Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Tirotoksikosis general_alomedika 2023-01-10T13:20:38+07:00 2023-01-10T13:20:38+07:00
Tirotoksikosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Tirotoksikosis

Oleh :
Alexandra Francesca Chandra
Share To Social Media:

Penatalaksanaan tirotoksikosis dilakukan berdasarkan etiologi tirotoksikosis. Terdapat 3 metode tata laksana tirotoksikosis, yakni medikamentosa dengan obat antitiroid, ablasi radioiodin, dan pembedahan.[3-5]

Obat Antitiroid

Obat yang digunakan untuk penatalaksanaan tirotoksikosis adalah propiltiourasil (PTU), tiamazol, dan karbimazol. Semua obat-obatan tersebut dapat ditranspor aktif ke dalam tiroid dan akan menginhibisi oksidasi iodida dan organifikasi melalui blokade enzim tiroid peroksidase.[3-5]

Apabila tirotoksikosis disebabkan oleh konsumsi hormon tiroid eksogen, maka tata laksana adalah penghentian segera obat atau suplemen herbal yang menyebabkan. Selain itu, terapi akan bersifat simptomatik.[3-5]

Protokol Penatalaksanaan Medikamentosa

Terdapat 2 pendekatan dalam terapi medikamentosa tirotoksikosis, yakni titrasi dan blokade diikuti penggantian. Pada pendekatan titrasi, dosis obat dititrasi hingga mencapai dosis terendah yang diperlukan untuk menjaga kondisi eutiroid. Pada pendekatan blokade serta penggantian, dosis obat yang lebih tinggi digunakan bersamaan dengan penggantian menggunakan levotiroksin.

Kedua pendekatan tersebut sama-sama efektif, tetapi blokade dan penggantian terbukti menghasilkan efek samping yang lebih tinggi. Oleh karena itu, titrasi dijadikan pilihan utama dalam penatalaksanaan medikamentosa tirotoksikosis.

Kekurangan terapi medikamentosa adalah tingginya kasus relaps setelah obat dihentikan. Relaps sering terjadi pada tahun pertama dibandingkan tahun selanjutnya, tetapi jarang terjadi setelah 4‒5 tahun.

Dosis Awal

Dosis awal obat bergantung pada tingkat keparahan dan ukuran kelenjar tiroid, di mana tiamazol menjadi obat yang dijadikan ukuran standar:

  • Hipertiroidisme ringan dengan ukuran kelenjar kecil dapat diberikan 10‒15 mg tiamazol per hari.

  • Hipertiroidisme berat dengan ukuran kelenjar besar, dapat diberikan 20‒40 mg tiamazol tiap hari.

Dosis karbimazol ekivalen dengan 140% dosis tiamazol. Sementara, PTU dapat diberikan dengan dosis awal 50‒150 mg/hari, diberikan 3 kali/hari. Fungsi tiroid dievaluasi 4‒6 minggu setelah mulai terapi, dan tiap 2‒3 bulan jika pasien sudah mencapai eutiroid.

Dosis Rumatan

Setelah eutiroid tercapai, maka dapat diberikan dosis rumatan 5‒10 mg/hari untuk tiamazol, atau 50 mg/hari untuk PTU (dibagi dalam 2‒3 dosis). Dosis rumatan dilanjutkan selama 12‒18 bulan.[3-5]

Terapi Simtomatik

Propranolol dapat digunakan sebagai terapi simptomatik. Propranolol adalah beta bloker yang dipilih karena memiliki efek pada jantung untuk menurunkan denyut, dan juga mampu memblokade konversi T 4 menjadi T3 di perifer.[3-5]

Ablasi Radioiodin

Oleh karena risiko kasus relaps setelah obat dihentikan, maka telah dikembangkan metode terapi ablasi radioiodine. Ablasi radioiodine banyak dilakukan saat ini dalam penatalaksanaan hipertiroidisme, karena metode ini dinilai aman dan cost-effective. Metode ini biasanya dilakukan pada Grave’s disease, adenoma toksik, dan toxic multinodular goitre.

