Penatalaksanaan Hydrocephalus
Tata laksana utama pada hydrocephalus adalah teknik pembedahan, yaitu pemasangan shunting yang berfungsi sebagai drainage. Tindakan ini bukan untuk menyembuhkan, namun untuk mengontrol gejala akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada hydrocephalus kongenital, pembedahan pada bayi berpotensi komplikasi sehingga ahli bedah saraf mungkin menunda melakukannya (terutama bayi prematur). Untuk mengurangi progresifitas kerusakan otak, maka bayi hydrocephalus dapat diberikan terapi farmakologi dahulu sampai pembedahan aman dikerjakan. Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akut, biasa terjadi pada hydrocephalus didapat pada pasien anak atau dewasa, diperlukan tindakan pembedahan secepatnya. Beberapa kasus hydrocephalus didapat, pembedahan tidak diperlukan karena etiologinya telah membaik, misalnya pada perdarahan intraventrikular yang sudah reabsorbsi tanpa skar. [1,50]
Terapi Pembedahan
Pembedahan merupakan tatalaksana yang paling efektif untuk mengontrol gejala hydrocephalus karena peningkatan tekanan intrakranial. Pembedahan yang bisa dilakukan adalah metode pemasangan shunt, endoscopic third ventriculostomy (ETV), atau alternatif lainnya.
Metode Pemasangan Shunt
Pemasangan shunt adalah penatalaksanaan hydrocephalus yang paling efektif, hanya 25% pasien hydrocephalus berhasil diterapi tanpa shunting. Metode pemasangan shunt pada neonatus, bayi atau anak harus dikerjakan beberapa kali, ini untuk mempertahankan fungsi shunt yang sudah terpasang sesuai dengan pertumbuhan tubuh pasien. [1,42]
Beberapa alternatif pemasangan shunt adalah :
Ventriculoperitoneal (VP) shunt, paling sering dikerjakan, yaitu menghubungkan ventrikel lateral dengan peritoneum. Bertujuan mengalirkan CSF yang berlebihan untuk diabsorbsi di cavum abdomen. Keuntungannya adalah kebutuhan untuk memperpanjang kateter dapat dihilangkan dengan menggunakan kateter peritoneum yang panjang
Ventriculoatrial (VA) shunt, adalah mengalirkan CSF dari ventrikel otak melalui vena jugularis dan vena cara superior, menuju atrium jantung kanan. Metode ini dikerjakan apabila pasien memiliki kelainan perut (peritonitis, obesitas berat, atau setelah laparotomi luas). Shunting ini perlu pembedahan berulang sesuai pertumbuhan anak
Lumboperitoneal shunt, hanya dilakukan pada kasus hydrocephalus communicating, fistula CSF, atau pseudotumor cerebri
Torkildsen shunt, jarang digunakan, adalah shunting ventrikel ke ruang cisternal. Hanya efektif untuk hydrocephalus obstruktif yang didapat
Ventriculopleural shunt, dianggap sebagai lini kedua setelah VP shunt. Digunakan jika jenis shunting lain dikontraindikasikan [1,42,45]
Intervensi / terapi pada bayi prematur yang mengalami dilatasi ventrikel masih kontroversial, antara terapi farmakologis dengan acetazolamide, pungsi lumbal, ventricular access reservoir, ventriculo-subgaleal shunt, atau drainase ekstraventrikular. Namun, biasanya pada keadaan dimana terjadi ventrikulomegali yang progresif dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan, lebih dipilih intervensi operasi dibanding terapi farmakologis. [34]
Pada normal pressure hydrocephalus, intervensi standar yang direkomendasikan adalah pemasangan AV shunt. Hal ini berdasarkan hipotesis bahwa CSF yang dialirkan akan mengurangi dan menormalisasi tekanan transmantle (perbedaan tekanan antara ruang ventrikel dan subarachnoid), sehingga gejala membaik. [11]
Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV)
Endoscopic third ventriculostomy (ETV) adalah prosedur menggunakan endoskopi untuk membuat lubang / perforasi pada tulang tengkorak. Bertujuan untuk mengakses ventrikel, kemudian membuat lubang pada membran basal ruang ventrikel ke ruang subarachnoid, agar CSF dapat mengalir melalui bypass ini kemudian diabsorbsi. Dilakukan terutama pada kasus aqueductal stenosis (hydrocephalus obstruktif), kontraindikasi untuk hydrocephalus communicating. Metode ETV ini sudah banyak dilakukan, terutama di negara-negara maju, karena memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi (62-82%) dengan angka infeksi yang rendah (<2%). [34,42,45]
Pembedahan Alternatif Lain
Alternatif pembedahan untuk tata laksana hydrocephalus, selain shunting di antaranya :
- Pungsi lumbal berulang, dapat dilakukan pada kasus hydrocephalus pasca perdarahan intraventrikular, karena kondisi ini dapat sembuh secara spontan maka tidak diperlukan shunting Hanya dapat dilakukan untuk kasus hydrocephalus communicating, dan kontraindikasi apabila ada tanda peningkatan tekanan intrakranial
