Efikasi Berbagai Monoterapi pada Pengobatan Tinea Kapitis

Oleh :
dr. Fresa Nathania Rahardjo, M.Biomed, Sp.KK

Efikasi monoterapi pada pengobatan tinea kapitis sering dipertanyakan karena adanya perbedaan hasil terapi dan durasi terapi pada beberapa pasien dengan diagnosis yang sama dan pengobatan yang sama. Tinea kapitis adalah penyakit infeksi jamur yang menyerang kulit kepala, folikel, serta batang rambut. Organisme penyebab tinea kapitis adalah jamur dermatofita.[1,2]

Adapun spesies dermatofita penyebab tinea kapitis ada bermacam-macam, antara lain Trichophyton tonsuransMicrosporum canisMicrosporum ferrugineumMicrosporum audouiniiTrichophyton verrucosum, dan Trichophyton violaceum. Terdapat berbagai pilihan terapi yang bisa digunakan untuk menanggulangi tinea kapitis, seperti griseofulvin, terbinafine, itraconazole, dan fluconazole. Efikasi terapi bergantung pada berbagai faktor, termasuk spesies jamur penyebab dan aspek farmakologi dari obat antifungal.[1-4]

Efikasi Berbagai Monoterapi pada Pengobatan Tinea Kapitis-min

Manifestasi Klinis Tinea Kapitis dan Kaitannya dengan Organisme Penyebab

Manifestasi klinis tinea kapitis dibagi menjadi endotriks, ektotriks, atau favus. Pada bentuk infeksi endotriks, hifa bertumbuh pada folikel rambut dan berpenetrasi pada batang rambut, lalu bertumbuh dalam batang rambut. Bentuk klinis ini sebagian besar disebabkan T. tonsurans  dan T. violaceum.

Pada bentuk ektotriks, hifa menginvasi batang rambut pada tengah batang rambut. Setelahnya, hifa bertumbuh keluar dari folikel rambut menutupi permukaan batang rambut.  Bentuk klinis ini disebabkan oleh M. CanisM. AudouiniiM ferrugineum, dan T. verrucosum.

Hifa bertumbuh paralel terhadap batang rambut pada bentuk favus, lalu mengalami degenerasi, meninggalkan terowongan panjang pada batang rambut. Bentuk favus disebabkan oleh T. schoenleinii dan ditandai oleh krusta kekuningan pada sekitar batang rambut dan menyebabkan alopecia parut permanen.[2-4]

Pendekatan Penatalaksanaan Tinea Kapitis

Secara garis besar, pemilihan antifungal pada tinea kapitis dilakukan berdasarkan spesies jamur penyebab, tingkat peradangan, serta status imunologi dan nutrisi pasien. Griseofulvin telah dilaporkan lebih efektif melawan infeksi Microsporum. Sementara itu, pemberian terbinafine dan itraconazole dilaporkan lebih efektif pada infeksi Trichophyton.[5]

Efikasi Griseofulvin dalam Penatalaksanaan Tinea Kapitis

Griseofulvin adalah agen fungistatik yang diproduksi oleh jamur Penicillium. Cara kerjanya adalah dengan mengikat mikrotubulus dan menghambat kontraksi bagian sel yang bertugas mengatur mitosis. Dosis yang digunakan untuk anak usia 2 tahun ke atas adalah griseofulvin per oral 20-25mg/kg/hari untuk preparat microsized dan 10-15mg/kg/hari untuk preparat ultramicrosized. Terapi dilakukan selama 6-12 minggu dan diteruskan sampai 2 minggu setelah gejala menghilang.

Dalam sebuah meta analisis yang mengevaluasi data dari 12 uji klinis, dilaporkan bahwa griseofulvin merupakan monoterapi yang paling efektif terhadap genus Microsporum dibandingkan ketoconazole, terbinafine, itraconazole, dan fluconazole. Angka kesembuhan mikologi dilaporkan sebesar 66,1% dan angka kesembuhan komplit (complete cure) mencapai 80,6%.[3-6]

Aspek Keamanan

Efek samping yang paling banyak dilaporkan pada penggunaan griseofulvin adalah nyeri perut dan sakit kepala. Efek samping biasanya ringan dan akan hilang sendiri. Potensi efek samping lain yang lebih jarang adalah fotosensitivitas, eritema multiformeserum sickness like reaction, dan eksaserbasi lupus eritematosus sistemik.

