Komplikasi Transplantasi Jantung
Komplikasi pasca transplantasi jantung dapat berupa reaksi penolakan, infeksi, vaskulopati allograft, keganasan, disfungsi organ lain, serta komplikasi umum pasca operasi seperti perdarahan. Kemajuan dalam terapi imunosupresi telah menurunkan angka penolakan hiperakut dan meningkatkan kesintasan jangka panjang, tetapi komplikasi kronis tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas.[2,6,9]
Reaksi Penolakan
Reaksi penolakan tetap menjadi salah satu penyebab utama kegagalan graft. Penolakan dibagi menjadi:
Hyperacute rejection: jarang terjadi sejak adanya cross-matching Terjadi akibat antibodi preformed resipien terhadap donor, menimbulkan kegagalan graft dalam hitungan menit–jam.
Acute cellular rejection (ACR): paling sering, dimediasi oleh sel T, ditandai infiltrasi limfosit dan nekrosis miosit.
Antibody-mediated rejection (AMR): akibat antibodi resipien terhadap antigen human leukocyte antigen (HLA) donor, memicu kerusakan endotel melalui aktivasi komplemen.
International Society for Heart and Lung Transplantation (ISHLT) tahun 2024 merekomendasikan kombinasi biopsi endomiokardial dan biomarker non-invasif (seperti donor-derived cell-free DNA) untuk deteksi dini penolakan.[6,9,20]
Infeksi
Infeksi merupakan penyebab mortalitas utama pada tahun pertama. Pada bulan pertama, penyebab tersering adalah bakteri nosokomial (misalnya Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Klebsiella).
Setelah 1–6 bulan, infeksi oportunistik seperti CMV, EBV, jamur (Candida, Aspergillus) lebih dominan. Infeksi tetap menjadi ancaman seumur hidup karena imunosupresi kronis.[6,9,18]
Cardiac Allograft Vasculopathy (CAV)
CAV adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas jangka panjang. CVA merupakan panarteritis difus dengan penebalan intima arteri koroner, yang biasanya muncul dalam 1–5 tahun pertama. Faktor risiko meliputi penolakan berulang, usia donor tua, iskemia-reperfusi, antibodi anti-HLA, serta faktor risiko kardiovaskular tradisional.
Diagnosis standar tetap angiografi koroner tahunan, disertai pemeriksaan intravascular ultrasound (IVUS) dan optical coherence tomography (OCT) yang lebih sering untuk mendeteksi lesi dini.[9,20]
Keganasan
Keganasan adalah penyebab mortalitas tersering kedua jangka panjang setelah cardiac allograft vasculopathy (CAV). Risiko meningkat akibat imunosupresi kronis.
Karsinoma sel skuamosa kulit paling sering ditemukan (10% pada 5 tahun, 18% pada 10 tahun). Post-transplant lymphoproliferative disorder (PTLD), terkait EBV, juga cukup sering. Pencegahan dilakukan dengan skrining rutin kulit, kolorektal, prostat, payudara, dan serviks yang telah menjadi standar baru follow up pasca transplantasi jantung.[9,18,20]
Disfungsi Ginjal
Nefrotoksisitas akibat inhibitor calcineurin menyebabkan 10–15% pasien memerlukan terapi pengganti ginjal dalam 5 tahun. Penurunan eGFR <30 mL/min/1,73 m² meningkatkan risiko mortalitas 3–4 kali lipat.
Strategi modern melibatkan pengurangan dosis atau penggantian sebagian regimen dengan seperti inhibitor mTOR, yaitu sirolimus, everolimus.[9,18]
Hipertensi dan Hiperlipidemia
Sekitar 70% pasien mengalami hipertensi pasca transplantasi, sebagian besar terkait penggunaan imunosupresan siklosporin atau tacrolimus. Hiperlipidemia juga sering muncul akibat imunosupresi. Statin (pravastatin, rosuvastatin) direkomendasikan untuk rutin digunakan pasca transplantasi karena terbukti menurunkan risiko CAV dan meningkatkan survival.[9,18,19]
Diabetes Mellitus
Diabetes melitus pasca transplantasi seringkali terkait penggunaan steroid dan inhibitor calcineurin. Diabetes meningkatkan risiko CAV dan disfungsi ginjal, meskipun tidak secara langsung menurunkan survival keseluruhan.[18,19]
Kesintasan Pasca Transplantasi
Menurut ISHLT Registry 2023, median survival pasca transplantasi jantung pada pasien dewasa mencapai 12,5 tahun, sedangkan pasien anak mencapai 18 tahun. Kesintasan 1 tahun >85% pada dewasa, dan >90% pada anak.
Prognosis lebih baik pada pasien dengan indikasi transplantasi jantung adalah kardiomiopati iskemik dan non-iskemik. Sementara, prognosis lebih buruk ditemukan pada pasien penyakit jantung bawaan kompleks, kardiomiopati restriktif, atau retransplantasi. Usia donor tua, waktu iskemia >4–6 jam, serta penggunaan mechanical circulatory support pra-transplantasi juga meningkatkan risiko mortalitas dini.[6,9,20,21]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini