Patofisiologi Benzodiazepine Use Disorder
Patofisiologi benzodiazepine use disorder atau dikenal sebagai penyalahgunaan benzodiazepine melibatkan berbagai sirkuit di otak yang mengendalikan sistem reward. Dua komponen utama sistem reward adalah ventral tegmental area (VTA) dan nucleus accumbens (NAc). Semua zat yang menimbulkan ketergantungan bekerja dengan mengaktivasi neuron dopaminergik di VTA [2].
Aktivasi Dopaminergik oleh Benzodiazepine
Benzodiazepine bisa meningkatkan transmisi dopaminergik melalui mekanisme disinhibisi, sama seperti opioid dan cannabinoid [3]. Efek ini diperantarai oleh adanya reseptor neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengandung subunit α1 di VTA.
Di VTA terdapat neuron GABAnergik dan dopaminergik, di mana keduanya mempunyai reseptor GABA. Reseptor GABA yang terdapat pada neuron GABAnergik adalah reseptor GABA yang mengandung subunit α1. Neuron GABAnergik di VTA berfungsi sebagai rem untuk neuron dopaminergik (menurunkan pelepasan dopamine ke celah sinaps). Sehingga aktivasi reseptor GABA pada neuron GABAnergik akan menghentikan fungsi pengereman ini (fenomena disinhibisi). Inhibisi oleh benzodiazepine lebih kuat terhadap reseptor GABA yang mengandung subunit α1, sehingga inhibisinya terhadap neuron GABAnergik lebih kuat dibandingkan inhibisi terhadap neuron dopaminergik dan menimbulkan disinhibisi [3,4].
Patofisiologi Gejala Adiksi
Pada awal penggunaan, pengguna benzodiazepine akan merasakan efek mengantuk dan gangguan koordinasi, namun akan segera timbul toleransi dalam hitungan hari akibat aktivasi neuron GABAnergik. Dalam beberapa minggu, akan segera terjadi disinhibisi dan timbul elasi akibat peningkatan pelepasan dopamine di celah sinaps. Hal ini berlanjut menjadi ketergantungan fisik yang bermanifestasi sebagai gejala-gejala putus zat. Gejala putus zat akibat penggunaan benzodiazepine bisa berupa gangguan tidur, iritabilitas, ketegangan dan kecemasan, serangan panik, banyak berkeringat, dan gangguan persepsi (halusinasi atau ilusi) [3].