Griseofulvin dikontraindikasikan pada pasien dengan porfiria dan gagal hati. Griseofulvin juga tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil karena bersifat embriotoksik. Penggunaan juga harus dihindari pada pria 6 bulan sebelum melakukan program hamil karena dapat meningkatkan risiko abnormalitas kromosom.[3,4]

Efikasi Terbinafine dalam Penatalaksanaan Tinea Kapitis

Terbinafine adalah senyawa alilamin yang memiliki fungsi fungisidal. Obat ini merupakan inhibitor kompetitif enzim squalene epoksidase pada sintesis ergosterol, suatu komponen esensial pada pembentukan membran sel jamur. Terbinafine adalah penghambat CYP2D6 dan memiliki interaksi obat yang minimal dimana hanya terdapat interaksi dengan cimetidine dan rifampicin. Dosis yang dapat digunakan adalah 3-6 mg/kg/hari per oral, dipakai selama kurang lebih 2-4 minggu.

Dalam sebuah meta analisis, terbinafine ditemukan paling efektif dibandingkan griseofulvin, ketoconazole, itraconazole, dan fluconazole untuk tinea kapitis yang disebabkan oleh spesies Trichophyton. Angka kesembuhan mikologi didapatkan sebesar 75,2% dan angka kesembuhan komplit didapatkan sebesar 78,2%.[3,5,6]

Aspek Keamanan

Terbinafine oral dapat ditoleransi dengan baik dan efek sampingnya ringan serta reversibel. Efek samping yang sering terjadi antara lain gangguan gastrointestinal (4,9%) dan kulit (2,3%). Efek samping berat jarang terjadi, tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pasien dengan gangguan ginjal. Terbinafine merupakan antifungal sistemik kategori B untuk wanita hamil.[3,4]

Efikasi Itraconazole dalam Penatalaksanaan Tinea Kapitis

Itraconazole adalah obat golongan triazole generasi pertama yang memiliki fungsi fungistatik dengan menghambat sintesis ergosterol dan mengganggu enzim 14 alfa demetilase. Dosis yang dapat digunakan adalah regimen kontinu 3-5 mg/kg/hari per oral selama 4-6 minggu. Regimen denyut dengan kapsul 5 mg/kg/hari selama 1 minggu diberikan 3 kali dalam interval 3 minggu terpisah. Regimen denyut dengan larutan oral 3 mg/kg/hari selama 1 minggu diberikan 3 kali, yaitu, 1 minggu per bulan.[3-5]

Sebuah penelitian melaporkan bahwa terbinafine lebih unggul dalam mengobati T. tonsurans dibandingkan itraconazole (91,1% vs 80%). Tetapi dalam penelitian lain itraconazole ditemukan lebih unggul dalam mengobati T violaceum dibandingkan terbinafine. Di lain pihak, penggunaannya pada tinea kapitis akibat M. canis dilaporkan menghasilkan tingkat kesembuhan 100% pada minggu ke-12.[3]

Aspek Keamanan

Itraconazole secara umum ditoleransi dengan baik dan hanya mengakibatkan efek samping yang ringan dan reversibel. Efek samping yang paling umum adalah nyeri perut, diare dan ruam. Pada kasus yang sangat jarang, telah dilaporkan terjadi gagal jantung kongestif dan gagal hepar, sehingga obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat gangguan fungsi hati dan jantung. Itraconazole masuk dalam kategori C pada kehamilan.[3,4]

Efikasi Fluconazole dalam Penatalaksanaan Tinea Kapitis

Fluconazole adalah triazole generasi pertama juga dan memiliki mekanisme aksi yang sama dengan itraconazole. Dosis fluconazole adalah 6 mg/kg/hari per oral, diberikan selama 6 minggu. Terapi tambahan selama 1 minggu dapat diberikan jika dianggap perlu secara klinis.[3-5]

Dalam suatu uji klinis yang melibatkan 880 pasien dengan tinea kapitis (T. tonsurans 86% dan M. canis 11%), fluconazole dilaporkan menghasilkan angka kesembuhan yang tidak berbeda signifikan dengan griseofulvin. Tingkat kesembuhan mikologi ditemukan 44,5% untuk 6 mg/kg fluconazole 3 minggu dan 49,6% jika digunakan 6 minggu.[3]

Aspek Keamanan

Fluconazole secara umum dapat ditoleranasi dengan baik. Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan gastrointestinal dan sakit kepala. Efek samping lain yang lebih jarang dilaporkan adalah eksantema pustulosa generalisata akut dan toxic epidermal necrolysis.[3,4]

Kesimpulan

Secara umum, pemilihan agen pengobatan tinea kapitis harus mempertimbangkan jenis organisme penyebab, tingkat peradangan, serta status imunologi dan nutrisi pasien. Griseofulvin, terbinafine, itraconazole, dan fluconazole memiliki efikasi yang baik untuk tinea kapitis. Griseofulvin telah dilaporkan lebih efektif dibandingkan antifungal lain untuk penatalaksanaan tinea kapitis akibat genus Microsporum. Sementara itu, terbinafine lebih efektif untuk tinea kapitis akibat Trichophyton.

Referensi