Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Tirotoksikosis general_alomedika 2020-10-26T15:33:16+07:00 2020-10-26T15:33:16+07:00
Tirotoksikosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Tirotoksikosis

Oleh :
Alexandra Francesca Chandra
Share To Social Media:

Penatalaksanaan tirotoksikosis dilakukan berdasarkan etiologi tirotoksikosis. Terdapat tiga metode dalam penatalaksanaan tirotoksikosis, yakni medikamentosa dengan obat antitiroid, ablasi radioiodin, dan pembedahan. [3-5]

Medikamentosa

Obat yang digunakan untuk penatalaksanaan tirotoksikosis adalah propiltiourasil (PTU), tiamazol, dan karbimazol. Semua obat-obatan tersebut dapat ditransport aktif ke dalam tiroid dan akan menginhibisi oksidasi iodida dan organifikasi melalui blokade enzim tiroid peroksidase.

Apabila tirotoksikosis disebabkan oleh konsumsi hormon tiroid eksogen, maka tata laksana adalah penghentian segera obat atau suplemen herbal yang menyebabkan. Selain itu, terapi akan bersifat simptomatik. [3-5]

Protokol Penatalaksanaan Medikamentosa

Terdapat 2 pendekatan dalam terapi medikamentosa tirotoksikosis, yakni titrasi dan blokade diikuti penggantian. Pada pendekatan titrasi, dosis obat dititrasi hingga mencapai dosis terendah yang diperlukan untuk menjaga kondisi eutiroid. Pada pendekatan blokade serta penggantian, dosis obat yang lebih tinggi digunakan bersamaan dengan penggantian menggunakan levotiroksin. Kedua pendekatan tersebut sama-sama efektif namun blokade dan penggantian terbukti menghasilkan efek samping yang lebih tinggi. Oleh karena itu, titrasi dijadikan pilihan utama dalam penatalaksanaan medikamentosa tirotoksikosis.

Dosis awal obat bergantung pada tingkat keparahan dan ukuran kelenjar tiroid, obat yang dijadikan ukuran standar adalah tiamizol :

  • Hipertiroidisme ringan dengan ukuran kelenjar kecil dapat diberikan 10-15 mg tiamizol per hari.

  • Hipertiroidisme berat dengan ukuran kelenjar besar, dapat diberikan 20-40 mg tiamizol tiap hari.

Dosis karbimazol ekivalen dengan 140% dosis tiamizol.

PTU dapat diberikan dengan dosis awal 50-150 mg per hari, tiga kali sehari. Fungsi tiroid dievaluasi 4-6 minggu setelah mulai terapi dan tiap 2-3 bulan jika pasien sudah mencapai eutiroid.

Setelah eutiroid tercapai, maka dapat diberikan dosis rumatan yakni 5-10 mg per hari untuk tiamizol, atau 50 mg per hari untuk PTU (bagi dalam 2-3 dosis). Dosis rumatan dilanjutkan selama 12-18 bulan.

Kekurangan terapi medikamentosa adalah tingginya kasus relaps setelah obat dihentikan. Relaps sering terjadi pada tahun pertama dibandingkan tahun selanjutnya, namun jarang terjadi setelah 4-5 tahun. Oleh karena itu, saat ini dikembangkan terapi dengan metode ablasi radioiodin.

Propranolol dapat digunakan sebagai terapi simptomatik. Propranolol adalah beta bloker yang dipilih karena memiliki efek pada jantung untuk menurunkan denyut, dan juga mampu memblokade konversi T 4 menjadi T3 di perifer. [3-5]

Ablasi Radioiodin

Ablasi radioiodin banyak dilakukan saat ini dalam penatalaksanaan hipertiroidisme, karena metode ini dinilai aman dan cost-effective. Metode ini biasanya dilakukan pada Grave’s disease, adenoma toksik, dan toxic multinodular goitre.

Kontraindikasi absolut ablasi radioiodin antara lain :

  • Kehamilan
  • Menyusui
  • Rencana kehamilan
  • Ketidakmampuan mengikuti aturan keselamatan radiasi

Ablasi juga dikontraindikasikan pada kasus kanker tiroid, karena kasus tersebut memerlukan tindakan pembedahan. Selain itu, radioiodin juga dilaporkan berbahaya bagi penderita Grave’s disease dengan kelainan aktif pada mata.

Follow up setelah radioterapi dilakukan sekitar 1-2 bulan setelah terapi. Fungsi tiroid diperiksa dan dipastikan jika pasien mengalami hipotiroidisme. Jika pasien masih dalam kondisi hipertiroid pada 1-2 bulan setelah terapi, maka monitoring dilakukan tiap 4-6 minggu hingga pasien mencapai kondisi eutiroid atau hipotiroid. Setelah itu, pasien perlu diberikan levotiroksin sebagai pengganti hormon tiroid jika diperlukan. Pasien yang mengalami relaps atau hipertiroidisme persisten dapat melakukan radioiodin ulang pada 6 bulan setelah terapi sebelumnya. [3-5]

Pembedahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan pada tirotoksikosis biasanya adalah tiroidektomi. Tiroidektomi total direkomendasikan karena luaran yang secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan tiroidektomi subtotal dengan tingkat komplikasi yang tidak berbeda.

Tiroidektomi direkomendasikan pada pasien sebagai berikut :

  • Goitre besar dan atau uptake radioiodin rendah
  • Terduga atau sudah dipastikan kanker serviks
  • Kelainan mata yang signifikan
  • Adanya kontraindikasi radioiodin
  • Preferensi pasien

Sebelum dilakukan pembedahan, pasien harus mendapat penatalaksanaan hingga mencapai eutiroid. Setelah pembedahan, pasien perlu diberikan levotiroksin untuk mengganti produksi tiroid yang sudah tidak ada. Monitoring TSH dilakukan 6-8 minggu setelah pembedahan. [3-5]

Referensi

3. De Leo, S., S.Y. Lee, and L.E. Braverman, Hyperthyroidism. Lancet (London, England), 2016. 388(10047): p. 906-918. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27038492
4. Franklyn, J.A. and K. Boelaert, Thyrotoxicosis. The Lancet, 2012. 379(9821): p. 1155-1166. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(11)60782-4
5. Lee, S.L. and S. Ananthakrishnan. Hyperthyroidism and Thyrotoxicosis. Endocrinology 2018; Available from: https://emedicine.medscape.com/article/121865-overview.

Diagnosis Tirotoksikosis
Prognosis Tirotoksikosis

Artikel Terkait

  • Peran Thyroid Scintigraphy dalam Mendiagnosis Kelainan Tiroid
    Peran Thyroid Scintigraphy dalam Mendiagnosis Kelainan Tiroid
Diskusi Terbaru
dr. Ferry Roferdi
Hari ini, 09:03
Surat sakit
Oleh: dr. Ferry Roferdi
1 Balasan
Alodokter. Mohon ijin bertanya. Apakah ada kriteria khusus untuk pasien agar mendapatkan surat sakit? Jika ada mohon share beserta sumbernya. Dikarenakan...
Anonymous
Hari ini, 08:21
Gatal gatal
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Pasien dengan gatal gatal +/- 1 bulan yang lalu, awalnya seperti bentol lalu menyebar seluruh tubuh alergi makanan (-) aktivitas pasien berkerja di kebun,...
Anonymous
Hari ini, 01:32
Asma Anak
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter. Saya bertugas di PKM di daerah terpencil. Saya memiliki pasien anak asma eksaserbasi akut umur 3 tahun 2 bulan dgn BB 10.3 kg, sya sudah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.