Patofisiologi Chikungunya
Hingga saat ini patofisiologi chikungunya masih belum diketahui secara jelas. Infeksi virus chikungunya memiliki gejala klinis yang mirip dengan infeksi virus Ross River atau virus dengue. [1]
Penelitian pada Hewan Percobaan
Pada suatu penelitian di tikus didapatkan setelah inokulasi virus pada kulit, virus ini bereplikasi pada fibroblast, sel mesenkim dan osteoblast. Virus chikungunya menginduksi respon sitokin lokal dan kemokin untuk menarik sel NK, monosit, makrofag, sel T CD4+ dan CD8+. Kerusakan akibat replikasi virus dan infiltrasi sel imun menyebabkan edema lokal, degenerasi serabut otot secara ekstensif, kerusakan pada sel mesenkimal sinovium dan periosteum. Infeksi pada osteoblast meningkatkan ligan nF-kβ pada osteoprotegerin di tumit dan lutut yang meningkatkan pembentukan osteoklast dan menyebabkan destruksi tulang. [3]
Pada tikus ditemukan pola bifasik dari infeksi virus ini dengan puncak pertama terjadi 2-3 hari setelah terinfeksi dan puncak kedua terjadi 6-7 hari setelah terinfeksi. Puncak pertama terjadi karena replikasi virus yang ekstensif pada kaki yang menyebabkan kematian sel, produksi sitokin dan edema jaringan. Puncak kedua terjadi akibat virus dibersihkan dari darah dan jaringan oleh karena influks sel inflamasi pada sendi dan jaringan sekitar yang menyebabkan myositis, sinovitis, dan edema yang lebih hebat. Sekalipun virus tidak ditemukan di sirkulasi setelah 7 hari infeksi, RNA virus chikungunya dapat ditemukan pada sendi lebih dari 4 minggu setelah terinfeksi. [3]
Virus chikungunya diperkirakan dapat berinteraksi dengan antigen presenting cell pada kulit (sel Langerhans) dan kemudian menyebar ke organ lain seperti otot, hati, ginjal, jantung dan otak. [4]
Transmisi
Virus chikungunya ditransmisikan melalui dua siklus, urban dan sylvatik. Siklus urban adalah transmisi virus dari manusia ke nyamuk ke manusia. Siklus sylvatik adalah transmisi dari hewan ke nyamuk ke manusia. Transmisi ke manusia diperantarai oleh nyamuk yang berasal dari genus aedes, utamanya Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Beberapa jenis sel manusia lebih rentan terinfeksi, misalnya sel epitel, endotel, fibroblast, dan monocyte-derived macrophage. Setelah virus masuk ke tubuh manusia dan melakukan replikasi pertama, terjadi respon imun host, namun sebagian virus chikungunya akan berpindah ke nodus limfatik dan jaringan melalui sirkulasi. Pada tahap inilah terjadi fase viremia [5]