Kontraindikasi absolut ablasi radioiodin adalah kehamilan, menyusui, rencana hamil, dan ketidakmampuan mengikuti aturan keselamatan radiasi. Ablasi juga dikontraindikasikan pada kasus kanker tiroid, karena memerlukan tindakan pembedahan. Selain itu, radioiodin juga dilaporkan berbahaya bagi penderita Grave’s disease dengan kelainan aktif pada mata.

Follow up setelah radioterapi dilakukan sekitar 1‒2 bulan setelah terapi. Fungsi tiroid diperiksa dan dipastikan jika pasien mengalami hipotiroidisme. Jika pasien masih dalam kondisi hipertiroid pada 1‒2 bulan setelah terapi, maka monitoring dilakukan tiap 4‒6 minggu hingga pasien mencapai kondisi eutiroid atau hipotiroid.

Setelah itu, pasien perlu diberikan levotiroksin sebagai pengganti hormon tiroid jika diperlukan. Pasien yang mengalami relaps atau hipertiroidisme persisten dapat melakukan radioiodin ulang pada 6 bulan setelah terapi sebelumnya.[3-5]

Pembedahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan pada tirotoksikosis biasanya adalah tiroidektomi. Tiroidektomi total direkomendasikan karena luaran yang secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan tiroidektomi subtotal dengan tingkat komplikasi yang tidak berbeda.

Tiroidektomi direkomendasikan pada pasien sebagai berikut:

  • Goitre besar dan atau uptake radioiodin rendah
  • Terduga atau sudah dipastikan kanker serviks

  • Kelainan mata yang signifikan
  • Adanya kontraindikasi radioiodine
  • Preferensi pasien[3-5]

Sebelum dilakukan pembedahan, pasien harus mendapat penatalaksanaan hingga mencapai eutiroid. Setelah pembedahan, pasien perlu diberikan levotiroksin untuk mengganti produksi tiroid yang sudah tidak ada. Monitoring TSH dilakukan 6‒8 minggu setelah pembedahan.[3-5]

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi

3. De Leo, S., S.Y. Lee, and L.E. Braverman, Hyperthyroidism. Lancet (London, England), 2016. 388(10047): p. 906-918. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27038492
4. Franklyn, J.A. and K. Boelaert, Thyrotoxicosis. The Lancet, 2012. 379(9821): p. 1155-1166. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(11)60782-4
5. Lee, SL. Hyperthyroidism and Thyrotoxicosis. Medscape. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/121865-overview.

Diagnosis Tirotoksikosis
Prognosis Tirotoksikosis

Artikel Terkait

  • Perkembangan Diagnostik Nodul Tiroid dengan Artificial Intelligence
    Perkembangan Diagnostik Nodul Tiroid dengan Artificial Intelligence
  • Peran Thyroid Scintigraphy dalam Mendiagnosis Kelainan Tiroid
    Peran Thyroid Scintigraphy dalam Mendiagnosis Kelainan Tiroid
  • Manajemen Hipertiroid Dalam Kehamilan
    Manajemen Hipertiroid Dalam Kehamilan
Diskusi Terkait
Anonymous
14 hari yang lalu
Diagnosis dari hasil pemeriksaan tiroid
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin diskusi... saya ada pasien keluhanya badan lemas, tremor, kadang2 keringat dingin, pusing atau oyong saat berdiri terlalu lama, sering...
dr. Aud Prima Pribadi
25 Januari 2023
Gejala takikardi dan hasil lab kadar T4 di atas normal
Oleh: dr. Aud Prima Pribadi
8 Balasan
Alo Dokter, saya ada Pasien laki2 usia 34 thn, riw.beberapa kali Takikardi 120-130 bpm. Tidak ada teraba benjolan abnormal di leher. Ada riw.Hipertensi dlm...
Anonymous
27 November 2022
Pengobatan hipertiroid pada kehamilan
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Kalo untuk ibu hamil dengan eutiroid pengobatan dengan tyrozol sudah 6 bulan,untuk kehamilan obatnya bagaimana untuk penderita hipertiroid

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.