Peran Suplementasi Vitamin C Dosis Tinggi Dalam Pencegahan Dan Penanganan ISPA

Oleh :
dr. Nurul Falah

Suplementasi vitamin C dosis tinggi dipercaya berperan dalam pencegahan dan penanganan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau common cold. Penyakit ISPA bukanlah suatu penyakit tunggal namun merupakan kondisi infeksi yang melibatkan saluran pernapasan atas (hidung, sinus, nasofaring, dan laring).

Gejala utama yang dapat muncul pada ISPA (common cold) meliputi batuk, bersin, gatal atau nyeri tenggorokan, pilek atau hidung berair, sakit kepala, demam, dan nyeri sendi. Sekitar 70-80%  ISPA disebabkan oleh sekelompok virus saluran pernapasan (seperti rhinovirus, adenovirus, COVID-19, dan influenza) dan 20-30% ISPA disebabkan oleh bakteri.[1,2]

Depositphotos_95496142_m-2015_compressed

Penyakit infeksi virus, salah satunya, ISPA umumnya merupakan self-limiting disease yang dapat sembuh sendiri kurang dari 2 minggu. Hingga kini, belum ada terapi tunggal yang efektif untuk mengobati ISPA, sehingga penanganan yang tersedia bersifat simtomatis.[3,4]

Penggunaan vitamin C dimulai sejak tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, berdasarkan studi Linus Pauling yang menyimpulkan bahwa vitamin C dapat bermanfaat untuk penanganan dan pencegahan ISPA, akhirnya utilisasi vitamin C sebagai  intervensi non-farmasi (non-pharmaceutical intervention/NPI)  mulai digencarkan hingga kini. Vitamin C tergolong cost-effective dan dapat menekan anggaran kesehatan. Meski demikian, manfaat vitamin C dosis tinggi untuk pencegahan dan penanganan ISPA masih terus diperdebatkan.[3,4]

Peran Suplementasi Vitamin C dalam Penanganan dan Pencegahan ISPA

Sejumlah studi mencoba meneliti peranan suplementasi vitamin C dalam penanganan dan pencegahan ISPA. Studi yang sudah meneliti tentang vitamin C memiliki metodologi yang berbeda-beda dan heterogenitas yang tinggi. Secara garis besar dapat dikategorikan lagi berdasarkan efek vitamin C terhadap insidensi/durasi dan keparahan ISPA.[1,2,5]

Peran Vitamin C Dosis Tinggi untuk Pencegahan ISPA pada Populasi Umum

Studi oleh Gomez, et al., mencoba mengidentifikasi delapan uji klinis acak (RCT) yang melibatkan total 45 studi, dengan jumlah 8.472 subjek. Studi ini juga membandingkan pemberian vitamin C dan placebo serta efeknya dalam mencegah common cold. Studi ini menunjukkan bukti yang sangat kuat bahwa asupan vitamin C di atas 80 mg/hari tidak dapat mencegah common cold pada orang dewasa dan anak-anak yang sehat.[4]

Peran Vitamin C Untuk Pencegahan ISPA pada Populasi Khusus

Beberapa peneliti melaporkan bahwa insidensi ISPA dapat meningkat pada individu dengan aktivitas yang berat, seperti atlet (pelari marathon, atlet ski) dan anggota militer yang sedang melakukan pelatihan pada kondisi sub-arktik. Pada sub-populasi dengan beban fisik yang berat ini, ditemukan adanya manfaat yang signifikan dalam intake vitamin C dosis 500 - 2000 mg/hari dalam mencegah ISPA. Dosis yang sama tidak memberikan pengaruh pada populasi umum.[6]

Perbedaan ini awalnya telah dicoba untuk dijelaskan oleh studi Anderson et al (2008), di mana etiologi ISPA pada kedua populasi tersebut mungkin berbeda. ISPA pada populasi umum disebabkan oleh virus, sementara gejala ISPA pada sub-populasi dengan beban aktivitas fisik berat dapat disebabkan oleh virus, maupun exercise-induced bronchoconstriction (EIB).

Kondisi EIB menghasilkan jejas pada saluran napas akibat ekskresi yang berlebih dan memiliki gejala pada ISPA. Dalam kasus ini, sifat antioksidan yang dimiliki oleh vitamin C dapat menetralkan EIB melalui mekanisme yang belum secara jelas diketahui. Semenjak hipotesa ini, sudah terdapat studi yang menunjukkan efek benefisial vitamin C terhadap fungsi pulmoner pada atlet yang mengalami EIB.[6,7]

Studi terbaru oleh Kim et al. melakukan uji klinis besar, buta ganda, terkontrol plasebo secara acak pada 1.444 tentara Korea, 695 di antaranya diberikan vitamin C  dengan dosis 6 gram/hari selama 30 hari. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kelompok tentara yang diberikan vitamin C memiliki risiko 0,80 kali lipat lebih rendah untuk mengalami common cold dibandingkan dengan kelompok yang diberikan plasebo (749 subjek).[8]

Walaupun terdapat kemungkinan bahwa gejala ISPA yang dialami para atlet merupakan EIB yang disertai dengan infeksi virus, namun manfaat vitamin C pada sub-populasi ini telah terbukti dalam berbagai studi.[6,7]

Peranan Vitamin C terhadap Insidensi ISPA Pada Komunitas Umum

Walaupun terdapat hasil yang positif pada studi-studi awal efek vitamin C terhadap insiden ISPA (tahun 1940 – 1970), hasil tersebut tidak tercermin pada studi yang lebih baru. Studi meta-analisis pada tahun 2013 dari 29 randomized trial dan mencakup 11.000 peserta juga menunjukkan bahwa tidak ada manfaat penurunan insiden ISPA pada suplementasi vitamin C harian dengan dosis 200 - 1000 mg (RR= 0.97; 95% CI = 0.94-1.00).[6]

Studi meta-analisis oleh Vorilhon et al., yang melibatkan tujuh RCT yang terdiri dari 3135 subjek berusia 3 bulan hingga 18 tahun menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara insidensi ISPA pada subjek yang diberikan vitamin C (dengan variasi dosis 500 - 2000 mg/hari) dan diberikan placebo (OR = 0.75, 95% CI [0.54–1.03], p = 0.07, I2 = 74%).Walaupun, saat ini artikel ini ditarik dari SpringerLink akibat kesalahan dari penulis.[9]

Studi kohort prospektif oleh Raposo et al., mencoba meneliti peranan asupan suplementasi beberapa vitamin termasuk vitamin C terhadap insidensi ISPA. Studi ini melibatkan 1333 subjek pria dan wanita Swedia berusia 25-64 tahun. Rasio laju insidensi antara asupan vitamin C yang rendah dan yang tinggi adalah 0,69 (0,55-0,88).[10]

Perbedaan hasil pada studi inisial vitamin C dan studi yang lebih baru mungkin dapat dijelaskan dengan adanya kondisi defisiensi vitamin C pada populasi di studi yang lebih awal, di mana konsumsi dapat mencapai dosis 30–60 mg/hari. Hal itu pula yang mungkin menjelaskan efek yang sudah muncul pada dosis kecil (<200mg) pada studi-studi ini.[6,7]

Pengaruh Suplementasi Vitamin C terhadap Durasi Dan Keparahan ISPA

Meta-analisis pada tahun 2010 menunjukkan bahwa vitamin C dapat menurunkan durasi dan keparahan ISPA pada 7,7% populasi dewasa dan 13,2% populasi pediatrik. Walaupun secara statistik temuan ini memiliki hasil yang signifikan, pada praktik sehari-hari belum tentu dapat betul-betul bermanfaat. Secara umum seorang dewasa mengalami ISPA sekitar 2-3 kali per tahun. Individu tersebut harus mengonsumsi vitamin C 200-1000mg secara reguler setiap harinya untuk memiliki kemungkinan penurunan durasi dan keparahan ISPA di bawah 8%. Penurunan durasi ISPA sendiri menurut studi yang sama sekitar 1 hari, sehingga manfaatnya secara praktis mungkin belum dapat ditonjolkan.[11]

Pengaruh yang positif dari pemberian vitamin C terhadap durasi ISPA juga dilaporkan pada meta-analisis terbaru oleh Ran et al., yang melibatkan sembilan RCT, dimana kombinasi vitamin C harian jangka panjang dengan dosis kecil (tidak lebih dari 1 gram/hari) untuk mempertahankan sistem imun dan dosis vitamin C yang lebih besar selama timbulnya common cold (sekitar 3-4 gram/hari) dapat mengurangi durasi istirahat di rumah (mean difference [MD]= -0.41, 95% CI [-0.62, -0.19], dan P = 0.0002), serta durasi rata-rata penyakit common cold setidaknya sampai setengah hari (MD= -0.56, 95% CI [-1.03, -0.10], dan P = 0.02).[2]

\Meski demikian, karena beberapa RCT memiliki heterogenitas yang tinggi serta kualitas beberapa studi yang rendah, studi ini tidak memiliki kesimpulan statistik yang signifikan. Pada studi ini dilaporkan juga bahwa vitamin C dapat meredakan gejala common cold seperti nyeri dada (MD = -0.40, 95% CI [-0.77, -0.03], dan P = 0.03), demam (MD = -0.45, 95% CI [-0.78, -0.11], dan P = 0.009), dan menggigil (MD = -0.36, 95% CI [-0.65, -0.07], dan P = 0.01).[2]

Sementara itu, anak-anak umumnya mengalami episode ISPA lebih sering. Suatu tinjauan sistematis oleh Rondanelli, et al., yang melibatkan 82 studi ini menunjukan bahwa pemberian vitamin C dengan rutin pada dosis 1 - 2 gram/hari dapat menurunkan durasi ISPA rata-rata 8% pada orang dewasa dan 14% pada anak-anak, serta dilaporkan dapat menurunkan keparahan penyakit ISPA.[12]

Pengaruh dosis yang lebih tinggi terhadap efektivitas Vitamin C dalam mencegah ISPA

Telah dibuktikan bahwa dosis reguler vitamin C tidak memberikan efek yang terlalu signifikan terhadap pencegahan, penurunan durasi, maupun penurunan keparahan ISPA. Terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi dapat bermanfaat untuk mencegah ISPA. Studi oleh Anderson, et al., menunjukkan bahwa proporsi common cold yang hanya berlangsung selama 1 hari pada subjek yang diberikan vitamin C dengan dosis 8 gram adalah 46% (222 dari 483 subjek) dibandingkan dengan subjek yang diberikan vitamin C dengan dosis 4 gram adalah 39% (164 dari 417 subjek; P = 0,046).[6]

Senada dengan meta-analisis terbaru oleh Ran et al. dari sembilan RCT acak terkontrol juga tidak sampai pada kesimpulan yang konsisten. Studi ini menemukan bahwa kombinasi dosis suplemen dan terapi vitamin C memiliki efek pada pengurangan gejala dan durasi ISPA, tetapi pemberian dosis terapi vitamin C dosis tinggi (sekitar 3 - 4 gram/hari) terlihat memiliki manfaat penyembuhan penyakit yang lebih baik.[2]

Studi lainnya menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi secara intravena cukup efektif untuk melawan infeksi virus seperti common cold, maupun infeksi pernapasan yang dipicu rhinovirus, avian virus H1N1, chikungunya virus, Zika virus dan influenza.[13]

Uji farmakokinetik menyimpulkan bahwa vitamin C dengan dosis 2 - 3 gram/hari secara intravena diperlukan hanya untuk menormalkan kadar plasma, sementara dosis yang lebih tinggi akan dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapeutik suprafisiologis. Adapun untuk suplementasi oral, dosis > 3 gram tampaknya aman dan menunjukkan efektivitas dalam mencegah dan mengobati infeksi pernapasan dan sistemik.[14,15]

Rekomendasi Konsumsi Vit C untuk Pencegahan ISPA

Hingga kini belum ada studi yang konklusif dalam penentuan dosis vitamin C yang direkomendasikan untuk pencegahan ISPA. Adapun berdasarkan studi yang dilakukan Ran, et al., merekomendasikan vitamin C dengan dosis rendah (kurang dari 1 gram/hari) untuk meningkatkan imunitas, serta dosis yang lebih tinggi 3- 4 gram per/hari) untuk mempercepat pemulihan pada ISPA. Namun, mengingat heterogenitas RCT yang diteliti, hal ini masih harus diteliti lebih lanjut.[6]

Tinjauan sistematis dan meta-analisis terkini menyetujui untuk merekomendasikan vitamin C dengan dosis 250 - 1000 mg/hari sebagai suplementasi harian untuk mencegah ISPA pada atlet di saat masa pertandingan karena peningkatan risiko infeksi, sementara itu pada atlet dengan konsentrasi vitamin C dalam darah yang rendah  adalah kandidat utama untuk diberikan suplementasi vitamin C.[16,17]

Beberapa studi juga merekomendasikan dosis vitamin C yang lebih tinggi (lebih dari 5 gram per hari) agar bermanfaat untuk pencegahan ISPA khususnya pada populasi umum. Sehingga sangat penting untuk mengingat efek samping konsumsi vitamin C dosis tinggi, termasuk yang serius seperti terbentuknya batu ginjal, dan membandingkannya dengan peningkatan efektivitas terhadap pencegahan maupun penurunan keparahan gejala ISPA yang didapat.[1-2]

Kesimpulan

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit dengan insidensi yang cukup tinggi. Meskipun sering bermanifestasi dalam gejala yang ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya, ISPA menyebabkan peningkatan kejadian tidak masuk sekolah/bekerja, peningkatan variasi obat simtomatis, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Sejak studi oleh Pauling, utilisasi vitamin C untuk pencegahan dan penanganan ISPA mulai digencarkan, karena dinilai cukup efektif dan tergolong murah..

Walaupun vitamin C memiliki manfaat pada populasi khusus seperti atlet, tentara dan anak-anak akan tetapi tidak ada manfaatnya pada populasi umum. Meski demikian, belum terdapat rekomendasi yang pasti mengenai dosis yang tepat untuk mencegah dan mengobati ISPA.

Selain itu juga belum terdapat bukti konklusif yang menunjukkan bahwa terdapat manfaat menggunakan vitamin C dosis tinggi sebagai profilaksis ISPA. Sehingga sangat penting untuk mengingat efek samping konsumsi vitamin C dosis tinggi, termasuk yang serius seperti terbentuknya batu ginjal, dan membandingkannya dengan peningkatan efektivitas terhadap pencegahan maupun penurunan keparahan gejala ISPA yang didapat.

 

Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rosyani

Referensi