Patofisiologi Middle East Respiratory Syndrome (MERS)
Patofisiologi MERS dicurigai berasar dari kelelawar dan unta. Masuknya coronavirus kedalam sel inang melalui perlekatan protein S dengan reseptor dan dilanjutkan dengan fusi kepada membran sel inang. Diikuti dengan respons imun seluler dan adaptif yang memunculkan pro inflamasi dan mengaktivasi jalur inflamasi lainnya.
Perlekatan dan Fusi Virus Coronavirus
Perlekatan Coronavirus dengan membran sel inang mengawali infeksi MERS. Protein S berikatan dengan reseptor dipeptidyl peptidase-4 (DPP4) dan memberikan jalan kepada virus untuk masuk kedalam sel inang.
Virus masuk melalui salah satu cara yaitu endositosis atau fusi membran. Fusi membran lebih sering terjadi dibanding endositosis. Fusi membran dapat terjadi tergantung pH maupun tidak tergantung pH sekitar .
Pada fusi yang tergantung kepada pH sekitar, virus langsung masuk ke dalam sel setelah per lekatan terjadi. Sedangkan, pada fusi yang tidak tergantung pada pH sekitar, virus masuk via fusi antara viral envelope dan membran plasma. Hal ini menyebabkan terbentuknya sinsitia.
Kedua interaksi fusi di atas ini menyebabkan masuknya virus ke dalam sel inang dan memberikan sinyal imunosupresi, sehingga virus dapat berkembang. [4-7]
Respon Imun Seluler dan Adaptif
Berawal dari masuknya coronavirus ke dalam tubuh, dilanjutkan dengan aktivasi sistem imun, terutama sel dendritik, infeksi MERS CoV menyebabkan munculnya sitokin pro inflamasi seperti interleukin-1β, interleukin 8, interleukin 6, dan CC-kemokin ligand 2, serta munculnya kemokin pada makrofag yang matur.
Hal tersebut menyebabkan inflamasi, terutama di sistem pernafasan bagian bawah. Berbeda dengan human coronavirus virus lain, coronavirus pada MERS menginhibisi produksi interferon-1, dan mengaktivasi jalur inflamasi lain. [4-6]
Masa inkubasi MERS-CoV adalah 5 hari. [8] Manifestasi klinis yang muncul menyerupai gejala infeksi sistem pernapasan akut (ISPA) biasa, yaitu demam, batuk dan sesak nafas.
Setelah gejala ISPA muncul, diikuti dengan pneumonia berat. Selanjutnya, gejala Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) akan muncul, apabila pneumonia tidak ditangani. Sepsis yang terus menerus dapat berujung pada sepsis berat, yang ditandai dengan adanya disfungsi organ, hipoperfusi, ataupun hipotensi, dan berakhir menjadi syok sepsis (sepsis disertai hipotensi, dengan tekanan darah sistol <90mmHg) walaupun sudah diberikan resusitasi cairan yang adekuat). [9]