, memerlukan tata laksana sebagai berikut :
-
Penanganan ritme jantung jika terdapat kelainan: dilakukan sesuai irama yang ditemukan pada monitor jantung. Contoh jika terdapat ventricular tachycardia dengan hemodinamik tidak stabil, dapat dilakukan kardioversi elektrik
- Penanganan pompa jantung: agen inotropik dapat diberikan jika pasien mengalami hipotensi (tekanan sistolik < 85 mmHg), dengan hipoperfusi, monitor elektrokardiogram dilakukan selama pemberian obat
-
Penggunaan alat bantu sirkulasi mekanik: pada pasien dengan gejala hipoperfusi persisten dengan penyebab yang reversibel atau berpotensi untuk dilakukan tindakan intervensi, seperti pemasangan intra-aortic balloon pump (IABP) atau extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
-
Penghambat fosfodiesterase intravena seperti milrinon dan enoksimon: obat golongan ini bekerja sebagai antidot obat beta blocker dan digunakan jika hipoperfusi dinilai disebabkan oleh beta blocker seperti propranolol dan atenolol
-
Vasopressin: dapat diberikan sebagai obat pilihan terakhir (setelah dopamin dan norepinephrine) pada pasien dengan syok kardiogenik[2,10]
Komorbid Lain
Dokter harus menilai ada tidaknya komorbid gagal jantung akut lainnya, seperti sindroma koroner akut, atrial fibrilasi, ventricular tachycardia, serta bradikardia berat atau blok jantung dan memberikan penanganan yang sesuai dengan masing-masing kondisi tersebut.[2,10]
Terapi Jangka Menengah
Terapi jangka menengah dilakukan di ruang rawat biasa, dengan tujuan :
- Stabilisasi pasien
- Memulai terapi medikamentosa
- Identifikasi penyebab dan komorbiditas[2,10]
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan gagal jantung akut disesuaikan dengan kondisi hemodinamik serta adanya kondisi komorbiditas lainnya.[2,10]
Beberapa obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan gagal jantung, antara lain obat golongan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI), angiotensin receptor blocker (ARB), antagonis aldosteron, dan beta blocker.[2,10]
ACE Inhibitor
Beberapa obat ACE inhibitor yang dapat diberikan pada pasien, antara lain :
-
Captopril: dosis awal 3 x 6,25 mg/hari; dosis target 3 x 50-100 mg/hari
- Ramipril: dosis awal 1 x 2,5 mg/hari; dosis target 2 x 5 mg/hari
-
Lisinopril: dosis awal 1 x 2,5-5 mg/hari; dosis target 1 x 20-40 mg/hari
- Enalapril: dosis awal 2 x 2,5 mg/hari; dosis target 2 x 10-20 mg/hari
- Perindopril: dosis awal 1 x 2 mg/hari; dosis target 1 x 8 mg/hari[2,10]
ARB
Beberapa obat ARB yang dapat diberikan pada pasien, antara lain :
-
Valsartan: dosis awal 2 x 40 mg/hari; dosis target 2 x 160 mg/hari
-
Candesartan: dosis awal 1 x 4 atau 8 mg/hari; dosis target 1 x 32 mg/hari[2,10]
Antagonis Aldosteron
Beberapa obat antagonis aldosteron yang dapat diberikan pada pasien, antara lain :
-
Spironolactone: dosis awal 1 x 25 mg/hari; dosis target 1 x 25-50 mg/hari
- Eplerenon: dosis awal 1 x 25 mg/hari; dosis target 1 x 50 mg/hari[2,10]
Beta Blocker
Beberapa obat beta blocker yang dapat diberikan pada pasien, antara lain:
-
Bisoprolol: dosis awal 1 x 1,25 mg/hari; dosis target 1 x 10 mg/hari
- Metoprolol: dosis awal 1 x 12,5 mg/hari; dosis target 1 x 200 mg/hari
- Carvedilol: dosis awal 1 x 3,125 mg/hari; dosis target 1 x 25-50 mg/hari[2,10]
Terapi Jangka Panjang
Terapi jangka panjang dilakukan sebelum pasien pulang dari rumah sakit hingga selanjutnya:
- Merencanakan strategi jangka panjang: kontrol pasca rawat dalam 7-10 hari, dilanjutkan kontrol rutin setiap bulan[7]
- Optimalisasi dosis obat, baik untuk jantung maupun kondisi komorbid pasien
- Pencegahan rehospitalisasi dengan kepatuhan berobat, diet rendah garam <2000mg/hari, asupan cairan direstriksi 30 ml/kg/hari bila kambuh, aktivitas fisik ringan sehari-hari boleh dilakukan saat kondisi stabil[11]
- Atasi faktor risiko: hindari merokok dan minum alkohol, jaga berat badan agar indeks massa tubuh selalu <25[11]
- Perbaikan kualitas hidup dan kelangsungan hidup: rehabilitasi jantung[2,10]
Rehabilitasi Jantung
Rehabilitasi jantung merupakan program jangka panjang yang bersifat komprehensif dengan tujuan pencegahan sekunder untuk:
- membatasi efek fisiologis dan psikologis penyakit jantung
- Menurunkan risiko kematian mendadak atau infark
- Mengontrol gejala kardiak
- Stabilisasi atau membalikkan proses atherosklerotik
- Meningkatan status vokasional dan psikososial pasien
Hal ini dilakukan dengan evaluasi medis, latihan fisik rehabilitasi yang bersifat kardioprotektif, modifikasi faktor risiko, edukasi, dan konseling yang dilakukan oleh tim multidisiplin. Tim multidisiplin untuk rehabilitasi jantung ini meliputi tenaga kesehatan berikut:
- Kardiologis
- Perawat spesialis jantung
- Fisioterapis
- Ahli gizi
- Psikolog
- Spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi