Jangan Tunda Pemberian Analgesik pada Akut Abdomen

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Praktik bedah tradisional selama ini mengajarkan untuk tidak memberikan analgesik pada kasus akut abdomen sebelum diagnosis ditetapkan atau sebelum keputusan untuk operasi diambil. Obat analgesik dikhawatirkan dapat menimbulkan efek "menutupi"/masking effect  tanda-tanda dari akut abdomen, yang dapat menyebabkan kesalahan diagnosis atau kesalahan pengambilan keputusan operasi.

Penundaan pemberian analgesik pada pasien akut abdomen akan memberikan rasa tidak nyaman serta nyeri yang berkepanjangan pada pasien. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemberian analgesik pada kasus akut abdomen tidak mengganggu penetapan diagnosis atau pengambilan keputusan operasi.

Jangan Tunda Pemberian Analgesik pada Akut Abdomen-min

Akut abdomen adalah nyeri abdomen non traumatik dengan intensitas tinggi yang timbul secara tiba-tiba dalam durasi maksimum 5 hari. Akut abdomen merupakan kasus yang cukup banyak dan menyumbang sebesar 10% dari total kedatangan pasien di instalasi gawat darurat. Sebagian besar kasus akut abdomen membutuhkan manajemen operasi. Penyebab tersering dari kasus akut abdomen antara lain: apendisitis, divertikulitis, kolesistitis, dan ileus obstruktif.[1]

Studi di Amerika Serikat menunjukkan pada 1000 orang dokter yang bertugas di instalasi gawat darurat, 76% dokter memilih untuk tidak memberikan obat analgesik pada pasien akut abdomen selama dokter spesialis bedah belum datang memeriksa pasien tersebut.[2]

Data dari Yunani menunjukkan bahwa akut abdomen masih termasuk kondisi yang under-treated atau tidak mendapat terapi yang adekuat. Dari studi tersebut tampak bahwa pemberian analgesik hanya dilakukan pada 74,6% pasien yang datang ke instalasi gawat darurat dengan akut abdomen, dengan waktu pemberian rata-rata adalah 46,4 menit setelah kedatangan di instalasi gawat darurat. Tampak bahwa pemberian analgesik masih belum dilakukan secara rutin dan pemberiannya masih tertunda.[3]

Bukti Ilmiah Mengenai Pemberian Analgesik pada Kasus Akut Abdomen

Sebuah studi meta analisis melakukan penelitian terhadap 6 studi yang terdiri dari 669 sampel dengan 363 pasien diberi obat opioid (morfin, tramadol, papaveretum) dan 336 pasien diberi plasebo (cairan salin normal). Sebelum randomisasi, kelompok opioid dan kelompok plasebo didapatkan memiliki intensitas nyeri yang sama. Hasil studi ini menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan risiko pada kelompok opioid dalam kesalahan diagnosis, kesalahan pengambilan keputusan operasi, morbiditas, atau kesalahan terapi. Waktu yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis juga tidak bertambah secara signifikan pada kelompok opioid. Selain itu, kelompok opioid merasa lebih nyaman dibandingkan dengan kelompok plasebo.[4]

Sebuah systematic review telah mengevaluasi 8 studi yang membandingkan antara pemberian opioid dan pemberian plasebo pada pasien dengan akut abdomen. Hasil dari tinjauan ini adalah pemberian analgesik opioid pada pasien akut abdomen tidak meningkatkan risiko kesalahan diagnosis atau kesalahan pengambilan keputusan operasi pada pasien dengan akut abdomen.[5]

Studi meta analisis lain meneliti 9 studi pada pasien dewasa dan 3 studi pada pasien anak. Studi ini memeriksa peran analgesik dan pemeriksaan fisik pasien akut abdomen. Luaran studi ini adalah perubahan hasil pemeriksaan fisik akibat pemberian analgesik, seperti tanda peritonitis, yang dianggap dapat mengubah keputusan untuk operasi.

Di antara 816 pasien, 7 pasien pada kelompok opioid dan 4 pasien di kelompok kontrol mengalami keterlambatan pembedahan. Frekuensi operasi yang tidak perlu adalah 7,6% pada kelompok opioid dan 7,9% pada kelompok plasebo. Walaupun didapatkan perubahan pemeriksaan fisik pada kelompok opioid, tetapi statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok opioid dan kelompok plasebo.[6]

Baru-baru ini telah dipublikasikan hasil dari sebuah studi meta analisis terkini yang diterbitkan pada tahun 2019. Studi ini mengevaluasi 12 penelitian yang terdiri dari 1.314 pasien. Hasil dari studi ini adalah tidak ada perbedaan signifikan pada kesalahan diagnosis antara kelompok opioid dengan kelompok plasebo. Studi meta analisis ini juga memberikan kesimpulan bahwa analgesik opioid apa pun dapat digunakan secara aman untuk meringankan nyeri pada kasus akut abdomen tanpa meningkatkan risiko kesalahan akurasi diagnosis.[7]

Di sisi lain, sebuah uji acak terkontrol prospektif tersamar ganda mengevaluasi mengenai pengaruh penggunaan analgesik morfin terhadap hasil ultrasonografi abdomen dalam menunjang keputusan operasi. Studi ini dilakukan terhadap 314 pasien apendisitis akut yang terdiri dari 175 pasien dalam kelompok morfin dan 165 pasien dalam kelompok plasebo.

Pada kelompok morfin didapatkan pengurangan intensitas nyeri yang lebih besar. Kelompok morfin menunjukkan sensitivitas ultrasonografi yang lebih rendah (71,1%) dan spesifisitas yang lebih tinggi (65,2%). Di antara pasien wanita, keputusan untuk operasi lebih akurat pada kelompok morfin (75,8%), tetapi perbedaan antara kelompok ini dan kelompok plasebo secara statistik tidak signifikan. Pada pasien pria dan secara keseluruhan, analgesik opioid tidak mempengaruhi ketepatan keputusan operasi.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan morfin tidak meningkatkan ketepatan diagnosis apendisitis akut dengan ultrasonografi. Namun, mengingat bahwa USG secara signifikan lebih sering digunakan untuk mencoba membedakan apendisitis dari penyebab ginekologis, morfin terbukti memfasilitasi nilai diagnostik USG[8]

Peran Teknologi Pencitraan dalam Mendiagnosis Penyebab Akut Abdomen

Dengan meningkatnya teknologi pencitraan, pola praktik terhadap diagnosis bedah pun berubah. Penggunaan pencitraan abdomen telah menggeser peran pemeriksaan fisik yang selama ini banyak dipakai sebagai alat diagnostik atau penentu operasi.[6]

Sebuah studi retrospektif di Jepang mengevaluasi ketepatan penggunaan ultrasonografi abdomen dalam mendiagnosis kasus akut abdomen. Dari 76 pasien yang dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, diperoleh hasil bahwa 66 pasien menunjukkan hasil yang tepat atau sesuai dengan diagnosis final.

Kasus-kasus akut abdomen yang dapat didiagnosis secara tepat antara lain: kolangitis akut, kolesistitis akut, pankreatitis akut, apendisitis akut, divertikulitis kolon, dan kanker kolorektal. Kanker duktus biliaris dan volvulus kolon tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi abdomen oleh karena terhalang adanya gas usus. Pada kesimpulannya, ultrasonografi abdomen cocok digunakan untuk menunjang diagnosis beberapa kasus akut abdomen.[9]

Beberapa studi mengevaluasi efektivitas computed tomography scan (CT-scan) resolusi tinggi dalam mendiagnosis apendisitis akut. Studi ini menyimpulkan bahwa CT-scan mempunyai sensitivitas 90%-100%, spesifisitas 83%-97%, dan akurasi 93%-98% dalam mendiagnosis apendisitis akut.[10]

Oleh karena itu, penundaan pemberian analgesik dari pasien dengan nyeri perut akut sambil menunggu tinjauan bedah tidak lagi diperlukan dan mungkin analgesik akan membantu memfasilitasi pemeriksaan ini.

Hal-hal yang Perlu Ditinjau Lebih Lanjut dari Studi Pemberian Analgesik pada Kasus Akut Abdomen

Terlepas dari hasil studi yang mendukung pemberian analgesik pada kasus akut abdomen di atas, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan ini, yaitu diperlukannya penelitian uji klinis acak terkontrol lebih lanjut untuk mengetahui regimen analgesik yang paling efektif untuk pasien dengan akut abdomen karena pedoman untuk regimen analgesik dan pilihannya bervariasi dari satu negara ke negara lain.[4-6]

Kesimpulan

Dari beberapa studi berbasis bukti, dapat disimpulkan bahwa pemberian analgesik pada pasien dengan akut abdomen tidak meningkatkan risiko kesalahan diagnosis, kesalahan pengambilan keputusan operasi, morbiditas, ataupun kesalahan terapi. Pemberian analgesik justru dapat mengurangi intensitas nyeri dan memberi kenyamanan pada pasien dengan akut abdomen.

Meskipun masih ada risiko kecil keterlambatan diagnosis akibat pemberian obat analgesik, namun pemberian analgesik pada kasus akut abdomen tidak secara signifikan menyebabkan peningkatan kesalahan pengambilan keputusan operasi ataupun meningkatkan morbiditas pasien. Oleh karena itu, pemberian analgesik aman dan efektif dalam pengelolaan nyeri perut akut non traumatik dan tidak boleh ditunda.

Referensi