Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Patofisiologi Alergi Makanan general_alomedika 2022-07-07T21:03:48+07:00 2022-07-07T21:03:48+07:00
Alergi Makanan
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Alergi Makanan

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono
Share To Social Media:

Patofisiologi alergi makanan dibedakan berdasarkan reaksi yang dimediasi IgE atau hipersensitivitas tipe I, dan reaksi yang tidak dimediasi IgE. Selain itu, terdapat juga tipe campuran yang melibatkan IgE dan sel T. Alergi makanan yang dimediasi oleh IgE memiliki onset gejala yang cepat, dimulai 4–6 jam setelah terpapar. Alergi makanan yang tidak dimediasi IgE onsetnya lebih lambat. Alergi makanan yang dimediasi IgE dapat menimbulkan reaksi anafilaksis.[2,9–11]

Alergi Makanan Yang Dimediasi IgE

Sensitisasi terhadap alergen makanan dapat terjadi melalui sistem pencernaan, kulit, dan meskipun jarang, melalui sistem pernapasan, yang diakibatkan kerusakan fungsi sawar mukosa atau adanya inflamasi.[12]

Antigen tersebut kemudian diproses dan dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC) ke major histocompatibility complex (MHC). Selanjutnya, MHC akan mengaktifkan sel B untuk menghasilkan IgE yang spesifik terhadap antigen tersebut. IgE akan bersirkulasi dan menempel pada reseptornya di permukaan sel mast dan basofil.[9–11,13]

Eksposur terhadap antigen berikutnya akan dikenali oleh IgE. Kemudian terjadi pelepasan histamin dan triptase. Mediator lain yang turut terlibat, antara lain prostaglandin, leukotrien, kemokin, dan platelet-activating factor.[9–11,13]

Mediator-mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, yang mengakibatkan edema dinding usus, juga kontraksi otot polos dan produksi lendir di saluran pencernaan. Ketika alergen terdistribusi secara sistemik, basofil dan sel mast dapat bereaksi, sehingga menyebabkan anafilaksis.[1]

Alergi Makanan Yang Tidak Dimediasi IgE

Mekanisme alergi makanan yang tidak dimediasi IgE, misalnya esofagitis dan food protein–induced enterocolitis syndrome (FPIES), masih belum jelas. Pada esofagitis, reaksi terutama diperantarai oleh sel T helper 2 (TH2), serta IL-5, IL-13, dan IL-9. Selain itu, didapatkan juga peningkatan eosinofil, sel mast, dan sel CD4+ pada jaringan esofagus.[3,9,10]

Pada FPIES, ditemukan eosinofil dan TH2 pada mukosa usus, tetapi studi lain menyatakan mungkin ada juga peran dari sistem imun bawaan yang turut berperan pada patogenesis penyakit ini.[3,12]

Penyakit Berhubungan dengan Alergi Makanan

Terdapat beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan alergi makanan, antara lain dermatitis atopik, celiac disease, sindrom alergi oral, esofagitis, asma, proctocolitis dan enterocolitis, serta sindrom Heiner.

Dermatitis Atopik

Sebanyak 35–40% pasien dengan dermatitis atopik memiliki alergi makanan diperantarai IgE. Reaksi termediasi IgE dan mekanisme seluler dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kulit yang kronis. Eliminasi alergen makanan dapat menghasilkan perbaikan bahkan resolusi gejala pada sebagian pasien.[1,5]

Celiac Disease

Celiac disease merupakan respons imun terhadap protein gluten yang terdapat pada bahan makanan biji-bijian atau tepung. Celiac disease sering dikaitkan dengan terjadinya dermatitis herpetiformis, yaitu munculnya lesi melepuh dan gatal yang kronis, dengan distribusi simetris. Eliminasi gluten dari diet biasanya memperbaiki gejala pada kulit.[5]

Sindrom Alergi Oral

Merupakan reaksi alergi ringan yang dimediasi IgE. Gejala hanya terbatas di area orofaring. Konsumsi sayur, buah, atau kacang oleh orang yang alergi serbuk sari (pollen) dapat memicu sindrom alergi oral karena adanya kesamaan protein penyebab alergi.[5]

Esofagitis dan Gastroenteritis Eosinofilik

Pada esofagitis dan gastroenteritis eosinofilik, terjadi hiperplasia epitel yang menyerupai dermatitis atopik. Keadaan ini diakibatkan reaksi alergi yang dimediasi dan tidak dimediasi IgE. Pada saluran pencernaan, dapat ditemukan infiltrasi eosinofil.[1,5]

Asma

Gejala asma, misalnya wheezing, dapat ditemukan pada alergi makanan, meskipun makanan umumnya bukan alergen yang menyebabkan asma kronik.

