Pengaruh Sectio Caesarea Terhadap Prevalensi Alergi Anak

Oleh :
dr. Joko Kurniawan, M.Sc., Sp.A

Persalinan dengan sectio caesarea (SC) atau operasi sesar sering dikaitkan dengan prevalensi alergi yang lebih tinggi pada anak yang dilahirkan. Peningkatan prevalensi ini diduga terjadi karena bayi tidak terpapar mikroflora vagina ibu saat persalinan pervaginam sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan sistem imunnya. Namun, penelitian mengenai hubungan cara persalinan dengan prevalensi alergi pada anak hingga saat ini sebenarnya masih memberikan hasil kontroversial.[1,2]

Hubungan Persalinan Pervaginam dengan Sistem Imun Anak

Berbeda dengan persalinan melalui sectio caesarea, saat persalinan pervaginam terjadi paparan mikroflora vagina ibu kepada bayi yang akan menjadi sumber penting untuk kolonisasi bakteri usus bayi. Dari bukti-bukti yang dikumpulkan, bakteri usus memegang peranan penting dalam perkembangan sistem imun bayi yang normal.[3]

Pengaruh Sectio Caesarea Terhadap Prevalensi Alergi Anak-min

Pada saat persalinan kontraksi rahim juga merangsang pengeluaran sitokin seperti interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor-α (TNF-α). Peningkatan sitokin-sitokin ini akan menstimulasi sintesis prostaglandin. Produksi sitokin proinflamasi ini berperan pada aktivasi sistem imun bayi selama persalinan yang akan meningkatkan sirkulasi neutrofil, monosit, dan sel natural killer. Proses ini juga akan menekan sirkulasi limfosit T dan T helper yang berperan pada proses alergi. Pada sectio caesarea yang belum memasuki proses persalinan (belum terjadi pembukaan), tidak terjadi mekanisme ini.[4]

Hubungan Sectio Caesarea dengan Prevalensi Alergi Anak

Berdasarkan hipotesis bahwa paparan terhadap mikroflora vagina akan memengaruhi perkembangan mikroba usus bayi dan sistem imunnya, berbagai studi telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh sectio caesarea terhadap prevalensi alergi pada anak. Studi-studi ini mempelajari pengaruh SC pada alergi makanan, asma, rhinitis alergi, dan dermatitis atopik anak. Namun, hasil yang dilaporkan hingga saat ini masih bersifat kontroversial.

Studi yang Mendukung Hipotesis

Suatu meta analisis yang dipublikasikan pada tahun 2008 menyatakan bahwa anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea memiliki risiko asma 20% lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang menjalani persalinan pervaginam. Suatu meta analisis yang lebih baru (2019) juga menyatakan bahwa prevalensi asma meningkat pada anak yang dilahirkan dengan SC. Studi yang baru ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara SC yang dilakukan tanpa perencanaan (emergency) dan SC yang dilakukan dengan perencanaan (elektif). Kedua jenis SC tersebut sama-sama meningkatkan risiko asma.[5,6]

Suatu studi kohort berskala besar yang dilakukan pada lebih dari 1 juta anak di Swedia selama 13 tahun juga menunjukkan bahwa prevalensi alergi makanan meningkat pada anak-anak yang dilahirkan dengan SC (baik SC emergency maupun elektif). Nimwegen, et al, menemukan bahwa sectio caesarea berhubungan kuat dengan kolonisasi Clostridium difficile yang meningkatkan risiko wheezing, dermatitis atopik, dan alergi makanan. Suatu meta analisis yang lain menyimpulkan bahwa SC meningkatkan risiko rhinitis alergi, asma, dan alergi makanan, namun tidak meningkatkan risiko dermatitis atopik.[7,8]

Penelitian lain menunjukkan bahwa sectio caesarea memang meningkatkan risiko asma dan rhinitis alergi pada bayi, namun risiko ini lebih signifikan pada bayi yang hanya diberikan susu formula. Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif atau diberikan ASI dan susu formula, risiko alergi akibat SC tidak terlalu signifikan.[9]

Studi yang Tidak Mendukung Hipotesis

Berbeda dengan sebagian besar studi di Eropa dan Amerika, studi yang dilakukan di Asia memberikan hasil yang berbeda. Studi kohort yang dilakukan di Korea misalnya, membuktikan bahwa tidak ada peningkatan prevalensi alergi pada anak yang dilahirkan dengan SC. Studi ini melibatkan 175 peserta yang diikuti dari bayi sampai usia 3 tahun. Studi ini juga menyatakan bahwa meskipun mikroba dalam usus bayi dapat berbeda signifikan saat perinatal, dalam waktu sekitar 6 minggu populasi mikroba antar bayi akan menjadi serupa. Oleh karena itu, studi ini menyatakan SC tidak berpengaruh signifikan pada perkembangan alergi di kemudian hari.[2]

Studi kohort di Singapura juga menyatakan hal yang sama yaitu sectio caesarea tidak meningkatkan prevalensi alergi hingga anak berusia 5 tahun. Studi ini menyatakan bahwa perbedaan hasil yang kontroversial antar studi mungkin disebabkan oleh faktor perancu yang lain seperti diet ibu, ukuran populasi, metodologi studi, dan lama waktu follow up studi.[10]

Kesimpulan

Paparan mikroflora vagina ibu pada bayi saat persalinan pervaginam dikaitkan dengan perkembangan sistem imun bayi yang normal dan penurunan risiko alergi. Hal ini menyebabkan sectio caesarea dikaitkan dengan prevalensi alergi yang lebih tinggi pada anak-anak. Namun, hasil penelitian saat ini masih kontroversial. Sebagian besar studi di Eropa dan Amerika menunjukkan bahwa SC meningkatkan prevalensi alergi, namun studi di Asia menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Studi lebih lanjut dengan ukuran populasi yang lebih besar dan waktu follow up yang lebih panjang masih dibutuhkan.

Referensi