Pemberian Benzodiazepine dalam Dosis Tidak Tepat pada Status Epileptikus Refrakter – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S

First-line Medication Dosing in Pediatric Refractory Status Epilepticus

Vasquez A, Gaínza-Lein M, Abend NS, et al; Pediatric Status Epilepticus Research Group (pSERG). First-line medication dosing in pediatric refractory status epilepticus. Neurology. 2020. 95(19):e2683-e2696. doi: 10.1212/WNL.0000000000010828. PMID: 32913024.

Abstrak

Tujuan: Untuk mengenali faktor yang berhubungan dengan dosis benzodiazepine yang rendah pada pasien dengan status epileptikus refrakter dan untuk menilai pengaruh variabilitas pengobatan benzodiazepine pada terminasi kejang.

Metode: Studi retrospektif dengan data yang dikumpulkan secara prospektif pada pasien anak dengan status epileptikus konvulsivus refrakter yang dirawat pada bulan Juni 2011 hingga Januari 2019. Dosis inisial dan dosis total benzodiazepine dalam 10 menit dari inisiasi pengobatan dianalisis. Analisis data menggunakan model regresi logistik untuk mengevaluasi prediktor untuk dosis benzodiazepine yang rendah, dan analisis regresi multivariate Cox digunakan untuk menilai pengaruh dosis benzodiazepine yang rendah pada waktu untuk terminasi kejang.

Hasil: Studi ini melibatkan 289 pasien (55,7% berjenis kelamin laki-laki) dengan median usia 4,3 (1,3-9,5 tahun). Benzodiazepine adalah obat awal yang digunakan pada 278 (96,2%) pasien. Sebanyak 161 (57,9%) pasien di antaranya menerima dosis awal yang rendah. Dosis benzodiazepine awal yang rendah terjadi di luar (57 dari 106 kasus) dan di dalam (104 dari 172 kasus) rumah sakit. Sebanyak 103 (37,1%) pasien mendapatkan total dosis benzodiazepine yang rendah. Faktor yang mempengaruhi dosis benzodiazepine yang rendah meliputi jenis kelamin laki-laki (OR 2; 95%CI 1,18-3,49; p=0,012), usia yang lebih tua (OR 1,1; 95%IK 1,05-1,17; p< 0,001), tidak ada riwayat epilepsi (OR 2,1; 95%IK 1,23-3,69; p=0,008), dan pemberian benzodiazepine yang tertunda (OR 2,2; 95%IK 1,24-3,94; p=0,007). Pasien dengan dosis benzodiazepine yang rendah memiliki kemungkinan untuk mencapai terminasi kejang yang lebih kecil (HR 0,7; 95%IK 0,57-0,95).

Kesimpulan: Penggunaan dosis benzodiazepine yang lebih rendah dari rekomendasi ditemukan pada setting luar dan dalam rumah sakit. Faktor yang mempengaruhi pemberian dosis benzodiazepine yang rendah meliputi jenis kelamin laki-laki, usia yang lebih tua, tidak ada riwayat epilepsi, dan pemberian terapi benzodiazepine yang tertunda. Dosis benzodiazepine total yang rendah berhubungan dengan kemungkinan tercapainya terminasi kejang yang rendah.

StatusEpileptikus

Ulasan Alomedika

Obat golongan benzodiazepine adalah obat antikejang lini pertama yang direkomendasikan dalam pedoman tata laksana status epileptikus. Meskipun demikian, banyak studi menunjukkan banyak kasus tidak menggunakan obat benzodiazepine sebagai obat lini pertama dan banyak kasus menggunakan dosis yang lebih rendah dari yang direkomendasikan. Oleh karena itu, jurnal ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian dosis benzodiazepine yang rendah pada kasus anak dengan status epileptikus refrakter dan pengaruhnya pada tercapainya terminasi kejang.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasional retrospektif dengan data yang dikumpulkan secara prospektif. Oleh karena itu, hasil yang didapatkan termasuk dalam rekomendasi kelas III. Idealnya, studi untuk melihat pengaruh dosis obat golongan benzodiazepine terhadap terminasi kejang dilakukan dengan cara uji klinis terandomisasi double-blind antara kelompok yang mendapatkan dosis sesuai pedoman dan dosis yang lebih rendah.

Dalam studi ini, anak usia 1 bulan hingga 21 tahun dengan status epileptikus refrakter diikutkan dalam penelitian. Status epileptikus refrakter didefinisikan sebagai kegagalan terminasi kejang setelah pemberian benzodiazepine inisial diikuti oleh obat antikejang non-benzodiazepine atau keperluan infus kontinyu. Jika pasien mengalami lebih dari satu episode status epileptikus, maka hanya episode pertama yang diikutkan dalam analisis.