Allergic Proctocolotis dan Food Protein-induced Enterocolitis

Inflamasi yang didominasi eosinofil akibat konsumsi makanan dapat terjadi di sepanjang saluran pencernaan. Proctocolitis merupakan bentuk alergi makanan diperantarai sel yang paling sering dijumpai. Jumlah eosinofil pada mukosa sangat banyak, tetapi IgE total normal, dan tidak ditemukan IgE spesifik protein makanan. Hal tersebut konsisten dengan reaksi alergi yang tidak dimediasi IgE.[1]

Sindrom Heiner

Sindrom Heiner adalah reaksi yang tidak dimediasi IgE. Gejalanya berupa pneumonia, hemosiderosis, perdarahan saluran cerna, dan gagal tumbuh pada bayi.[4,5]

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

1. Renz H, Allen KJ, Sicherer SH, Sampson HA, Lack G, Beyer K, Oettgen HC. Food allergy. Nat Rev Dis Primers. 2018 Jan 4;4:17098. doi: 10.1038/nrdp.2017.98.
2. National Institute of Allergy and Infectious Disease. Guidelines for the Diagnosis and Management of Food Allergy in the United States. 2010 https://www.foodallergy.org/sites/default/files/migrated-files/file/niaid-clinician-summary.pdf
3. Ho MH, Wong WH, Chang C. Clinical spectrum of food allergies: a comprehensive review. Clin Rev Allergy Immunol. 2014 Jun;46(3):225-40. doi: 10.1007/s12016-012-8339-6 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23229594
4. National Institute for Health and Care Excellence. Food allergy in under 19s: assessment and diagnosis. https://www.nice.org.uk/guidance/cg116/chapter/1-Guidance , 2011
5. Sicherer SH. Food Allergies. Medscape. 2020 https://emedicine.medscape.com/article/135959-overview#a5
7. Delves PJ. Food Allergy. MSD Manual. 2020 http://www.msdmanuals.com/professional/immunology-allergic-disorders/allergic,-autoimmune,-and-other-hypersensitivity-disorders/food-allergy
8. Siregar SP. Sari Pediatri, 2001; 3(3): 168-174
9. Pelz BJ, Bryce PJ. Pathophysiology of Food Allergy. Pediatr Clin North Am. 2015 Dec;62(6):1363-75. doi: 10.1016/j.pcl.2015.07.004. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26456437
10. Moore LE, Stewart PH, deShazo RD. Food Allergy: What We Know Now. Am J Med Sci. 2017 Apr;353(4):353-366. doi: 10.1016/j.amjms.2016.11.014. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28317623
11. Valenta R, Hochwallner H, Linhart B, Pahr S. Food allergies: the basics. Gastroenterology. 2015 May;148(6):1120-31.e4. doi: 10.1053/j.gastro.2015.02.006. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4414527/
12. Sicherer, Scott H.; Sampson, Hugh A. Food allergy: A review and update on epidemiology, pathogenesis, diagnosis, prevention, and management. Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2018;141(1): 41–58. doi:10.1016/j.jaci.2017.11.003
13. Boyce JA, Assa'ad A, Burks AW, et al. Guidelines for the diagnosis and management of food allergy in the United States: report of the NIAID-sponsored expert panel. J Allergy Clin Immunol. 2010 Dec;126(6 Suppl):S1-58. doi: 10.1016/j.jaci.2010.10.007.

Pendahuluan Alergi Makanan
Etiologi Alergi Makanan

Artikel Terkait

  • Peran Formula Hidrolisat Parsial terhadap Pencegahan Alergi pada Anak
    Peran Formula Hidrolisat Parsial terhadap Pencegahan Alergi pada Anak
  • Pengaruh Sectio Caesarea Terhadap Prevalensi Alergi Anak
    Pengaruh Sectio Caesarea Terhadap Prevalensi Alergi Anak
  • Efek Berbahaya MSG bagi Kesehatan
    Efek Berbahaya MSG bagi Kesehatan
Diskusi Terkait
Anonymous
19 Januari 2022
Cara membedakan alergi dan intoleransi makanan - Anak Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Joko Kurniawan, M.Sc., Sp.ABagaimanakah cara membedakan anak yang mengalami alergi makanan dan intoleransi makanan? Terima kasih dok.
dr. lukmanul hafiz
21 Agustus 2020
Live Webinar Alomedika - Pengaruh Sinbiotik pada Mikrobiota Usus Bayi yang Lahir dengan Sectio Caesaria, Sabtu 22 Agustus 2020 (10.00-12.00 WIB)
Oleh: dr. lukmanul hafiz
12 Balasan
ALO, Dokter!Terima kasih untuk yang telah menyaksikan webinar terkait peran mikrobiota usus terhadapt risiko alergi minggu lalu. Jangan lewatkan kelanjutan...
dr. lukmanul hafiz
06 Agustus 2020
Live Webinar Alomedika -Memahami Risiko Disbiosis Usus pada Anak yang Lahir dengan Sectio Caesarea, Minggu 9 Agustus 2020 (13.00-15.00 WIB)
Oleh: dr. lukmanul hafiz
10 Balasan
ALO, Dokter!Disbiosis atau ketidakseimbangan mikroorganisme di usus sering kali dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan pencernaan kronis, termasuk pada...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.