Choroid Plexus Cauterization (CPC) atau pleksektomi koroid atau koagulasi pleksus koroid. Bertujuan mengurangi jumlah jaringan plexus choroid yang memproduksi cairan serebrospinal. Akan meningkat angka keberhasilannya bila kombinasi dengan prosedur ETV
- Pembukaan aqueductal stenosis (cerebral queductoplasty), tingkat keberhasilannya lebih rendah daripada shunting. Efektif pada kasus hydrocephalus didapat karena tumor, juga kasus dengan stenosis membran dan segmen pendek sylvian aqueduct
- Pengangkatan tumor penyebab dapat menyembuhkan 80% pasien hydrocephalus didapat [34,42,45]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis untuk pasien hydrocephalus hanya diberikan sementara, misalnya untuk hydrocephalus pasca perdarahan pada neonatus, normal pressure hydrocephalus (NPH), atau pada pasien yang tidak mungkin dilakukan tindakan operasi. Tujuan terapi untuk mencegah komplikasi sensorik / intelektual. Obat-obatan yang dapat digunakan meliputi agen osmotik, carbonic anhydrase inhibitors (CAI) / acetazolamide, glukokortikoid, dan digoxin. [10]
Agen Osmotik
Agen osmotik dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal, atau membuat otak dehidrasi karena diuresis. Isosorbide sering digunakan untuk hydrocephalus kongenital, sebagai terapi mengontrol tekanan intrakranial sebelum bayi menjalankan shunting, bukan sebagai pengganti tindakan operasi. Suatu penelitian, memberikan isosorbide kepada pasien hydrocephalus neonatus sampai usia 62 tahun (median usia 1 bulan), dengan dosis 1-3 g/kgBB, per oral, sampai 6 kali per hari, selama 1-54 hari (median 4 hari). Hasil menunjukkan isosorbide dapat menunda operasi pemasangan shunting karena dapat memperlambat laju peningkatan tekanan intrakranial, tetapi harus diperhatikan efek samping obat. Jika ACZ digunakan sendirian, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara signifikan. [10,50]
Carbonic Anhydrase Inhibitors (CAI)
Acetazolamide (ACZ) merupakan CAI yang dapat mengurangi sekresi CSF. Berdasarkan teori bahwa plexus choroid memiliki kadar carbonic anhydrase yang tinggi, sehingga penggunaan ACZ mengurangi produksi CSF. Pemberian ACZ dapat sendiri atau bersama dengan furosemid, untuk hydrocephalus pasca perdarahan pada neonatus sebelum dilakukan operasi shunting. Namun, efek penurunan produksi cairan serebrospinal tidak konsisten, sehingga efek terapeutiknya untuk hydrocephalus bayi dan anak diabaikan. [10,50]
Hal ini kontras dengan hydrocephalus pada orang dewasa, ACZ memberikan respon yang baik terutama pada normal pressure hydrocephalus (NPH), serta untuk penurunan tekanan intrakranial pasca operasi shunting. Pada NPH, pemberian ACZ per oral, dosis 125-375 mg/hari, dapat menurunkan hiperintensitas periventrikular yang terlihat pada pemeriksaan MRI. [10,50]
Glukokortikoid
Glukokortikoid, seperti dexamethasone atau prednison, memiliki efek menurunkan produksi tekanan intrakranial dengan mengurangi produksi CSF. Penelitian menyebutkan dexamethason dapat sementara menghilangkan gejala hydrocephalus pada anak, meskipun tetap diperlukan intervensi bedah. Kortikosteroid juga diyakini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya fibrosis pada ruang subarachnoid. [50]
Digoxin
Digoxin merupakan inhibitor Na-K-ATPase, pada dosis yang tidak kardiotoksik dapat mengurangi produksi CSF. Namun, berdasarkan beberapa penelitian pada hydrocephalus anak maupun dewasa, sebagian pasien memberikan respon positif terhadap obat ini, tetapi ada pula yang tidak memberikan efek apapun. [50]
Terapi Non-Farmakologis
Belum ada terapi non-farmakologis yang spesifik untuk hydrocephalus. Pasien yang baru menjalankan intervensi operasi akan dirawat di ruang perawatan intensif selama beberapa hari tergantung klinis. Beberapa ahli bedah menyarankan pasien post-shunting untuk berada pada posisi terlentang selama 1-2 hari setelah operasi untuk meminimalisir kemungkinan mengalami hematoma subdural. Sedangkan pada pasien dengan normal pressure hydrocephalus (NPH) disarankan untuk tetap melakukan mobilisasi bertahap post-operasi. [42]
Terapi Hydrocephalus dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial Akut
Pada kasus hydrocephalus dengan peningkatan tekanan intrakranial onset cepat, pedoman penatalaksanaannya adalah darurat. Hal-hal yang harus dilakukan disesuaikan dengan etiologi setiap kasus, di antaranya :
Ventricular tap pada pasien neonatus
Open ventricular drainage pada pasien anak-anak dan dewasa
- Pungsi lumbal pada posthemorrhagic atau postmeningitis hydrocephalus [42]