Luaran primer yang dinilai adalah total dosis benzodiazepine yang rendah dalam 10 menit setelah inisiasi terapi. Penghitungan dosis benzodiazepine total yang digunakan adalah perhitungan persentase total dosis yang didapatkan pasien selama fase awal status epileptikus. Namun, dalam studi ini jenis dan cara pemberian benzodiazepine yang didapat pasien sangat beragam, sehingga menimbulkan keragaman persentase dosis. Penelitian ini cenderung menyamaratakan efek terapi benzodiazepine apapun jenis dan cara pemberiannya. Ada baiknya peneliti hanya mengambil satu jenis dan cara pemberian obat golongan benzodiazepine saja dan menilainya sebagai underdosed atau tidak.

Ulasan Hasil Penelitian

Penelitian ini merekrut sebanyak 289 pasien dengan status epileptikus refrakter dimana 55,7% berjenis kelamin laki-laki dengan median usia 4,3 tahun. Terdapat 278 pasien yang mendapatkan benzodiazepine sebagai terapi lini pertama dan sebanyak 57,9% mendapatkan dosis lebih rendah dari rekomendasi. Pemberian dosis benzodiazepine yang rendah ini ditemukan pada setting di dalam dan di luar rumah sakit.

Faktor-faktor yang ditemukan mempengaruhi rendahnya dosis benzodiazepine yang diberikan meliputi jenis kelamin laki-laki, usia yang lebih tua, tidak adanya riwayat epilepsi, dan keterlambatan pemberian terapi benzodiazepine sebagai obat lini pertama.

Pada penilaian sekunder, tampak adanya kecenderungan bahwa pasien yang mendapatkan dosis total obat benzodiazepine yang rendah akan lebih sulit mencapai terminasi kejang Temuan ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang ada bahwa kegagalan dalam mencapai terminasi kejang di awal fase status epileptikus cenderung akan menyulitkan untuk mengontrol kejang dan membutuhkan kombinasi obat antikejang lainnya. Penilaian terminasi kejang pada penelitian ini meliputi berhentinya kejang secara klinis dan elektrografik, namun tidak dijelaskan durasi waktu untuk penilaian terminasi kejang ini.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini memiliki jumlah sampel yang cukup besar. Penelitian ini juga menyajikan data yang menjawab pertanyaan yang relevan secara klinis, yaitu faktor apa yang mempengaruhi pemberian dosis benzodiazepine lebih rendah daripada rekomendasi pedoman klinis untuk kasus status epileptikus, serta apa efeknya terhadap berhentinya kejang. Hasil studi ini dapat dijadikan dasar dalam upaya meningkatkan kesesuaian terapi yang diberikan di praktik dengan pedoman klinis yang ada.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada data pasien dengan status epileptikus refrakter yang merupakan kondisi tahap lanjut di mana terminasi kejang tidak tercapai. Peran obat lini pertama pada status epileptikus dititikberatkan pada terminasi kejang di awal. Oleh karena itu, kesimpulan yang ditarik menggunakan data dari kondisi status epileptikus yang refrakter akan condong ke arah negatif. Akan lebih baik lagi, jika data yang digunakan adalah data dari fase yang lebih dini dari status epileptikus.

Kekurangan lain dari penelitian ini adalah penggunaan data sekunder dari register studi epilepsi yang dapat memunculkan bias seleksi dan informasi. Meskipun dalam studi tersebut terdapat beberapa data yang dikumpulkan secara prospektif, tetapi jumlah data tersebut sangat terbatas. Selain itu, register data ini dikumpulkan dari rumah sakit tersier di mana kasus yang dirujuk adalah kasus dengan derajat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kasus yang banyak ditemui di sentra primer atau sekunder.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Penelitian ini menekankan pentingnya pemberian dosis dan cara pemberian obat lini pertama pada status epileptikus yang sesuai dengan pedoman yang dipublikasi. Pemberian dosis yang adekuat akan meningkatkan efikasi untuk mencapai terminasi kejang yang lebih cepat dan pada akhirnya mencegah mortalitas dan morbiditas pasien.

Beberapa contoh benzodiazepine yang dapat digunakan untuk  mengatasi kejang pada kasus epilepsi adalah:

  • Diazepam rektal 0,5 mg/kg untuk pasien usia 2-5 tahun; 0,3 mg/kg untuk usia 6-11 tahun; dan 0,2 mg/kg untuk usia 12 tahun ke atas. Dosis maksimal 10 mg
  • Diazepam oral atau bucal 0,2 mg/kg. Dosis maksimal 10 mg
  • Midazolam intramuskular 0,2 mg/kg. Dosis maksimal 10 mg[2]

Referensi