Komplikasi Electroconvulsive Therapy
Komplikasi electroconvulsive therapy atau ECT bisa dibagi menjadi dua, yaitu sebagai efek terhadap sistem saraf dan efek terhadap fisik pasien.
ECT bisa menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, peningkatan permeabilitas sawar darah otak. Pasien juga kadang melaporkan timbulnya efek samping pusing, konfusi, dan amnesia transien.[3] Komplikasi sistem saraf pusat berat yang jarang terjadi adalah delirium pasca ECT.[4]
Komplikasi fisik yang serius namun relatif jarang adalah dislokasi tulang atau fraktur. Beberapa pasien mengeluhkan mual, myalgia pasca ECT. Kejang akibat ECT juga bisa menimbulkan kerusakan di cavitas oral, misalnya pada gigi atau lidah.[3]
Beberapa komplikasi kardiovaskular dapat timbul, berupa:
- Selama stimulus atau segera sesudahnya – sinus arrest, sinus bradikardi, atau hipotensi sebagai respon parasimpatik pada 10-15 pasca ECT. Hal ini terjadi akibat aktivasi respon parasimpatik akibat stimulasi nervus vagus
- Selama kejang, takikardi dan hipertensi, sebagai akibat peningkatan tonus simpatis dan pelepasan katekolamin
- Segera setelah kejang – penurunan denyut nadi dan tekanan darah dengan cepat untuk kembali ke kondisi sebelum ECT. Umumnya tekanan darah dan denyut nadi akan kembali normal dalam beberapa menit pasca kejang. Pada fase ini paling sering terjadi komplikasi kardiovaskular[4,10]
Efek Samping
Efek samping yang bisa terjadi pasca ECT adalah pusing, konfusi, amnesia transien, mual, kelelahan, dan myalgia.[3,4,10] Efek samping terhadap memori dan kognisi hanya muncul dalam jangka pendek dan tidak ada menetap.[6] Efek samping lain yang terjadi umumnya disebabkan oleh agen anestesi yang digunakan.[7]