Untung Rugi Roux-en-Y Gastric Bypass

Oleh :
dr. Reren Ramanda

Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB) adalah salah satu teknik pembedahan untuk menurunkan berat badan pada pasien obesitas morbid. Teknik ini adalah teknik bariatric surgery yang paling banyak digunakan. Namun, tindakan ini diduga berkaitan dengan kerugian jangka panjang, seperti defisiensi vitamin dan mineral.  Sekitar 47% pasien obesitas yang menjalani tindakan operatif, menggunakan teknik RYGB.[1,2]

Mekanisme Penurunan Berat Badan pada Roux-en-Y Gastric Bypass

Mekanisme penurunan berat badan pada Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB) ada dua, yaitu restriksi gaster dan malabsorbsi ringan. Operasi dilakukan dengan memisahkan sedikit bagian gaster, lalu membuat kantong kecil (pouch) berukuran sekitar 10–20 mL dari bagian gaster yang telah dipisahkan tadi. Kantong kecil inilah yang nantinya akan menjadi lambung produktif pasien.[1,3]

gastric bypass

Gastric pouch hanya dapat menampung makanan dalam volume kecil, ini yang disebut sebagai “restriksi”. Dengan ukuran lambung yang kecil, diharapkan pasien menjadi lebih cepat kenyang.[1,3]

Pouch kemudian disambungkan dengan usus halus yaitu jejunum bagian proksimal dengan melewati (bypass) duodenum, sehingga tidak terjadi proses penyerapan kalori di duodenum, metode ini disebut “malabsorbsi”.[1,3]

Kelebihan Roux-en-Y Gastric Bypass

Kelebihan Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB) adalah dapat mempengaruhi hormon gastrointestinal sehingga menurunkan nafsu makan dan mempercepat rasa kenyang, menghasilkan penurunan berat badan yang signifikan, dan memengaruhi metabolisme glukosa dan lipid.[4]

Tindakan Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB) dilaporkan meningkatkan kadar peptida YY dan glucagon-like peptide sejak 2 hari setelah tindakan, sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan. Berbeda dengan metode lainnya, penurunan nafsu makan setelah RYGB dilaporkan menetap.[4]

Rata-rata pasien yang melalui Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB) dapat menurunkan berat badan hingga 60% dari berat badan awal. Sebuah penelitian pada veteran di Amerika Serikat dengan lama pemantauan 10 tahun, menyimpulkan bahwa metode RYGB mampu menurunkan berat badan lebih banyak dibandingkan metode Adjustable Gastric Banding (AGB) atau Sleeve Gastrectomy (SG).[5]

Pada pasien obesitas dengan diabetes mellitus tipe 2, RYGB juga dilaporkan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar, serta perbaikan HbAIc dan risiko kardiovaskular yang bertahan lebih lama dibandingkan program penurunan berat badan intensif. RYGB juga memberikan keuntungan lebih besar terhadap perbaikan kualitas hidup pasien.[6]

Sebuah tinjauan sistematik yang dipublikasikan pada tahun 2018 menyimpulkan hasil serupa. Studi ini mengatakan bahwa RYGB lebih efektif daripada SG dalam menurunkan berat badan, serta memperbaiki kontrol glikemik dan profil lipid jangka pendek hingga menengah.[7]

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada pasien diabetes mellitus tipe 2, RYGB memberikan efek terapeutik terhadap fungsi metabolik yang tidak berkaitan dengan penurunan berat badan. Namun, pada tahun 2020, sebuah randomized clinical trial (RCT) dengan 22 pasien obesitas yang menyandang diabetes mellitus tipe 2 membuktikan hal yang berlawanan. Manfaat metabolik yang didapat, baik dari tindakan gastric bypass maupun diet, berhubungan erat dengan penurunan berat badan.[8]

Metode RYGB juga berkaitan dengan penurunan tekanan darah, peningkatan sensitivitas insulin, dan peningkatan sekresi insulin. RYGB juga dilaporkan mempengaruhi proses remodeling tulang melalui protein adiposit yang berhubungan dengan siklus remodeling tulang.[9,10]

Pada kasus sindrom ovarium polikistik, RYGB memperbaiki fertilitas pasien, mengurangi insidensi menstruasi abnormal, memperbaiki keadaan hiperandrogenisme dan manifestasi klinisnya, mengurangi indeks massa tubuh, serta menurunkan prevalensi kejadian diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi.[11-16].

Kekurangan Metode Roux-en-Y Gastric Bypass

Kenaikan  berat badan kembali merupakan hal yang paling tidak diharapkan pada pasien yang menjalani Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB). Sebuah kohort pada tahun 2015 yang melibatkan 300 subjek studi menunjukkan bahwa semua partisipan mengalami peningkatan berat badan kembali (weight regain) dengan rerata 23,4% dari berat yang hilang. Peningkatan berat badan berlebih terjadi pada 1 dari 3 pasien.[17]

Selain peningkatan berat badan, RYGB juga dikaitkan dengan malabsorbsi dan defisiensi nutrien. Defisiensi nutrien yang sering dilaporkan pasca RYGB adalah defisiensi vitamin B12, zat besi, kalsium, dan asam folat. Defisiensi ini nantinya dapat menyebabkan anemia pernisiosa, anemia defisiensi besi, dan anemia megaloblastik.[18]

Defisiensi nutrien terjadi pada hampir 90% pasien, dan tetap ada walaupun pasien mendapatkan suplementasi vitamin dan mineral. Tinjauan sistematik oleh Weng et al melaporkan adanya peningkatan defisiensi ferritin, dari 7,9% pascaoperasi menjadi 13,4% saat pemantauan 12 bulan, dan 23% saat pemantauan 24 bulan.[18,19]

Defisiensi vitamin B12 juga meningkat dari 2,3% pascaoperasi menjadi 6,5% pada pemantauan 12 bulan. Studi ini juga menunjukkan peningkatan kejadian anemia dari 12,2% pascaoperasi menjadi 20,9% pada pemantauan 12 bulan dan 25,9% pada pemantauan 24 bulan.[19]

Kesimpulan

Roux-en-Y Gastric Bypass (RYGB) adalah salah satu teknik pembedahan untuk menurunkan berat badan pada pasien obesitas morbid. Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan sedikit bagian gaster, lalu membuat kantong kecil (pouch) berukuran sekitar 10-20 mL dari bagian gaster yang telah dipisahkan.

RYGB dapat mempengaruhi hormon gastrointestinal sehingga menurunkan nafsu makan dan mempercepat rasa kenyang. RYGB juga berkaitan dengan penurunan berat badan yang signifikan, meningkatkan kontrol glikemik, dan memperbaiki profil lipid. Namun, beberapa studi juga menunjukkan bahwa RYGB berkaitan dengan kejadian weight regain yang tinggi dan dapat menyebabkan defisiensi vitamin dan mineral.

Manajemen obesitas sebaiknya ditekankan pada edukasi pasien mengenai pola makan dan gaya hidup. Tindakan pembedahan merupakan alternatif terakhir, yang meskipun efektif, tetapi memiliki berbagai komplikasi jangka panjang.

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi