Teknik Spirometri
Teknik spirometri dilakukan untuk mengukur udara yang dapat diinspirasi dan diekspirasi untuk menilai fungsi paru. Terdapat beberapa istilah yang harus diketahui sebelum melakukan spirometri, yaitu:
Expiratory Reserve Volume (ERV) : adalah volume udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal setelah melakukan ekspirasi pada pernapasan biasa. Udara yang tertinggal di dalam paru setelah melakukan ekspirasi maksimal dikenal dengan Residual Volume (RV)[12,13]
Inspiratory Reserve Volume (IRV) : adalah volume udara maksimal yang dapat masuk ke dalam paru setelah melakukan inspirasi normal[12]
Vital Capacity (VC) : adalah jumlah udara maksimal yang diekspirasi setelah inspirasi maksimal tanpa melakukan paksaan[5]
Forced Vital Capacity (FVC) : adalah volume udara yang diekspirasi dengan paksa dan tuntas, setelah melakukan inspirasi yang dalam[1]
Functional Residual Capacity (FRC) : adalah volume udara yang tertinggal di paru setelah melakukan ekspirasi pada pernapasan normal, yaitu ERV+RV. Volume udara ini masih dapat diekspirasi. Beda dengan Residual Volume (RV), yang merupakan volume udara yang tersisa di paru setelah akhir ekspirasi dan secara fisiologis tidak dapat dikeluarkan. RV menjaga agar paru tidak kolaps[12,14]
Total Lung Capacity (TLC) : adalah total volume udara yang dapat mengisi paru pada inspirasi maksimal, pada orang dewasa yang sehat dapat mencapai 6000 ml, yaitu TV+ERV+IRV+RV[12]
Forced Expiratory Volume (time) (FEVt) : adalah volume maksimal yang diekspirasi pada waktu t detik dari detik 0 pada manuver ekspirasi paksa[1,13]
Forced Expiratory Volume 1 (FEV1) : adalah volume udara yang diekspirasi pada detik pertama saat melakukan manuver FVC. Normalnya, seseorang dapat mengeluarkan 70-80% FVC pada detik pertama manuver ekspirasi[1,2]
- Rasio FEV1/FVC : perbandingan nilai FEV1 dan FVC, dimana FEV1 diperkirakan 3 liter dan FVC diperkirakan 4 liter, berarti cut off FEV1/FVC adalah >0,70 atau 70%. [1] Pada anak-anak, nilai rasio FEV1/FVC lebih tinggi. Hal ini karena diameter saluran napas pada anak yang relatif lebih lebar dengan volume paru yang lebih kecil, sehingga waktu ekspirasi akan lebih pendek dan pengosongan paru lebih cepat. Oleh karena itu, lebih tepat menggunakan FEV0,75 pada anak sampai dengan usia 8 tahun[15]
Peak Expiratory Flow (PEF) : adalah aliran terbesar yang dapat dikeluarkan dari manuver forced expiratory maksimum dari posisi inflasi paru maksimal. PEF diukur dengan liter per detik, dengan tujuan untuk menilai usaha yang dikeluarkan pasien
Forced Inspiratory Vital Capacity (FIVC) : adalah volume inspirasi terbesar yang didapatkan segera setelah melakukan ekspirasi paksa[1]
Forced Expiratory Time (FET) : merupakan waktu dalam detik yang diukur dari detik 0 ke akhir ekspirasi, atau awal inspirasi setelah ekspirasi, atau waktu saat pasien melepaskan mouthpiece, dari ketiga nilai ini diambil yang tertinggi[1]
Slow Vital Capacity (SVC) : dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan dan dilaporkan apabila dicurigai ada obstruksi saluran napas. Pada pasien yang memiliki gangguan pada aliran udara, nilai SVC dapat digunakan untuk mengestimasi vital capacity (VC)[8,12]
Inspiratory Capacity (IC) : adalah volume udara yang dapat diinspirasi setelah melakukan ekspirasi normal dan sebanding dengan TV+IRV.
Forced Expiratory Flow (FEF)/Mid-expiratory Flow rate : adalah kecepatan aliran udara yang dikeluarkan pada pertengahan ekspirasi paksa, yaitu pada 25%, 50%, dan 75% dari FVC[2,14]
Inspiratory Vital Capacity (IVC) : adalah jumlah maksimum udara yang dapat diinhalasi setelah melakukan ekspirasi penuh[2]
- Kurva Maximal Expiratory Flow Volume (MEFV) : adalah kurva yang menggambarkan ekspirasi paksa pada grafik flow-volume[3]
Persiapan Pasien
Sebelum melakukan spirometri, perlu dilakukan pendataan mengenai usia, berat badan, dan tinggi badan pasien. Usia yang dimaksud adalah usia saat melakukan spirometri dari tanggal lahir, dengan desimal 1 angka di belakang koma. Selain itu, tinggi badan dan berat badan ditulis dengan 1 angka di belakang koma dengan meminta pasien terlebih dahulu melepaskan sepatu dan aksesoris yang digunakan sebelum dilakukan pengukuran. Dari tinggi badan dan berat badan, dilakukan pengukuran body mass index (BMI) dengan satuan kg/m2.[1,2]
Jenis kelamin dan etnis perlu dilaporkan, karena hal ini juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi prediksi ukuran paru. Hal ini bertujuan untuk menjaga akurasi pemeriksaan.[1]
Terdapat beberapa aktivitas yang harus dihindari sebelum melakukan pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri, yaitu:
- Merokok atau menggunakan vape atau shisha dalam 1 jam sebelum melakukan tes fungsi paru untuk menghindari bronkokonstriksi akut karena inhalasi asap
- Mengonsumsi intoksikan, misalnya alkohol, dalam 8 jam sebelum melakukan tes untuk menghindari gangguan koordinasi dan efek samping yang ditimbulkan dari intoksikan tersebut
- Melakukan olahraga berat dalam 1 jam sebelum melakukan tes untuk menghindari exercise-induced bronchoconstriction
- Menggunakan pakaian yang terlalu ketat atau yang dapat membatasi ekspansi dada dan abdomen yang maksimal untuk menghindari restriksi eksternal
- Pasien yang menggunakan gigi palsu dapat tetap menggunakannya pada saat pemeriksaan, karena melepaskan gigi palsu akan meningkatkan FVC sampai dengan 0,080 liter dan hal ini dapat menyebabkan bias hasil pemeriksaan
- Pasien yang menggunakan bronkodilator disarankan untuk menunda penggunaanya apabila tujuan tes adalah untuk mengetahui kondisi paru yang mendasari. Namun, apabila tujuannya untuk mengetahui keberhasilan terapi, maka bronkodilator tidak perlu ditunda
- Pada pasien dengan riwayat torakotomi, penyembuhan tendon dan otot pasca operasi sampai mencapai fungsi normalnya membutuhkan waktu sekitar 4-6 minggu, sehingga jangka waktu ini perlu diperhatikan pada mereka yang akan melakukan spirometri
- Pada pasien yang baru menjalankan operasi kraniotomi, pemeriksaan spirometri harus ditunda sampai 3-6 minggu pasca operasi
- Pasien dengan emboli paru boleh melakukan pemeriksaan spirometri apabila pasien sudah berada dalam terapi antikoagulan minimal 2 minggu, karena dengan terapi antikoagulan risiko kematian berkurang dari 30% menjadi 1-2%
- Pada pasien dengan efusi pleura, spirometri disarankan dilakukan dalam 24 jam setelah melakukan drainase cairan efusi. Pada pasien-pasien ini perlu diinformasikan pula bahwa pemeriksaan spirometri akan memberikan rasa tidak nyaman seperti sesak dan nyeri pleuritik.
- Pada pasien dengan riwayat infark miokard disarankan untuk melakukan tes fungsi paru 1 bulan setelah serangan infark miokard[1,9]
Operator harus mencatat tipe dan dosis obat yang sedang digunakan, baik obat inhalasi, oral, atau injeksi yang dapat merubah fungsi paru dan kapan terakhir penggunaan obat tersebut. Operator juga harus mencatat apabila pasien batuk, bersin, sesak, atau terlihat sianosis pada saat dilakukan pemeriksaan.[1]
Peralatan
Spirometri membutuhkan spirometer yang telah dikalibrasi dengan baik sebelum melakukan tes atau setiap hari. Apabila menggunakan in-line filter pada spirometri, maka harus dilakukan rekalibrasi. Apabila terdapat perubahan faktor kalibrasi ≥6% atau bervariasi lebih dari +/-2SD dari mean, bersihkan spirometri sesuai ketentuan pabrik dan kalibrasi ulang.[1,2]
Sebelum melakukan pemeriksaan, spirometri harus dipastikan berada pada zero level. Alat-alat yang dibutuhkan pada pemeriksaan spirometri antara lain adalah:
- Spirometer
- PFT (Pulmonary Function Test) kit :
- Mouthpiece
- Klip hidung dengan padding, penggunaan klip hidung pada beberapa pasien akan memberikan rasa tidak nyaman dan mempengaruhi hasil spirometri, sehingga penggunaan klip hidung lebih direkomendasikan pada mereka yang diperkirakan dapat mengalami nasal leakage pada saat pemeriksaan
- Filter
- Face mask
-
Syringe untuk kalibrasi, terbentuk dari 3 liter metal silinder dengan piston dengan rubber seal
- Monitor suhu atau barometrik
- Selang spirometri dari bahan plastik. Selang ini selalu diganti dan dibersihkan.
- Stadiometer dan timbangan untuk mengukur tinggi badan dan berat badan
- Bangku dengan pegangan
- Tempat sampah infeksius
- Tempat untuk PFT kit
- Tempat untuk selang bersih
- Sarung tangan non latex untuk alat pelindung diri pemeriksa
- Tissue
- Baterai 9 volt (untuk weather station)[8]
Kontrol Infeksi
Setiap selesai melakukan pemeriksaan, operator harus mencuci tangan. Selain itu, seluruh filter bakteri-virus harus dibuang sendiri oleh pasien pada akhir test. Untuk pasien yang infeksius, spirometri dilakukan pada urutan akhir dan alat-alat yang digunakan harus dilepaskan dan disterilisasi atau diganti sebelum digunakan kembali.[2]
Posisi Pasien
Posisi pasien pada pemeriksaan spirometri adalah sebagai berikut:
- Duduk tegak : tidak ada perbedaan udara yang dapat dikeluarkan pada posisi duduk dibandingkan dengan posisi berdiri selama pasien duduk dengan tegak
- Telapak kaki flat pada lantai dengan tungkai tidak disilangkan
- Gunakan kursi dengan pegangan: ketika melakukan ekspirasi maksimal, pasien dapat menjadi pusing dan “oleng” atau pingsan
- Pasien tidak boleh memfleksikan leher pada saat pemeriksaan karena dapat meningkatkan resistensi jalan napas[2,8]
Prosedural
Sebelum memulai prosedur, pemeriksa perlu memastikan bahwa pasien memahami manuver yang harus dilakukan selama pemeriksaan spirometri. Prosedur pemeriksaan spirometri adalah sebagai berikut:
- Pemeriksan mencuci tangan
- Persiapkan pasien dan minta pasien cuci tangan atau menggunakan hand sanitizer
- Konfirmasi identitas pasien, seperti nama, usia, jenis kelamin, dan etnis
- Ukur berat dan tinggi badan
- Tanyakan aktivitas yang pasien lakukan sebelum pemeriksaan yang bisa mempengaruhi hasil
- Tanyakan obat-obatan yang digunakan dan apakah ada kontraindikasi melakukan spirometri
- Catat gejala pada sistem respirasi
- Instruksikan dan demonstrasikan prosedur pemeriksaan :
- Tunjukkan cara memakai mouthpiece dan noseclip
- Tunjukkan postur yang baik pada pasien dengan kepala sedikit dielevasi
- Lakukan inspirasi hingga terasa sangat penuh
- Ekspirasi dengan usaha maksimal hingga terasa sangat kosong
- Inspirasi dengan usaha maksimal hingga terasa sangat penuh
- Pastikan pasien memahami instruksi dan bersedia melakukan pemeriksaan
- Lakukan manuver :
- Pasien memposisikan diri dengan postur yang tepat
- Pasang nose clip dan mouthpiece, dan tutup bibir dengan rapat di sekitar mouthpiece
- Bernapas secara normal
- Lakukan inspirasi secara komplit dan cepat dengan perhentian <2 detik pada total lung capacity (TLC)
- Ekspirasi dengan usaha maksimal hingga tidak ada lagi udara bisa dikeluarkan sambil tetap berada di postur yang tegap
- Inspirasi dengan usaha maksimal hingga terasa sangat penuh
- Ulangi instruksi jika diperlukan, sambil menyemangati pasien
- Ulangi manuver setidaknya 3 kali, biasanya tidak melebihi 8 kali pada pasien dewasa[1]
Inspirasi Maksimal
Pasien harus diberitahu bahwa inspirasi maksimal akan menyebabkan rasa tidak nyaman. Cara mengetahui bahwa pasien telah melakukan inspirasi maksimal adalah respon mengangkat alis atau jarak kedua mata seperti “melebar” dan terkadang kepala dapat sedikit bergetar. Apabila pasien terlihat nyaman, maka kemungkinan besar pasien tersebut belum melakukan inspirasi maksimal. Dalam hal ini, operator berperan memberikan dorongan kepada pasien.[1]
Ekspirasi Maksimal
Pada saat inflasi maksimal, pasien harus diminta untuk membuang udara inspirasi dengan kencang, bukan hanya dengan “ditiup”. Untuk memastikan bahwa pasien sudah melakukan usaha maksimal, operator harus mengobservasi pasien dan display pada komputer. Sistem pada spirometri harus memberikan signal apabila pasien sudah mencapai plateau atau forced expiratory time (FET) sudah mencapai 15 detik.[1,10]
Inspirasi Maksimal Setelah Paksaan Ekspirasi
Saat menyelesaikan ekspirasi paksa, pasien harus tetap mempertahankan mouthpiece, dan operator harus mendorong untuk mulai melakukan inspirasi total sampai paru terasa penuh dengan udara. Hal ini dilakukan untuk mengukur inspiratory vital capacity (IVC).[1,2,16]
Vital Capacity (VC)
Untuk mengukur vital capacity (VC), pasien menarik napas dalam sebanyak mungkin secara perlahan, dan kemudian dihembuskan dengan tenang selama mungkin sampai dirasakan tidak ada udara yang tertinggal. Nose clip dibutuhkan untuk VC, karena udara dapat “bocor” keluar karena aliran yang rendah.[2]
Pada pengukuran VC, udara inspirasi dapat diinhalasi secara perlahan (Slow Inspiratory Vital Capacity/SIVC). Metode ini lebih dianjurkan untuk mengukur VC, terutama pada penyakit paru obstruktif.[16]
Spirometri Pada Pasien Yang Menggunakan Bronkodilator
Pertama, dilakukan spirometri prebronkodilator untuk mengetahui FEV1 dan FVC yang dapat dicapai tanpa pemberian bronkodilator. Kemudian bronkodilator diberikan sesuai dengan jenis dan dosis yang telah dianjurkan. Post bronkodilator dilakukan ≥3 kali tes dengan nilai FEV1 dan FVC yang memenuhi kriteria.[1]
Dari seluruh nilai FEV1 dan FVC yang didapatkan, diambil nilai yang terbesar pada pre dan post bronkodilator. Kemudian rasio FEV1/FVC dihitung dengan angka tersebut.
Tes Reversibilitas
Tes reversibilitas biasanya dilakukan pada saat melakukan diagnosis asthma. Spirometri dilakukan setelah bronkodilator diberikan (15-30 menit sebelum dilakukan tes). Perbaikan fungsi paru didefinisikan dengan minimal perbaikan FEV1 12% dari baseline dan 200 ml. Apabila terdapat peningkatan ≥ 400 ml pada FEV1 post bronkodilator, sangat sugestif asthma. Tapi apabila peningkatan FEV1 tidak mencapai angka ini, maka belum tentu diagnosis asthma dapat dieksklusi.[2]
Follow Up
Follow up pada pemeriksaan spirometri dilakukan tergantung dari interpretasi hasil spirometri. Apabila hasil spirometri normal, maka follow up dilakukan berdasarkan faktor risiko pasien. Apabila diperlukan, pasien dapat dirujuk ke dokter spesialis berdasarkan dugaan diagnosis yang didapatkan.
Pasien harus diinformasikan mengenai interpretasi hasil spirometri dan apakah hal tersebut normal atau tidak. Apabila tidak, maka pasien harus dijelaskan dan diberikan terapi awal sesuai dengan kompetensi dokter.[1]
Kriteria Hasil
Kriteria yang digunakan sebagai syarat dapat digunakannya hasil spirometri adalah sebagai berikut:
- Awal yang eksplosif (tidak ada tahanan atau kurva sigmoid) dengan back-extrapolated volume < 150 ml atau 5% dari FVC. Back-extrapolated volume adalah penilaian mengenai tahanan saat melakukan manuver.
- Manuver dilakukan dengan inspirasi dan ekspirasi maksimal
- Tidak ada penutupan glotis atau penghentian aliran udara pada saat melakukan manuver, misalnya melakukan manuver dengan ragu-ragu atau memblok mouthpiece
- Tidak ada batuk terutama pada detik pertama, atau adanya tanya bocor
- Manuver harus memenuhi end test criteria, yaitu:
- Dewasa: durasi ekspirasi ≥ 6 detik dengan volume ekspirasi <50 ml pada 2 detik terakhir
- Anak-anak >10 tahun: durasi ekspirasi ≥ 6 detik
- Anak-anak <10 tahun: durasi ekspirasi ≥ 3 detik
- Untuk anak-anak, tidak diperbolehkan ada perubahan volume ≥ 0,025 liter dalam waktu 1 detik (plateau). Untuk anak usia ≤ 3-4 tahun, apabila laju ekspirasi berhenti pada > 10% dari peak expiratory flow (PEF), maka dapat dikategorikan sebagai terminasi prematur[2,17-19]
Ekspirasi paksa dapat menyebabkan bronkokonstriksi, sehingga harus ada ≥ 30 detik istirahat di antara tiap manuver. Pada beberapa pasien, terutama pasien asthma, diperlukan istirahat beberapa menit. Inspirasi penuh dapat menyebabkan bronkodilatasi, sehingga penting untuk tetap menjalankan tes sampai tidak ada peningkatan hasil.[2]
Interpretasi Hasil Spirometri
Hasil spirometri yang diambil adalah minimal 3 hasil yang dapat diterima pada saat melakukan pemeriksaan.[2,8] Hasil spirometri dilaporkan dalam bentuk grafik yang dikenal dengan spirogram. Satuan yang digunakan pada volume udara adalah liter, waktu adalah detik, dan kecepatan aliran udara adalah liter per detik. Terdapat 2 tipe spirogram:
Volume-time adalah kurva volume terhadap waktu, dimana axis X menunjukkan waktu, dan axis Y menunjukkan volume. Kurva ini menunjukkan FEV1 dan FVC
Flow-volume adalah kurva aliran udara inspirasi dan ekspirasi terhadap volume, dengan axis X menunjukkan volume dan axis Y menunjukkan flow (aliran udara). Kurva ini menunjukkan PEF dan FVC
Normalnya, pada saat inspirasi, grafik Y akan turun menjauhi sumbu O, sedangkan saat ekspirasi, grafik Y akan naik menjauhi sumbu O.[20]
Normal
Hasil normal pada pemeriksaan spirometri dipengaruhi oleh:
- Usia : fungsi paru dapat mengalami peningkatan sampai usia 25 tahun, kemudian menurun seiring dengan pertambahan usia
- Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan usia prepubertas biasanya memiliki fungsi paru yang sama. Namun, pada masa post pubertas, dada yang bidang dan volume thorax yang lebih cepat mengalami pertumbuhan, menyebabkan laki-laki memiliki volume paru yang lebih besar pula
- Tinggi badan : tinggi badan berbanding lurus dengan ukuran paru, semakin tinggi maka ukuran paru akan semakin besar
- Berat badan : berat badan dapat mempengaruhi fungsi paru, semakin tinggi berat badan maka fungsi paru juga akan meningkat. Hal ini terjadi sampai pasien mengalami obesitas, setelah ini fungsi paru akan menurun
- Etnis : faktor etnis mempengaruhi fungsi paru. Pada etnis Polinesia, India, Jepang, Pakistan, dan Afrika, hasil referensi akan dikalikan 0,90. Hal ini disebabkan karena bentuk tubuh dan perbedaan nutrisi pada mereka yang berasal dari negara berkembang
- Kebiasaan merokok : akan menyebabkan penurunan fungsi paru dibandingkan mereka yang tidak merokok. Hal ini harus disesuaikan kembali dengan interpretasi hasil, karena pada hasil spirogram semua yang mengalami penurunan akan dinyatakan abnormal
Rasio FEV1/FVC ≥0,7 atau ≥70% dan FVC ≥80% dari nilai prediksi dapat dijadikan acuan umum untuk menyatakan bahwa hasil spirometri normal.[21]
Obstruktif
Penyakit paru obstruktif ditandai dengan adanya penurunan aliran udara karena adanya penurunan diameter jalan napas oleh kontraksi otot polos, inflamasi, mucus plugging, atau kolaps saluran napas karena emfisema. Pada spirogram post bronkodilator, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akan menunjukkan:
- Kurva volume-time: FVC akan tetap normal, namun FEV1 akan turun secara signifikan, sehingga rasio FEV1/FVC menurun di bawah lower limit of normal range (<LLN) atau < 0,70
- Kurva flow-volume loop terlihat konkaf pada ekspirasi[10,22,23]
Intinya, pasien dengan PPOK tidak akan menunjukkan perbaikan FEV1/FVC setelah pemberian bronkodilator.[23]
Pada penyakit paru obstruktif, terjadi peningkatan TLC, yang klinisnya terlihat pada pasien PPOK dengan rongga dada yang terlihat lebih besar (barrel chest). Pada keadaan ini, TV tetap sama, namun IRV menurun sedangkan ERV dan RV meningkat. Sehingga apabila dilakukan perhitungan FVC maka hasilnya akan tetap normal atau menurun, namun FRV meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan aliran darah ke paru karena adanya obstruksi, serta air trapping yang menyebabkan hiperinflasi dan peningkatan FRC.[24,25]
Asthma merupakan penyakit obstruktif, namun bersifat reversibel sehingga hasil spirometri dapat normal pada mereka yang sedang tidak mengalami eksaserbasi atau pasca pemberian bronkodilator. spirometri pada asthma post bronkodilator menunjukkan:
- FEV1 (atau FVC) meningkat ≥12% dan ≥ 200ml
- Karena asthma bersifat reversibel, maka setelah pemberian bronkodilator atau tidak dalam serangan, fungsi paru dapat normal[23,26]
Pemeriksaan spirometri pada pasien dengan asthma dilakukan sebelum menginisiasi terapi dan ketika dilakukan terapi rumatan. Pada pasien yang diindikasikan untuk mendapatkan terapi bronkodilator, maka disarankan untuk memberikan bronkodilator short-acting 6-8 jam sebelum melakukan pemeriksaan.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan spirometri, hal ini harus dikonfirmasi dengan manifestasi klinis lainnya, dan apabila memadai dilakukan spirometri serial.[23]
Lower limit of normal range (LLN) adalah preferensi cut off untuk mengidentifikasi nilai abnormal pada pemeriksaan spirometri. Untuk PPOK, dinyatakan rasio FEV1/FVC < 0,70, atau nilai FEV1 <80% post pemberian bronkodilator dimana cut off ini dinyatakan sebagai LLN. Sedangkan untuk asthma, cut off untuk rasio FEV1/FVC adalah < 0,75-0,80 untuk menyatakan adanya obstruksi saluran napas.[7,8,27,28]
Restriksi
Gangguan restriksi ditandai dengan penurunan volume paru karena penyakit paru interstitial atau penyakit dari luar paru yang menyebabkan jaringan paru menjadi lebih “kaku”, seperti pada penyakit dinding dada (kyphoscoliosis), gangguan neurologis, space occupying lesions (SOL), ankylosing spondylitis, dan obesitas.[10,21]
Kekakuan pada jaringan paru mengganggu komplians dan kapasitas paru, sehingga nilai TLC akan menurun, namun TV dapat tetap normal, dengan IRV, ERV, dan RV akan menurun. Sehingga, FVC akan menurun dan FRC juga akan menurun. Hasil spirogram akan memperlihatkan:
- Grafik flow-volume: shifting grafik ke kanan bila dibandingkan dengan grafik normal. Hal ini karena TLC dan RV menurun, sehingga VC juga menurun. Pada bagian ekspirasi, kurva ini dapat menjadi konveks.
- Grafik volume-time: FVC menurun <80% nilai prediksi. Namun, FEV1 tidak terlalu berpengaruh seperti pada penyakit paru obstruktif, bahkan dapat normal atau menurun sedikit. Rasio FEV1/FVC tidak terlalu mengalami gangguan, dapat normal atau menurun sedikit, karena tidak ada obstruksi aliran udara[10,21]
Namun, hasil ini tetap bergantung pada kerja sama pasien. Apabila pada saat melakukan manuver FVC, pasien melakukan terminasi ekspirasi lebih cepat atau gagal mengambil napas dalam yang maksimal, maka rasio FEV1/FVC juga akan meningkat.[10]
Campuran
Pasien dengan penyakit paru restriktif dapat disertai dengan penyakit obstruktif. Pada keadaan ini dapat terlihat pola spirometri campuran, dengan nilai FVC dan rasio FEV1/FVC yang di bawah LLN. Dalam hal ini, diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan spirometri, namun perlu adanya pemeriksaan lain yang menunjukkan adanya penyakit paru restriktif, serta rujukan ke laboratorium khusus yang dapat mengukur Total Lung Capacity (TLC) dan gas transfer.[10]
Menurunnya nilai VC dan FEV1/VC di bawah LLN akan mengarahkan diagnosis menjadi gangguan obstruktif atau campuran. Dalam hal ini, TLC dibutuhkan untuk membedakan keduanya. Pada campuran, FVC, FEV1, dan rasio FEV1/FVC seluruhnya mengalami penurunan.[8,20]
Respon Terhadap Bronkodilator
Pada terapi bronkodilator, dinyatakan memberikan respon terhadap terapi apabila terdapat peningkatan FEV1 dan atau FVC ≥ 200 ml dan ≥12.[8,27]
Pemeriksaan ini dilakukan terutama sebagai baseline pada pasien yang dicurigai atau memiliki penyakit paru obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan 15-20 menit setelah inhalasi salbutamol atau agen inhalasi yang disarankan lainnya. Apabila salbutamol dan levosalbutamol dikontraindikasikan pada pasien tersebut, maka dapat dilakukan inhalasi ipratropium 30 menit sebelum dilakukan spirometri. Bronkodilator ini harus diberikan dengan metered dose inhaler (MDI) yang idealnya menggunakan spacer, alternatif lain dapat menggunakan nebulisasi atau dry powder inhaler.[8]
Tabel 1. Interpretasi Hasil Spirometri
Normal | Obstruksi | Restriksi | Kombinasi | |
FEV1 | >80% nilai prediksi | Lebih atau kurang dari 80% nilai prediksi | <80% nilai prediksi | <80% nilai prediksi |
FVC | >80% nilai prediksi | >80% nilai prediksi | <80% nilai prediksi | <80% nilai prediksi |
FEV1/FVC atau FEV1/VC | >70% | <70% | >70% | <70% |